Mohon tunggu...
Adhitia Satria Pradana
Adhitia Satria Pradana Mohon Tunggu... Environmental Engineering Student

Mahasiswa S1 Teknik Lingkungan Angkatan 2016 Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya

Selanjutnya

Tutup

Nature

Pengelolaan Limbah Domestik Kawasan Pesisir Pantai Kenjeran, Surabaya

31 Mei 2020   23:21 Diperbarui: 31 Mei 2020   23:11 2543
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Nature. Sumber ilustrasi: Unsplash

Pengelolaan Limbah Domestik Kawasan Pesisir Pantai Kenjeran Kota Surabaya dengan Subsurface Constructed Wetland Menggunakan Tanaman Jatropha Curcas

BAB I PENDAHULUAN

 

Latar Belakang

Kondisi pesisir Kenjeran merupakan daerah estuari yang subur, tempat berbiaknya berbagai biota karena adanya suplai nutrisi yang terus-menerus dibawa ombak. Di sepanjang pesisir Kenjeran sekarang ini telah dikuasai oleh pengembang yang ingin membangun atau memperluas usaha dibidang properti. Perumahan-perumahan baru dan megah akan menjejalah wajah pesisir Kenjeran yang jelas ini merupakan pelanggaran tata ruang karena peruntukkannya untuk konservasi. Kerusakan pesisir Pantai Kenjeran dipicu oleh pencemaran yang berasal dari pembuangan limbah industri, rumah tangga, maupun sampah yang dibuang sembarangan disekitar pantai. Pembuangan limbah cair misalnya dari industri berdampak pada matinya organisme didalam air apabila parah dapat menyebabkan dekomposisi anaerobik. Sampah yang banyak menimbulkan permukaan pantai tertutup sehingga menutupi penetrasi matahari dan mempersulit proses pengambilan oksigen yang berguna dalam proses fotosintesa oleh klorofil. 

Secara garis besar gejala kerusakan lingkungan yang mengancam kelestarian sumberdaya pesisir dan lautan di pesisir Pantai Kenjeran yaitu : pencemaran, degradasi fisik habitat, over eksploitasi sumberdaya alam. Sumber  pencemaran perairan pesisir Pantai Kenjeran terdiri dari limbah industri, limbah cair pemukinan (sewage), limbah cair perkotaan (urban stormwater), pelayaran (shipping), pertanian, dan perikanan budidaya.  Bahan pencemar utama yang terkandung dalam buangan limbah tersebut berupa: sediment, unsure hara (nutriens), logam beracun (toxic metals), pestisida, organisme eksotik, organisme pathogen, sampah dan oxygen depleting substances (bahan-bahan yang menyebabkan oksigen yang terlarut dalam air laut berkurang). Permasalahan yang dihadapi dalam pengelolaan wilayah pesisir, khususnya di Pantai Kenjeran yaitu Pemanfaatan ganda, pemanfaatan tak seimbang, pengaruh kegiatan manusia, dan pencemaran wilayah pesisir.

Dengan kondisi kenjeran yang demikian, Ironisnya RTRW Kota Surabaya menetapkan kenjeran  menjadi areal pertumbuhan perekonomian sector wisata dengan obyek wisata bahari. Padahal jika meninjau dari tingkat pencemaran, banyak parameter pencemaran yang tidak sesuai denan baku mutu air laut untuk wilayah pariwisata. Misalnya saja kolirform yang jauh melebihi ambang batas (ambang batas adalah 1000jpt/100 ml, namun kenjeran mencapai 2,4 x 104), dengan status wisata bahari yang berarti menggunakan perairan laut untuk banyak aktifitas manusia seperti 

renang, kano, dan lain sebagainya, keberadaan total koliform yang begitu tinggi ini dapat mengakibatkan gangguan kesehatan yang serius terhadap masayrakat.

Limbah yang dihasilkan oleh kegiatan perkotaan di Indonesia sebagian besar tanpa melalui proses pengolahan sebelum dibuang langsung ke saluran pematusan. Sehingga sungai sebagai saluran pembuangan terakhir menuju ke laut memiliki beban yang berat, selain sebagai saluran pembuangan kegiatan perkotaan juga menjadi saluran yang membawa sedimentasi dari daerah hilir. Terlebih di wilayah muara sungai (estuari), dimana hampir seluruh limbah perkotaan dan sedimentasi yang dibawa aliran sungai mengendap dan mengumpul di wilayah ini. Besarnya limbah domestik di sungai perkotaan yang dihasilkan oleh rumah tangga, dengan ciri utama berupa tingginya nilai BOD, COD, dan TSS yang disebabkan oleh keberadaan kandungan bahan organik yang berkisar antara 50 -- 75 %, sedang sisanya berasal dari kegiatan industri (Mukhtasor, 2007 : 122). Volume limbah yang begitu besar tanpa melalui proses pengolahan terlebih dahulu akan menimbulkan dampak/pengaruh yang buruk terhadap badan sungai dan muara sungai, dan tentunya keberadaan perairan laut yang menjadi tempat pembuangan akhir.

Menurut Keputusan Menteri Lingkungan Hidup (Kepmen LH) nomor 112 Tahun 2013 tentang baku mutu air limbah domestik,air limbah domestik adalah air limbah yang berasal dari usaha dan atau kegiatan permukiman (real estate), rumah makan (restaurant), perkantoran, apartemen, dan asrama. Sementara itu, air limbah domestik merupakan penyebab terbesar pencemaran dan kerusakan pesisir di Indonesia. Kondisi demikian juga terjadi di pesisir Pantai Kenjeran, Kota Surabaya. Akibat pencemaran limbah domestik, kualitas perairan di Pantai Kenjeran, Kota Surabaya telah melampui baku mutu yang ditetapkan. Kondisi ini mengindikasikan adanya pencemaran lingkungan sehingga dapat berakibat negatif bagi kesehatan masyarakat sekitar.

Salah satu cara untuk mengolah limbah domestik adalah dengan sistem wetland. Sistem wetland adalah sistem yang termasuk pengolahan alami, dimana terjadi aktivitas pengolahan sedimentasi, filtrasi, transfer gas, adsorpsi, pengolahan kimiawi dan biologis karena aktivitas mikroorganisme dalam tanah dan aktivitas tanaman (Tchobanoglous, 1993). Menurut Tangahu & Warmadewanthi (2001), sistem aliran bawah permukaan (Sub-Surface Flow Constructed Wetland) lebih dianjurkan dikarenakan sistem ini dapat mengolah berbagai jenis limbah dengan efisiensi pengolahan tinggi (80 %), serta ekonomis dari segi biaya. Jarak Pagar adalah salah satu jenis tanaman semak yang tumbuh di daerah tropis. Tanaman yang dapat diperbanyak secara biji ataupun stek ini merupakan jenis tanaman adaptif yang dapat tumbuh dilingkungan dengan kondisi beragam. Selama ini Jarak Pagar dikenal sebagai sumber energi nabati karena bijinya yang banyak mengandung minyak. Sementara itu, menurut Mangkoediharjo dan Samudro (2010), Jarak Pagar adalah salah satu jenis tanaman yang dapat difungsikan sebagai fitoteknologi untuk meremediasi lingkungan yang tercemar dengan efisiensi tinggi. Karenanya, penggunaan Jarak Pagar sebagai fitoteknologi dalam sistem subsurface constructed wetland akan memberikan keuntungan ganda. Selain mampu menyisihkan polutan, sistem ini juga akan menjadi media pertumbuhan Jarak Pagar yang baik sehingga secara tidak langsung turut mendorong pengembangan energi alternatif di Indonesia. 

Rumusan Masalah

Permasalahan yang akan dibahas pada penelitian ini adalah :

  • Berapakah presentase penyisihan COD dan TSS pada wilayah pesisir Pantai Kenjeran, Kota Surabaya yang tercemar limbah domestik oleh tumbuhan Jatropha curcas L. atau Jarak Pagar?
  • Berapakah variasi komposisi tumbuhan terbaik dari Jatropha curcas L. atau Jarak Pagar untuk fitoremediasi pesisir yang tercemar limbah domestic di wilayah Pantai Kenjeran Kota Surabaya?

Batasan Masalah

Batasan masalah pada penelitian ini adalah :

  • Sampel yang digunakan adalah sampel air dari outlet saluran limbah domestic yang langsung dibuang ke wilayah pesisir Pantai Kenjeran, Kota Surabaya
  • Limbah yang digunakan adalah limbah domestic yang berasal dari pemukiman warga sekitar pesisir Pantai Kenjeran, Kota Surabaya.
  • Konsesntrasi awal limbah domestic yang digunakan adalah konsentrasi COD (638 mg/L O2), TSS (265 mg/L O2), ph (6,7), dan suhu (29O).
  • . Jenis tumbuhan yang digunakan sebagai fitoremediasi adalah tumbuhan Jatropha curcas L. atau Jarak Pagar yang ada di Indonesia.
  • Variabel yang digunakan adalah variasi debit dan jarak penanamanan. Variasi yang digunakan adalah varia debit 8, 12, dan 16 ml/menit untuk mengetahui pengaruh debit. Untuk variasi jarak penanaman 10, 15, dan 20 cm untuk melihat pengaruh jarak
  • Metode yang digunakan adalah sistem Subsurface Constructed Wetland.
  •  Parameter yang digunakan dalam penelitian ini adalah parameter COD dan TSS.
  • Penelitian dilakukan dengan pengumpulan data sekunder yang ada

Tujuan, 

Tujuan dari penelitian ini adalah :

  •  Menentukan kemampuan tumbuhan Jatropha curcas L. atau Jarak Pagar dalam meremediasi pencemaran limbah domestik di wilayah pesisir Pantai Kenjeran, Kota Surabaya.
  • Menentukan variasi komposisi tumbuhan terbaik dari Jatropha curcas L. atau Jarak Pagar untuk fitoremediasi pesisir yang tercemar limbah domestic di wilayah Pantai Kenjeran Kota Surabaya.

  • Manfaat

    Manfaat dari penelitian ini adalah :

    • Memberikan alternatif pemecahan masalah terhadap kasus pencemararan limbah domestic wilayah pesisir Pantai Kenjeran, Kota Surabaya dengan menggunakan metode fitoremediasi tumbuhan Jatropha curcas L. atau Jarak Pagar.
    • Sebagai referensi untuk penelitian lain yang berkaitan dengan penyisihan TSS dan COD pada wilayah pesisir pantai dengan menggunakan Jatropha curcas L. atau Jarak Pagar

BAB II

Tinjauan Pustaka

Menurut US EPA (2003), pesisir merupakan garis area sempit dari sebuah wilayah daratan dimana berbatasan dengan badan air. Zona tersebut merupakan tanah terbuka dan menjadi tempat oleh pasang surut gelombang dan zona tinggi permukaan air suatu wilayah. Menurut Pickard dan Emery (1992), pesisir adalah pinggiran wilayah di tepi badan besar air, seperti samudra, laut, atau danau. Pesisir adalah pinggiran yang lebih luas yang secara geologis dimodifikasi oleh aksi dari tubuh air laut dari dulu hingga sekarang. Sedangkan menurut Shalowitz (1964), pesisir adalah suatu lingkup wilayah yang permukaannya secara fisik merupakan pertemuan antara air laut dan daratan. Regulasi di Indonesia yang menyebutkan pengertian pesisir terdapat pada Undang-Undang (UU) Nomor 27 tahun 2007. Menurut UU No. 27 Tahun 2007, pesisir merupakan daerah peralihan antara ekosistem darat dan laut yang dipengaruhi oleh perubahan di wilayah darat dan laut. Batas daratan yang dimaksud yaitu sampai dengan daratan yang tidak terkena air laut. Pesisir merupakan daerah yang meliputi pantai dan perluasannya ke arah darat sampai batas pengaruh laut. Jadi dalam konteks ini, pantai termasuk dalam pesisir. Pantai adalah bagian dari pesisir yang tergenang pada waktu air laut pasang, lalu kering pada waktu air laut surut.

bahwa pesisir meliputi pertemuan wilayah daratan dan perairan yang dibatasi oleh garis pasang surut gelombang air laut imajiner. Pesisir juga meliputi daerah jurang atau cekungan daratan yang wilayahnya menjorok ke laut atau sebaliknya. Secara terminologi, pesisir dapat diartikan sebagai suatu daerah pertemuan antara daratan dengan lautan. Pada bagian darat bisa meliputi area yang kering maupun yang terendam dengan air. Pesisir merupakan wilayah daratan yang masih dipengaruhi oleh sifat laut seperti pasang surut air laut, angin laut, maupun rembesan yang berada dari air laut. Sedangkan untuk pesisir wilayah lautan sendiri yaitu area yang masih menjadi bagian daratan berupa wilayah sedimentasi, aliran air tawar atau air payau. Pesisir mencakup tebing pantai, bukit pasir, dan daratan pantai yang membentuk sebuah tepi pulau. Para ahli mengklasfikasikannya dalam beberapa jenis pesisir.

Ada beberapa pendapat tentang pembagian jenis atau tipe pesisir. Menurut Batistaa dkk. (2019), pesisir dibagi menjadi 3 tipe yaitu pesisir dengan pantai alami berpasir dengan vegetasi jauh dari pinggir laut yang terdapat pada Gambar 2.2 (a). Selanjutnya tipe pantai dengan tumbuhan dekat lagoon pada Gambar 2.2 (b). Tipe pantai ketiga adalah tipe pantai dengan hutan mangrove alami yang langsung bersinggungan dengan air laut yang terdapat pada Gambar 2.2 (c). Gambar 2.2 menjelaskan berbagai tipe pesisir menurut Batistaa dkk. (2019). Pada Gambar 2.2 (a) dijelaskan bahwa tipe pantai ini memiliki pasir yang jaraknya jauh dengan vegetasi alami, misal seperti hutan mangrove. Pada Gambar 2.2 (b) dijelaskan bahwa tipe ini merupakan pantai berpasir yang agak berdekatan dengan badan air tawar yang secara alami ditumbuhi oleh mangrove. Sedangkan pada Gambar 2.2 (c) digambarkan bahwa tipe pantai ini air lautnya bersinggungan langsung dengan hutan mangrove alami.

Menurut Augustyn dkk. (2020) tipe pesisir dibagi berdasarkan berikut ini:

Estuaria yaitu pesisir yang terjadi karena tanah berpermukaan tinggi yang berbatasan dengan perairan mengalami pemerosotan. Menurut McLusky dan Elliott (2004), estuaria yaitu zona peralihan (zona transisi) antara lingkungan sungai dengan lingkungan laut dipengaruhi oleh karakter sungai yang membentuknya (misalnya banyaknya air tawar dan sedimen yang dibawanya), maupun oleh karakter lautan di sisi yang lain (misalnya pasang surut, pola gelombang, kadar garam, serta arus laut). Masuknya air tawar maupun air laut ke estuaria merupakan faktor yang meningkatkan kesuburan perairan, dan menjadikan estuaria sebagai salah satu habitat alami yang paling produktif di dunia. Menurut Brotowidjoyo (1995), ekosistem estuaria memiliki salinitas yang tidak konstan. Salah satu penyebabnya adalah dikarenakan adanya percampuran air tawar yang terbawa arus sungai dan aliran air dari pasang surut air laut. Hal ini membuat ekosistem estuaria bersifat unik, selain dari segi tingkat salinitasnya juga dapat dilihat dari segi organisme yang hidup menempatinya. Jenis organisme yang menempati ekosistem estuaria merupakan percampuran dari organisme perairan tawar dan perairan laut sehingga memiliki adaptasi khusus terhadap lingkungannya

Delta yaitu pesisir yang berupa endapan lumpur, pasir, dan kerikil di muara sungai. Delta adalah endapan di muara sungai yang terletak di lautan terbuka, pantai, danau, sebagai akibat dari berkurangnya laju aliran air saat memasuki laut. Menurut Coleman dan Prior (1982), delta merupakan suatu pengendapan yang terbentuk karena akibat adanya aktivitas atau kegiatan  sungai dan muara sungai. Dimana aktivitas ini berakibat pada munculnya endapan sedimentasi yang menghasilkan progradasi yang tidak teratur dan hal ini terjadi pada garis pantai. Menurut Elliot (1986), delta adalah suatu  bagian dari pantai yang lebih menjorok kelaut. Dimana pada bagian ini terbentuk dari adanya sebuah endapan sedimentasi sungai yang memasuki danau, laguna, laut dan juga  sedimentasi ini mempunyai  volume yang besar dari kemampuan pendistribusian itu kembali. Sedangkan menurut Boggs (1995), pengertian delta adalah suatu endapan yang dibentuk oleh adanya proses sedimentasi fluvial yang  memasuki kawasan air yang tenang.

Berikut merupakan penjelasan dari Gambar 2.6 di atas:

a. Delta Plain

Kawasan delta yang satu ini merupakan daerah yang lebih dekat dengan kawasan daratan. Kawasan ini sendiri merupakan kawasan dari delta yang lebih didominasi oleh endapan dan sedimen yang berasal dari daratan ketimbang dari lautan. Kawasan delta plain ini sendiri kemudian akan berubah menjadi kawasan rawa. Biasanya kawasan ini lebih di dominasi oleh butiran material yang lebih halus seperti serpih organik dan batubara. Kawasan delta plain ini sendiri pada kawasan distribusi aliran sungai tepat sebelum masuk ke dalam kawasan laut. Hal ini termasuk juga sampai daerah payau yang merupakan pertemuan awal air laut dan air sungai.

b. Delta Front

Kawasan delta yang satu ini merupakan salah satu kawasan delta yang cukup aktif terjadi pengendapan. Biasanya pengendapan yang ada di kawasan ini banyak di dominasi oleh pasir. Selain itu kawasan ini merupakan salah satu kawasan yang secara aktif bersinggungan langsung maupun tidak dengan aktifitas-aktifitas laut yang lain. Pembentukan delta front ini sendiri bisa dikatakan memiliki waktu yang cukup lama. Delta front akan kita temukan pada daerah dimana masuknya air sungai dengan air laut. Meskipun begitu yang harus di garis bawahi disini adalah delta front masih merupakan satu bagian dengan delta plain.

c. Prodelta

Kawasan prodelta ini merupakan kawasan paling terluar dari sebuah daratan pada delta. Kawasan ini hampir bisa dikatakan menjorok ke dalam kawasan laut.

Fyord yaitu pesisir yang berupa teluk sempit yang panjang dan dalam dengan tebing yang curam. Menurut KBBI, fyord adalah celah sempit yang jauh masuk ke darat (sering kali bercabang atau berbentuk u) di pantai daerah pegunungan yang curam dan berbatu. Fyord memiliki arti dalam bidang ilmu geografi dan geologi.

Sand dune atau gumuk pasir merupakan jenis pesisir berupa bukit-bukit pasir. Menurut Nicholes (1999), gumuk pasir atau sand dune merupakan sebuah bentukan alam karena proses angin. Angin yang membawa pasir akan membentuk gumuk pasir. Jenis ini merupakan pesisir dengan kemunculan bukit pasir di atas permukaan air laut. Gambar 3.8 di bawah ini merupakan gumuk pasir di Parangtritis, Yogyakarta.

Pendapat lain diungkapkan oleh Webber dan Thurman (1991) mengenai tipe pesisir. Para ahli ini mengatakan bahwa setiap pesisir pantai di berbagai daerah dunia terdapat jenis dan ciri khas tersendiri. Ada empat jenis pesisir pantai menurut bentuknya, yaitu sebagai berikut:

Pantai landai yaitu pantai yang memiliki ciri khas yang permukaannya relatif datar. Pantai jenis ini biasanya adalah hutan mangrove, pantai bukit pasir, pantai delta, dan pantai estuari.

Pantai curam yaitu pantai yang bergunung gunung. Pantai ini bisa terbentuk disebabkan peretakan yang memanjang sejajar pantai yang terkikis oleh ombak besar, sehingga menciptakan tebing tebing curam dan laut dalam.

Pantai bertebing yaitu pantai yang curam di muka tebing karena adanya pegunungan melintang agak lurus terhadap pantai.

Pantai karang yaitu pantai yang disepanjang dasar lautnya terdapat karang.

Tipe pesisir menurut pendapat dari Batistaa dkk. (2019), dibagi berdasarkan letak pantai terhadap vegetasinya. Menurut Augustyn dkk. (2020), membagi berdasarkan pembentukan serta bentuk dari pesisir. Sedangkan Webber dan Thurman (1991) membagi tipe pesisir berdasarkan bentuk dari pesisir itu sendiri. Seluruh dari jenis pesisir ini memiliki batas wilayahnya terhadap bentang alam lain. Wilayah pesisir adalah daerah pertemuan antara darat dan laut, dengan batas kearah darat meliputi bagian daratan, baik kering maupun terendam air yang masih mendapat pengaruh sifat-sifat laut seperti angin laut, pasang surut, perembesan air laut yang dicirikan oleh jenis vegetasi yang khas. Batas wilayah pesisir merupakan batas garis pantai yang ditarik dari daratan terdekat. Menurut Nybakken (1992), apabila ditinjau dari garis pantai (coastline), maka suatu wilayah pesisir memiliki dua macam batas (boundaries) yaitu batas yang sejajar garis pantai (long shore) dan batas yang tegak lurus terhadap garis pantai (cross shore). Belum ada ukuran baku mengenai batas ke arah darat dan ke arah laut dari wilayah pesisir. Namun berdasarkan ukuran yang telah diimplementasikan dalam pengelolaan wilayah pesisir di beberapa negara, dapat dirangkum sebagai berikut:

  • a. Batas wilayah pesisir ke arah darat pada umumnya adalah jarak dari rata-rata pasang tinggi (mean hight tide), dan batas ke arah laut umumnya adalah sesuai dengan batas jurisdiksi propinsi.

b. Untuk kepentingan pengelolan, batas ke arah darat dari suatu wilayah pesisir dapat ditetapkan sebanyak dua macam, yaitu batas untuk wilayah perencanaan (planning zone) dan batas untuk wilayah pengaturan (regulation zone) atau pengelolaan keseharian (day-to-day management). Wilayah perencanaan sebaiknya meliputi seluruh daerah daratan (hulu) apabila terdapat kegiatan manusia (pembangunan) yang dapat menimbulkan dampak secara nyata (significant) terhadap lingkungan dan sumberdaya pesisir. Oleh karena itu, batas wilayah pesisir ke arah darat utuk kepentingan perencanaan (planning zone) dapat sangat jauh ke arah hulu. Jika suatu program pegelolaan wilayah pesisir menetapkan dua batasan wilayah pengelolaannya (wilayah perencanaan dan wilayah pengaturan), maka wilayah perencanaan selalu lebih luas daripada wilayah pengaturan. Dalam pengelolaan wilayah sehari-hari, pemerintah (pihak pengelola) memilki kewenangan penuh untuk mengeluarkan atau menolak izin kegiatan pembangunan. Sementara itu, kewenangan semacam ini di luar batas wilayah pengaturan (regulation zone) sehingga menjadi tanggung jawab bersama antara instansi pengelolaan wilayah pesisir dalam regulation zone dengan instansi yang mengelola daerah hulu atau laut lepas. Kondisi ini akan menyebabkan terganggunya kelangsungan hidup biota yang ada di sekitarnya, seperti sumberdaya perikanan dan ekosistem pesisir dan laut (mangrove, padang lamun dan terumbu karang) dan pada akhirnya akan berdampak lebih luas terhadap penurunan pendapatan masyarakat pesisir yang menggantungkan hidupnya pada produktivitas hayati di wilayah pesisir dan laut (Saeni, 2008). Oleh karena itu, untuk melestarikan fungsi pesisir dan laut perlu dilakukan pengelolaan kualitas dan pengendalian pencemaran air laut secara holistik dan bijaksana dengan memperhatikan kepentingan generasi sekarang dan mendatang serta keseimbangan ekologis. Pemetaan adalah proses pengukuran, perhitungan, dan penggambaran permukaan bumi dengan menggunakan cara dan atau metode tertentu sehingga didapatkan hasil berupa softcopy maupun hardcopy yang membentuk kontur-kontur yang saling terhubung. Fungsi dari pemetaan yaitu untuk mengetahui dan menggambarkan lokasi suatu daerah yang diperoleh dari data yang telah diujikan dan digambarkan sesuai daerah aslinya (Utoyo, 2009).

Limbah Domestik pada Pesisir Pantai

                      Meningkatnya aktivitas yang berarti juga meningkatnya jumlah limbah yang di hasilkan. Limbah yang di hasilkan oleh aktivitas manusia per orangan maupun kelompok dan juga industri meliputi limbah udara, limbah padat, dan limbah cair (Sugiharto, 1987 dalam Dahuri dkk, 2001). Limbah-limbah cair yang dihasilkan oleh domestik ini biasanya mengandung beberapa parameter kimiawi seperti nitrat, nitrit, amonia, minyak dan lemak, dan deterjen. Pencemaran ini dapat menyebabkan berbagai dampak seperti perubahan struktur jaringan makanan, perubahan struktur komunitas perairan, efek fisiologi, tingkah laku, genetik, dan resistensi (Meittinen, 1977). Dari hal tersebut, akan mengakibatkan timbulnya masalah penurunan kualiatas air dan kesehatan bagi masyarakat seperti MCK (Mandi, Cuci, dan Kakus), serta keperluan untuk makan, sepeti yang dikatakan oleh Palar (2004).Wilayah pesisir yang merupakan sumber daya potensial di Indonesia, yang merupakan suatu wilayah peralihan antara daratan dan lautan. Sumber daya ini sangat besar yang didukung oleh adanya garis pantai sepanjang sekitar 81.000 km (Dahuri, 2004). Garis pantai yang panjang ini menyimpan potensi kekayaan sumber alam yang besar. Potensi itu diantaranya potensi hayati dan non hayati. Potensi hayati misalnya: perikanan, hutan mangrove, dan terumbu karang, sedangkan potensi nonhayati misalnya: mineral dan bahan tambang serta pariwisata. Jawa Timur memiliki panjang pantai sekitar 2.128 km dan di sepanjang pantainya kaya akan berbagai sumber daya alam, misalnya saja hutan bakau, padang lamun, migas dan sumber daya mineral. Kawasan pesisir dan laut Jawa Timur secara umum dapat dikelompokkan menjadi kawasan pesisir utara, pesisir timur dan pesisir selatan. Kota Tuban merupakan suatu kota yang berada di kawasan pesisir utara dan pesisir timur di Jawa Timur, dengan panjang pantai mencapai 65 km. Kawasan pesisir utara dan pesisir timur merupakan pusat perekonomian dan persebaran penduduk di Jawa Timur, sehingga terjadinya potensi akan kerusakan lingkungan juga akan lebih tinggi dibanding dengan kawasan pesisir selatan. Perairan pesisir timur termasuk perairan yang tercemar berat oleh limbah domestik, limbah industri, dan limbah pertanian termasuk limbah tambak (Siagian, 2008). Laut merupakan tempat bermuaranya aliran sungai-sungai yang membawa berbagai macam bahan pencemar yang berasal dari daratan. Laut juga merupakan tempat pembuangan langsung oleh kegiatan manusia atau industri dengan cara yang murah. Oleh karena itu, di laut akan mudah dijumpai berbagai jenis bahan pencemar yang berasal dari industri (Siahainenia, 2001). Pencemaran atas laut atau Marine Pollution merupakan salah satu masalah yang mengancam bumi saat ini, Pencemaran atas laut terus dibicarakan dalam konteks perbaikan lingkungan hidup internasional. Perlindungan laut terhadap pencemaran adalah merupakan upaya melestarikan warisan alam. Melestarikan warisan alam adalah memberikan prioritas pada nilai selain ekonomis : nilai keindahan alam, nilai penghormatan akan apa yang ada yang tidak diciptakan sendiri, dan lebih dari itu, nilai dari kehidupan itu sendiri, sebuah fenomena yang bahkan sekarang ini dengan kemampuan akal budi manusia tidak mampu dijelaskan (George, 1995). Dilihat dari karakteristik limbah cair di Jawa Timur, diketahui volume limbah cair yang tertinggi berasal dari sumber limbah domestik sekitar 84,4% dari total volume sumber dan beban limbah BOD COD yang tertinggi berasal dari sumber domestik yaitu 63% dibandingkan dengan sumber lainnya (Wijaya,2004). Secara historis air limbah domestik memberi pengaruh yang sangat merugikan bagi manusia dan lingkungannya, baik yang berkaitan dengan masalah kesehatan maupun yang berkaitan dengan masalah estetika. Bahan berbahaya yang ada di dalam air domestik bisa saja terbawa oleh aliran sungai, danau, pantai, atau laut yang mengakibatkan pencemaran pada badan air tersebut.

Teknik Fitoremediasi

Fitoremediasi berasal dari bahasa Yunani kata phyton yang berarti tumbuhan dan remedium artinya untuk memperbaiki. Ini didefinisikan sebagai apa saja metode perbaikan yang menggunakan tumbuhan untuk mengurangi konsentrasi polutan dan menghilangkan, menurunkan atau ekstrak bahan beracun yang terkontaminasi lingkungan hidup. Fitoremediasi merupakan penggunaan tumbuhan untuk memulihkan lokasi yang terkontaminasi oleh polutan organik dan anorganik. Lalu teknologi yang terlibat dalam mengekstraksi polutan yang dibuang untuk tujuan komersial, adalah industri yang berkembang pesat dengan pasar bernilai jutaan dolar. Teknologi hijau yang digerakkan oleh matahari ini sering lebih disukai daripada metode pembersihan yang lebih konvensional karena biayanya yang rendah, dampak rendah, dan penerimaan publik yang lebih luas (Dayang, 2017).

Menurut Ratnawati (2018), penurunan konsentrasi diakibatkan oleh perpindahan pencemar secara difusi dan osmosis dimana masa zat pada media dengan konsentrasi yang tinggi (tanah) akan berpindah ke media dengan konsentrasi yang rendah (tanaman). Mekanisme dari fitoremediasi diawali dari proses stabilisasi pencemar pada akar hingga degradasi pada daun.

Tumbuhan dalam meremediasi pencemar melakukan mekanisme untuk mendegradasinya. Mekanisme fitoremediasi dilakukan oleh tumbuhan dengan diambilnya pencemar dari tanah oleh akar.

fitoremediasi dilakukan pada akar dan daun. Mekanismenya antara lain:

a. Phytostabilization

Fitostabilisasi adalah suatu proses yang dilakukan tumbuhan untuk mentransformasi polutan di dalam tanah menjadi senyawa non toksik tanpa menyerap terlebih dahulu polutan tersebut ke dalam tumbuhan.

b. Phytodegradation

Fitodegradasi merupakan proses yang dilakukan oleh tumbuhan untuk menguraikan zat kontaminan yang mempunyai rantai molekul yang kompleks menjadi bahan yang tidak berbahaya dengan bantuan enzim.

c. Phytoextraction

Fitoekstraksi merupakan suatu proses dimana tumbuhan menarik zat kontaminan dari media yang tercemar sehingga terakumulasi di sekitar akar tumbuhan lalu terselurkan ke bagian tumbuhan lain.

d. Phytostimulation

Fitostimulasi merupakan suatu proses dimana tumbuhan menstimulasi mikroba untuk mengubah pencemar menjadi non toksik.

e Phytovolatilization

Fitovolatilisasi merupakan suatu proses dimana tumbuhan mengubah pencemar menjadi bahan volatile yang aman bagi lingkungan.

Menurut US EPA (1999), proses fitoremediasi secara umum dibedakan berdasarkan mekanisme fungsi dan struktur tumbuhan. Secara umum klasifikasi proses fitoremediasi adalah sebagai berikut:

a. Fitostabilisasi

Akar tumbuhan melakukan imobilisasi polutan  dengan cara mengakumulasi, mengadsorpsi pada permukaan akar dan mengendapkan presipitat polutan dalam zona akar. Proses ini secara tipikal digunakan untuk dekontaminasi zat-zat anorganik yang terkandung minyak yaitu sulfur, nitrogen, dan beberapa logam berat (sekitar 2 %-50 % kandungan minyak)

b. Fitoekstraksi

 Fitorekstraksi tumbuhan menyerap polutan dan selanjutnya ditranslokasi ke dalam organ tumbuhan. Proses ini adalah cocok digunakan untuk dekontaminasi zat-zat anorganik seperti pada proses fitostabilisasi.

c. Rizofiltrasi

Rizofiltrasi yaitu akar tumbuhan mengadsorpsi atau presipitasi pada zone akar atau mengabsorpsi larutan polutan sekitar akar ke dalam akar. Proses ini digunakan untuk bahan larutan yang mengandung bahan organik maupun anorganik.

d. Fitodegradasi/fitotransformasi

Fitodegradasi yaitu organ tumbuhan menguraikan polutan yang diserap melalui proses metabolisme tumbuhan atau secara enzimatik.

e. Rizodegradasi

Rizodegradasi yaitu polutan diuraikan oleh mikroba dalam tanah, yang diperkuat/sinergis oleh ragi, fungi, dan zat -zat keluaran akar tumbuhan (eksudat) yaitu gula, alkohol, asam. Eksudat itu merupakan makanan mikroba yang menguraikan polutan maupun biota tanah lainnya. Proses ini adalah tepat untuk dekontaminasi zat organik.

f. Fitovolatilisasi

Fitovolatilisasi yaitu penyerapan polutan oleh tumbuhan dan dikeluarkan dalam bentuk uap cair ke atmosfer. Kontaminan bisa mengalami transformasi sebelum lepas ke atmosfer.

Polutan organik sebagian besar didegradasi pada mekanisme rizodegradasi dan fitodegradasi. Menurut Titiresmi dan Handayani (2012) mekanisme rizodegradasi membutuhkan mikroorganisme dalam melakukan degradasi pada pencemar khususnya polutan minyak bumi. Menurut Thontowi (2005), bakteri pembantu proses rizodegradasi yaitu Marinobacter, Oceanobacter, Alcanivorax, Thalassospira, Stappia, Bacillus, Novospingobium, Pseudomonas, Spingobium, dan Rhodobacter. Bakteri ini mampu meremediasi polutan minyak bumi menjadi senyawa non-toksik dengan memecah rantai karbonnya. Sedangkan mekanisme fitodegradasi membutuhkan enzim tertentu dalam mendegradasi pencemar organik misalnya polutan minyak bumi atau petroleum hidrokarbon. Enzim dalam proses fitodegradasi yaitu enzim dehalogenase dan oksigenase. Fitoremediasi merupakan metode ramah lingkungan untuk meremediasi pencemaran minyak bumi. Metode ini memiliki kelebihan dan kekurangan pada penerapannya. Metode fitoremediasi memiliki kelebihan dan kekurangan sebagai metode dalam mendegradasi polutan.

Kelebihan dan kekurangan metode fitoremediasi dijelaskan pada Tabel 3.4 dibawah ini.

Tabel 2.1.  Kelebihan dan Kekurangan Metode Fitoremediasi

Keuntungan

Kekurangan

Biaya operasi dan pengadaan murah

Waktu yang dibutuhkan untuk meremediasi lama

Remediasi secara ekonomi lebih menguntungkan jika dibandingkan dengana metode lain

Hiperakumulasi cenderung lebih lambat jika dibandingkan dengan operasi yang sebenarnya

Solusi remediasi tetap atau permanent

Tidak dapat mereduksi pencemar 100%

Potensi untuk meremediasi berbagai kontaminan dalam satu tempat pencemaran

Kontaminan yang mengandung pencemar yang tinggi menjadikan tumbuhan toksik

Tumbuhan dapat digunakan untuk dimafaatkan dalam keperluan lain

Terbatas untuk tempat dengan konsentrasi pencemar rendah

Cocok untuk memberi mineral pada bahan organik

Fitoremediasi hanya dapat dijangkau pada jangkauan tumbuhan

Aman bagi lingkungan

Tanaman harus dapat tumbuh di tempat pencemar

Sumber: Laghimi dkk. (2015)

Menurut Oh dkk. (2014), proses fitoremediasi bergantung pada kemampuan tumbuhan mengambil dan/ atau memetabolisme polutan menjadi zat yang kurang beracun. Penyerapan, akumulasi dan degradasi kontaminan bervariasi dari tanaman ke tanaman. Tanaman digunakan dalam fitoremediasi umumnya dipilih berdasarkan tingkat pertumbuhan dan biomassa, kemampuannya untuk menoleransi dan menumpuk kontaminan, kedalaman zona akar, dan potensi mereka untuk mengambil air tanah. Sedangkan menurut Obinna and Ebere (2019), fitoremediasi dapat didefinisikan sebagai penggunaan yang efisien tanaman untuk menghilangkan, mendetoksifikasi atau melumpuhkan kontaminan lingkungan dalam matriks pertumbuhan (tanah, air, dan sedimen) melalui aktivitas dan proses biologis alami, kimia atau fisik tanaman. Fitoremediasi adalah metode yang ramah lingkungan dan tidak mahal dengan menggunakan tanaman untuk membersihkan media yang terkontaminasi. Prosesnya melibatkan polutan pengumpul tanaman oleh akar dan dapat terurai menjadi kurang bentuk berbahaya atau menumpuk di jaringan. Menurut Siahaan dkk. (2014), jenis tanaman untuk fitoremediasi harus tepat dalam meremediasi pencemar. Menurut Serang dkk. (2018), tumbuhan yang mampu mengakumulasi pencemar dalam konsentrasi yang tinggi disebut sebagai hiperakumulator. Beberapa tumbuhan air yang seringkali menjadi gulma telah banyak dimanfaatkan dalam remediasi pencemaran logam berat dalam lingkungan perairan.

Menurut Sharma dkk. (2019), tumbuhan dapat digunakan untuk memisahkan atau mendetoksifikasi berbagai jenis kontaminan yang terdapat di lingkungan. Fitoremediasi dapat dilakukan di wilayah pesisir yang berada diantara perairan dan daratan. Fitoremediasi di pesisir menggunakan tumbuhan mangrove karena menurut Harnani dan Titah (2017), mangrove merupakan tumbuhan yang kuat akan salinitas tinggi seperti air laut. Selain itu mampu meremediasi pencemar yang dalam kasus ini merupakan polutan minyak bumi. Fitoremediasi menggunakan mangrove dipilih karena termasuk mudah, murah, dan memiliki keuntungan lebih dalam berbagai aspek seperti penanggulangan abrasi dan erosi (Muddarisna dan Krisnayanti, 2015). Berbagai jenis mangrove dapat digunakan untuk meremediasi tergantung jenis yang tepat untuk di tumbuhbiakkan di wilayah pesisir (Muzaki dkk., 2012).

  •  Subsurface Constructed Wetland

Penemuan pertama menggunakan tumbuhan di wetland dibangun untuk pengolahan air limbah dan diperkenalkan oleh Kthe Seidel di Jerman pada awal 1950-an, dengan metode yang dikenal sekarang sebagai aliran sub-permukaan horisontal. Reinhold Kickuth, penelitian lebih lanjut pada tahun-tahun berikutnya. Kedua penemu memperbaiki sistem ini dan mulai diperkenalkan secara luas (Vymazal, 2005). Walaupun potensi penerapan teknologi lahan basah di negara berkembang sangat besar, tingkat adopsi teknologi lahan basah untuk pengolahan air limbah di negara-negara berjalan lambat. Telah diidentifikasi bahwa keterbatasan teknologi penerapan Constructed Wetland untuk pengolahan air limbah di negara berkembang adalah karena fakta bahwa mereka memiliki pengetahuan dan pengalaman terbatas dengan desain dan manajemen Constructed Wetland (UN HABITAT, 2008). Wetland adalah area transisi antara tanah dan air. Wetland atau lahan basah meliputi berbagai lingkungan basah, termasuk rawa-rawa, padang rumput basah, lahan basah di daerah pasang surut, dataran banjir, dan lahan di tepi saluran sungai. Lahan basah biasanya merupakan cekungan dangkal penuh dengan semacam substrat, biasanya tanah atau kerikil, dan ditanami dengan vegetasi yang memliki tingkat jenuh tinggi. Air mengalir di atas permukaan atau melalui substrat, dan dibuang di ujung lain melalui bendungan atau struktur lain yang mengontrol kedalaman air di lahan basah. Dalam pengaturan komponen ini, air yang diolah perlu mengalir di aliran rendah. Air merupakan salah satu bagian yang paling utama dari proses tersebut, sehingga sangat penting untuk menjaga tingkat air seperti yang direncanakan dengan pertimbangan mungkin mengubah faktor kekeringan tersebut, dan curah hujan (UN HABITAT, 2008).

Aliran Air Permukaan Bebas atau Surface Flow (SF)

Surface Flow adalah keadaan dimana ketinggian air berada di atas permukaan tanah; terdapat vegetasi berakar dan di atas permukaan air terutama di atas tanah. Dari bentuk hidupnya, tanaman macrophytes mendominasi, sistem Surface Flow ini dapat dilakukan dengan menerapkannya secara spontan dan menggunnakan tanaman yang terendam.

Sub-Surface Flow

Sub-Surface Flow adalah sistem dimana tingkat air berada di bawah permukaan tanah; air mengalir pada lapisan tanah atau kerikil, dan akar tanaman menembus hingga di bawah lapisan tanah.

Terdapat empat metode sesuai dengan bagaimana air dapat menembus lapisan dalam tanah, yaitu:

  • Aliran Horizontal atau Horizontal Flow (HF)

Air limbah ditampung di dalam inlet dan mengalir perlahan melalui substrat berpori di bawah permukaan lapisan pada jalur horisontal sampai mencapai zona outlet. HF pada lahan basah dapat secara efektif menghilangkan polutan organik (TSS, BOD5 dan COD) dari air limbah. Hal tersebut disebabkan oleh transfer oksigen yang terbatas di dalam lahan basah, sehingga penghapusan nutrisi menjadi (terutama nitrogen) terbatas pula (UN HABITAT, 2008).

  • Aliran Vertikal atau Vertical Flow (VF)

VF pada lahan basah ditampung beberapa waktu di sekumpulan permukaan banjir yang besar. Cairan tersebut secara bertahap mengalir turun melalui lapisan tanah dan dikumpulkan oleh jaringan drainase di dasar. Air mengalir dengan bebas di laisan tanah dan memungkinkan udara untuk mengisi lapisan tanah tersebut. Dengan pembebanan intermiten, sistem ini memperoleh manfaat seperti: lebih besar kapasitas transfer oksigen sehingga nitrifikasi yang baik; hanya memerlukan ruang yang lebih kecil daripada sistem HF, dan efisien menghapus BOD5, COD dan patogen (UN HABITAT, 2008).

  • Constructed Wetland Kombinasi atau Hybrid

Untuk mengatasi kelemahan pada kedua sistem sebelumnya, sistem Hybrid merupakan solusi yang lebih baik, yaitu dengan menggabungkan kedua metode sebelumnya (HF dan VF) secara berurutan (UN HABITAT, 2008).

  • Tanah Basah Mengapung atau Floating Island Wetland

Metode ini untuk tanaman yang mengambang bebas, substrat sebagian besar adalah media ruang mengambang di mana tanaman tumbuh. Pengolahan Floating Wetland berbeda dari pengolahan lahan basah secara konvensional, dimana mikroba dan tumbuhan tumbuh di dalam platform mengambang, dan akar tumbuhan memanjang ke dalam air untuk mengambil nutrisi hidroponik. Sebaliknya, akar tanaman pada metode konvensional tumbuh ke dalam tanah dan tidak bersentuhan langsung dengan air yang kaya nutrisi. Akar dari tanaman yan mengambang juga menyediakan area tambahan untuk mendukung pertumbuhan mikroba (Stewart, et al., 2008).

  • Tanaman Jarak Pagar (Jatropha curcas)

 

        Daerah pantai pada umumnya merupakan kawasan pasir dengan ciri porositas tanah tinggi, iklim kering yang sangat ekstrim, sifat fisik dan kimia tanahnya kurang mendukung, miskin unsur hara, kecepatan anginnya sangat tinggi dan faktor-faktor lainnya yang kurang bersahabat sehingga kawasan pantai kurang cocok untuk dikembangkan menjadi kawasan pertanian1). Akibatnya hanya beberapa tanaman yang dapat bertahan hidup, diantaranya adalah tanaman jarak pagar (Jatropha curcas L.). Tanaman jarak pagar merupakan tanaman yang mampu hidup di daerah tropis yang kering dengan curah hujan tahunan antara 300-1000 mm. Tanaman yang dapat diperbanyak secara biji ataupun stek ini merupakan jenis tanaman adaptif yang dapat tumbuh dilingkungan dengan kondisi beragam. Selama ini Jarak Pagar dikenal sebagai sumber energi nabati karena bijinya yang banyak mengandung minyak. Sementara itu, menurut Mangkoediharjo dan Samudro (2010), Jarak Pagar adalah salah satu jenis tanaman yang dapat difungsikan sebagai fitoteknologi untuk meremediasi lingkungan yang tercemar dengan efisiensi tinggi. Karenanya, penggunaan Jarak Pagar sebagai fitoteknologi dalam sistem subsurface constructed wetland akan memberikan keuntungan ganda. Selain mampu menyisihkan polutan, sistem ini juga akan menjadi media pertumbuhan Jarak Pagar yang baik.

Kecamatan Bulak termasuk wilayah geografis Kota Surabaya yang merupakan bagian dari wilayah Surabaya utara, dengan ketinggian 4 -- 12 meter diatas permukaan laut dan memiliki 4 kelurahan (kel. Kedung Cowek, kel. Bulak, kel. Kenjeran dan kel. Sukolilo). Kecamatan ini terdapat kawasan pesisir, yaitu Pantai Kenjeran. Tidak hanya potensi wisata, tetapi juga potensi ekonomi dan ekologis. Batas dari wilayah kecamatan bulak adalah :

  • Sebelah Utara : Kecamatan Kenjeran
  • Sebelah Timur : Selat Madura
  • Sebelah Selatan : Kecamatan Mulyorejo
  • Sebelah Barat : Kecamatan Tambaksari

Analisa Kondisi Eksisting

Kerusakan pesisir Pantai Kenjeran dipicu oleh pencemaran yang berasal dari pembuangan limbah industri, rumah tangga, maupun sampah yang dibuang sembarangan disekitar pantai. Pembuangan limbah cair misalnya dari industri berdampak pada matinya organisme didalam air apabila parah dapat menyebabkan dekomposisi anaerobik. Sampah yang banyak menimbulkan permukaan pantai tertutup sehingga menutupi penetrasi matahari dan mempersulit proses pengambilan oksigen yang berguna dalam proses fotosintesa oleh klorofil.  Setiap pemanfaatan sumberdaya wilayah pesisir dapat menyebabkan terjadinya perubahan ekosistem dengan skala tertentu.  Pemanfaatan dengan tidak mempertimbangkan prinsip-prinsip ekologi dapat menurunkan mutu lingkungan dan berlanjut dengan terjadinya kerusakan ekosistem wilayah pesisir yang bersangkutan.  Dengan demikian masalah utama dalam pengelolaan dan pengembangan sumberdaya wilayah pesisir adalah pemanfaatan ganda daripada sumberdaya tanpa adanya koordinasi.  

Secara garis besar gejala kerusakan lingkungan yang mengancam kelestarian sumberdaya pesisir dan lautan di pesisir Pantai Kenjeran yaitu : pencemaran, degradasi fisik habitat, over eksploitasi sumberdaya alam. Sumber  pencemaran perairan pesisir Pantai Kenjeran terdiri dari limbah industri, limbah cair pemukinan (sewage), limbah cair perkotaan (urban stormwater), pelayaran (shipping), pertanian, dan perikanan budidaya.  Bahan pencemar utama yang terkandung dalam buangan limbah tersebut berupa: sediment, unsure hara (nutriens), logam beracun (toxic metals), pestisida, organisme eksotik, organisme pathogen, sampah dan oxygen depleting substances (bahan-bahan yang menyebabkan oksigen yang terlarut dalam air laut berkurang). Permasalahan yang dihadapi dalam pengelolaan wilayah pesisir, khususnya di Pantai Kenjeran yaitu Pemanfaatan ganda, pemanfaatan tak seimbang, pengaruh kegiatan manusia, dan pencemaran wilayah pesisir. Dengan kondisi kenjeran yang demikian, Ironisnya RTRW Kota Surabaya menetapkan kenjeran  menjadi areal pertumbuhan perekonomian sector wisata dengan obyek wisata bahari. Padahal jika meninjau dari tingkat pencemaran, banyak parameter pencemaran yang tidak sesuai denan baku mutu air laut untuk wilayah pariwisata. Misalnya saja kolirform yang jauh melebihi ambang batas (ambang batas adalah 1000jpt/100 ml, namun kenjeran mencapai 2,4 x 104), dengan status wisata bahari yan berarti menggunakan perairan laut untuk banyak aktifitas manusia seperti renang, kano, dan lain sebagainya, keberadaan total koliform yang begitu tinggi ini dapat mengakibatkan gangguan kesehatan yang serius terhadap masyarakat.

Berdasarkan KEPMEN LH No 112 Tahun 2003 tentang Baku Mutu  Air Limbah Domestik, air limbah domestic adalah air limbah yang berasal dari usaha dant atau kegiatan permukiman (estate), rumah makan (restaurant), perkantoran, perniagaan, industry, apartemen, dan asrama. Air limbah rumah tangga terdiri dari 3 fraksi penting, yaitu : Tinja (feces), berpotensi mengandung mikroba pathogen, air seni (urine), umumnya mengandung Nitrogen (N) dan Fosfor, serta kemungkinan kecil mikroorganisme Sewage Waste, ,masuk ke perairan laut melalui saluran pembuangan dan drainase di wilayah permukiman penduduk. Berdasarkan uji kualitas air buangan, yang diambil pada pipa septic tank di salah satu perumahan warga untuk mewakili karakteristik limbah domestic dan pencucian hasil perikanan, di kelurahan tambak wedi. 

Kualitas air buangan yang berada pada effluent air buangan rumah tangga ini dapat diunakan sebagai pembanding dengan kualitas air laut sebagai badan air penerima akumulasi limbah domestic. Dampak Pembuangan Limbah Domestik ke Laut Kawasan Pantai Timur Surabaya merupakan salah satu kawasan yang mendapat perhatian khusus mengenai limbah. Tingginya volume limbah cair maupun padat yang terkandung di daerah ini, memberikan dampak yang besar kepada lingkungan dan keseharian masyarakat. Ditinjau dari sisi pengaruhnya, dampak limbah dapat dikategorikan sebagai berikut. :

  •  Dampak Lingkungan

    • Kawasan pantai yang dipenuhi sampah, selain merusak keindahan juga dapat mempengaruhi kehidupan ekosistem. Banyaknya sampah yang terapung, selain menimbukan bau yang tidak sedap juga dapat menghalangi penetrasi cahaya yang masuk ke laut. Air laut berubah warna dan dasar laut tertutupi sampah sehingga berpengaruh pada kehidupan komunitas bentos. Jika hal ini dibiarkan, tidak menutup kemungkinan laut akan kehilangan habitat aslinya dan beberapa jenis makhluk hidup tidak mampu bertahan. Masuknya beban pencemar organic akan menurunkan kualitas oksigen terlarut, dengan demikian, kondisi perairan akan menjadi anoksik (kekurangan oksigen) yang akan berdampak pada kematian ikan masal. Masalah yang kedua adalah material organic akan menyebabkan kelimpahan nutrient, dimana ketika oksigen turun dan BOD naik, akan menghasilkan pengkayaan materi organic yang disebut eutrofikasi. Eutrofikasi ini dapat berakibat meledaknya kelimpahan plankton/algae (fitoplankton). Hal ini dapat mengakibatkan permukaan air laut berubah warna, menjadi warna yang sesuai dengan pigmen plankton ini. Kejadian ini biasanya dikenal sebagai Algae Blooms atau red tide, dimana beberapa diantaranya memiliki kadar toksisitas yang cukup tinggi, untuk itu lebih dikenal sebagai "Harmfull Algae Blooms (HABs)". HABs dan Red tide juga merupakan faktor terjadinya kematian ikan secara masal.  Kondisi HABs dan Red Tide belum terjadi di perairan pantai kenjeran, namun dengan status pencemaran yang ada saat ini, Kenjeran berpotensi mengalami Red tide maupun HABs, seperti yang terjadi di teluk Jakarta (tahun 2004) dan teluk Lampung, dan mengakibatkan kematian ikan secara masal.
  • Dampak Kesehatan
    • Dampak pencemaran yang paling sering dirasakan oleh masyarakat diantaranya adalah dampak terhadap kesehatan. Timbunan sampah yang tidak tertangani dapat menjadi tempat pembiakan penyakit. Diare, kolera, tifus menyebar dengan cepat. Begitu juga dengan berbagai penyakit kulit yang biasanya datang bersamaan dengan genangan air yang membawa limbah. Lebih mengkhawatirkan  lagi, sepuluh tahun lalu, Ecoton (Lembaga Pengkajian Ekologi dan Lahan Basah) pernah merilis kandungan kadmium (Cd) dan merkuri (Hg) di perairan Kenjeran adalah yang tertinggi, mengalahkan kadar di Pantai California, Amerika, yang menjadi pusat industri besar dunia. Hal ini juga didukung oleh pernyataan Pusat Kajian Regional Gizi Masyarakat UI yang mencengangkan. Kandungan Hg pada darah ibu-ibu di Kenjeran mencapai 2,8 mg/l, jauh diatas ambang batas WHO yaitu < 1 mg/l. Juga hasil tes ASI para ibu yang menunjukkan kandungan timbal (Pb) sebesar 543,2 mg/l (normal: 5 mg/l) dan kadmium (Cd) ASI sebesar 36,1 mg/l (normal: < 20 mg/l). Bayangkan betapa hal ini mempengaruhi kesehatan serta tumbuh kembang bayi setiap harinya. 
  • Beberapa kekhawatiran muncul akibat tingginya kadar logam berat di kawasan perairan kenjeran, diantaranya adalah adanya potensi Kenjeran sebagai tragedy Minamata ke II. Tragedy minamata terjadi di Teluk Minamata, Jepang. Adanya senyawa metyl-Hg ini dibuktikan dengan akumulasi metyl-Hg di ekstrak daging kerang dan sedimen habitat kerang mencapai 10-100 ppm, sedangkan di kanal pembuangan PT ChISSO yang merupakan contributor utama metyl-Hg tercatat konsentrasi metyl-Hg mencapai 2000 ppm. Kekawatiran tentang bahaya Minamata di Surabaya rupanya belum menjadi peringatan bagi pemerintah untuk melakukan upaya-upaya prefentif pada daerah-daerah pantai yang rawan pencemaran logam berat. Padahal Saat ini tingkat pencemaran logam berat jenis Cadmium (Cd) dan Mercuri (Hg) diperairan Kenjeran Pantai Timur Surabaya terbukti melebihi negara industri besar seperti Inggris dan Amerika. Peringatan bahaya Minamata sebenarnya sudah ada sejak tahun 1991, DR. Suharno Pikir, SKM, Mkes (alm) Merekomendasikan dalam penelitiannya bahwa lumpur Pamurbaya (Pantai Timur Surabaya) tercemar logam berat Cu Hg, Cd, Fe, Pb sehingga satwa yang tinggal dalam lumpur (benthos) seperti kupang, dan kerang, rawan untuk dikonsumsi karena kandungan logam berat dalam dagingnya sangat tinggi. Pada tahun 1993, lebih detail menunjukkan kadar logam berat Cd di Keputih merupakan kandungan Cd dalam lumpur terbesar di dunia yakni sebesar 1,575 ppm. Kadar Hg pada lumpur Keputih 1,485 ppm dan Kenjeran sebesar 0,605 (angka ini lebih tinggi dibandingkan kadar Hg dalam lumpur diperairan Southamton Inggris sebesar 0,48 -- 0,57 ppm dan Khusus untuk Keputih kadar Hg lebih tinggi dibanding Pantai California yang merupakan pusat industri berat tercatat hanya 0,02-1,0 ppm) Kemudian dampak pada manusia baru diketahui pada tahun 1996, oleh Daud Anwar SKM, Mkes. Dalam penelitiannya menunjukkan bahwa darah dari sampel warga Kenjeran/Sukolilo mengandung Cuprum (Cu) 2511,07 ppb dan Merkuri (Hg) 2,48 ppb.Kandungan Cuprum dalam darah warga Kenjeran ini telah melampaui ambang batas yang ditetapkan WHO/FAO yaitu 800-1200 ppb.

    • Dampak Ekonomi
  • Penurunan kualitas lingkungan berbanding lurus dengan penurunan nilai suatu wilayah. Kandungan logam berat di perairan Kenjeran menjadikan beberapa jenis kerang dan ikan berbahaya untuk dikonsumsi dan tidak layak jual. Selain itu, akibat tercemarnya perairan, hasil tangkapan nelayan  mengalami penurunan signifikan. Laut yang kotor dan dipenuhi sampah akan menimbulkan keengganan para pengunjung untuk menjadikannya tempat tujuan wisata, yang berarti mengurangi peluang pemasukan bagi  masyarakat setempat. Seluruh dampak akan saling berkaitan satu sama lain, karena sifat dari pencemaran adalah multi dampak dan multi aspek. Misalnya dengan adanya informasi bahwa ikan dan kerangkerang kenjeran mengalami akumulasi bahan pencemar, dalam hal ini  logam berat, akan menimbulkan keraguan bagi masyarakat untuk membeli ataupun mengkonsumsi sea food dari pantai kenjeran. Padahal, hampir sepanjang jalan setelah Pantai Ria Kenjeran merupakan lokasi masayrakat berjualan ikan asap di pinggir jalan. Dengan adanya informasi ini, pendapatan masayrakat nelayan bisa berkurang signifikan, sedangkan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari semakin mahal (LPG, listrik, BBM, dll).

    • Dampak Sosial
    • Dampak sosial yang timbul bisa beragam. Diantaranya, bergesernya jati diri masyarakat pesisir yang semula hidup sebagai nelayan menjadi pekerja daratan seperti buruh, tukang bangunan, satpam, dll. Hal ini dikarenakan kehidupan di laut sudah tidak menjanjikan, hasil tangkapan menurun akibat pencemaran yang makin meluas. Kawasan pesisir juga dianggap kawasan kumuh  tempat bermuara seluruh sampah, sehingga menjadikan masyarakat pesisir senantiasa merasa terbelakang dan terpinggirkan.
    • Permasalahan ekonomi (pendapatan) akibat pencemaran yang terjadi menjadi perhatian khusus bagi Pemerintah Kota Surabaya. Berkurangnya tinkat pendapatan akan berdampak pada kehidupan tenggang rasa di lingkungan masayrakat, karena tuntutan masing-masing masayrakat sama. Ketika tidak dapat menhasilkan pendapatan normal, sehingga misalnya si anak yang intelegency (IQ) nya menurun, tidak dapat melanjutkan sekolah Karena tidak memiliki biaya, penurunan intelegency terhadap anak akan semakin jauh dari 4 poin (IQ). Tentunya, hal ini akan menjadi permasalahan bagi anak di masa mendatang, karena pilihan pekerjaan semakin terbatas, akhirnya akan melanjutkan kembali siklus hidp yang sama tanpa adanya perubahan sedikitpunProses Pengolahan Air Limbah tidak lepas dari Baku Mutu yang telah ada. Tanpa Baku Mutu tidak akan ada standart yang mengatur kualitas effluen yang diperbolehkan masuk ke badan air sehingga tidak ada keseragaman yang akan dicapai antara pihak-pihak yang terkait dengan proses pengolahan air limbah dan beban pencemar air tidak dapat dikontrol. Standar baku mutu untuk effluen air limbah dikeluarkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Pemerintah Daerah. Pada perencanaan bangunan pengolahan air limbah setempat ini digunakan Peraturan Gubernur Jawa Timur No. 72 tahun 2013 tentang Baku Mutu Limbah Cair Bagi Industri atau Kegiatan Usaha Lainnya di Jawa Timur. Baku Mutu digunakan sebagai batas maksimal yang tidak boleh dilampaui dari limbah cair tentang voume limbah per satuan produk atau per satuan bahan bau, kadar zat pencemar.  Kualitas effluent limbah domestik pada baku mutu Peraturan Gubernur Jawa Timur No. 72 tahun 2013.

Tabel 3.1 Kriteria Baku Mutu Air Limbah Domestik

Parameter

Konsentrasi

Satuan

TSS

50

Mg/L O2

COD

50

Mg/L O2

Tabel 3.2 Karakteristik Air Buangan dari Sampling disekitar Pesisir Pantai Kenjeran

Parameter

Konsentrasi

Satuan

TSS

265

Mg/L O2

COD

638

Mg/L O2

Penelitian ini menggunakan reaktor berupa container ukuran 50 cm x 38 cm x 30 cm sebanyak 9 reaktor Subsurface Constructed Wetland dengan tanaman Jarak Pagar aliran kontinyu. 9 reaktor tersebut digunakan dengan variabel bebas yaitu variasi debit 8 ml/menit, 12 ml/menit, dan 16 ml/menit dengan tujuan untuk mengetahui pengaruh debit dan variasi jarak penanaman 10 cm, 15 cm, dan 20 cm untuk melihat pengaruh jarak. Variabel kontrol yang digunakan adalah ukuran tanaman jarak pagar dan ukuran reactor. Sedangkan variabel terikatnya adalah konsentrasi COD dan TSS yang tersisih. Sementara itu, waktu pengambilan sampel dilakukan setelah proses berlangsung selama 15 jam. Variasi debit serta jarak penanaman yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada tabel sebagai berikut :

  • Tabel 4.1 Variasi Debit dan Jarak Penanaman

Reaktor

Debit (ml/menit)

Jarak Penanaman (cm)

1

8

10

2

12

15

3

16

20

4

8

10

5

12

15

6

16

20

7

8

10

8

12

15

9

16

20

BAB V PEMBAHASAN

Pembahasan Metode Penelitian

Air limbah yang digunakan dalam penelitian ini adalah air limbah domestik kawasan pesisir Pantai Kenjeran dengan karakteristik awal air limbah diperoleh konsentrasi COD (638 mg/l), TSS (265 mg/l), pH (6,68), dan suhu (29OC). Karakteristik awal air limbah tersebut telah melampaui baku mutu dari parameter COD dan TSS yang diatur dalam Peraturan Daerah Jawa Timur Nomor 5 Tahun 2012. Aklimatisasi dalam penelitian ini dilakukan selama 3 hari, dengan dosis penambahan air bersih : air limbah secara bertahap, yaitu hari pertama 100% : 0%, hari kedua 50% : 50%, hari ketiga 0% : 100%. Hasil pengamatan tumbuhan selama proses aklimatisasi adalah:

Berdasarkan grafik diatas, dapat diketahui apabila selama proses aklimatisasi cenderung terjadi pertambahan jumlah daun dan daun juga terlihat tetap segar dan hijau yang dapat ditunjukkan bahwa tanaman Jarak Pagar mampu tumbuh dan beradaptasi dengan baik terhadap reaktor maupun air limbah yang harus diolah.Hasil analisis kualitas COD air limbah pada inlet, outlet reaktor Subsurface Constructed Wetland, efesiensi pengolahan, dan perbandingan baku mutu Peraturan Daerah Jawa Timur Nomor 5 Tahun 2012 dapat dilihat pada tabel sebagai berikut :

  • Tabel 5.2 Efesiensi COD Tiap Reaktor

Reaktor

COD Inlet

COD Outlet

Efesiensi

Baku Mutu

Keterangan

1

638 mg/l

146,23 mg/l

77,08 %

100 mg/l

Tidak memenuhi

2

638 mg/l

123,61 mg/l

80,63%

100 mg/l

Tidak memenuhi

3

638 mg/l

90,91 mg/l

85,75 %

100 mg/l

Memenuhi

4

638 mg/l

310,51 mg/l

51,33 %

100 mg/l

Tidak memenuhi

5

638 mg/l

293,48 mg/l

54,00 %

100 mg/l

Tidak memenuhi

6

638 mg/l

272,23 mg/l

57,33 %

100 mg/l

Tidak memenuhi

7

638 mg/l

392,11 mg/l

38,54 %

100 mg/l

Tidak memenuhi

8

638 mg/l

380,79 mg/l

40,32%

100 mg/l

Tidak memenuhi

9

638 mg/l

364,48 mg/l

42,87 %

100 mg/l

Tidak memenuhi

Berdasarkan tabel diatas, dapat diketahui apabila sistem  Subsurface Constructed Wetland dengan tanaman Jarak Pagar dapat menyisihkan COD sebesar 38-85%. Penyisihan COD terjadi karena dalam sistem Subsurface Constructed Wetland terjadi mekanisme penyisihan secara biologis oleh mikroorganisme di sekitar perakaran tanaman di media reaktor. Dalam hal ini senyawa organik pada limbah dirombsk oleh mikroorganisme menjadi senyawa-senyawa lain yang lebih sederhana. Penurunan COD dalam sistem Subsurface Constructed Wetland terjadi karena aktivitas mikroorganisme yang merubah COD dari senyawa yang lebih sederhana menjadi nutrien untuk tumbuhan. Kinerja reaktor paling baik ditunjukkan oleh reaktor 3 dengan debit 8 ml/menit dan jumlah tanaman 9 batang sehingga memenuhi baku mutu yang ditetapkan. Sementara itu, untuk delapan reakor lainnya perlu waktu tinggal yang lebih lama agar bisa menghasilkan kualitas outlet yang memenuhi baku mutu. Hasil analisis kualitas TSS air limbah pada inlet, outlet reaktor Subsurface Constructed Wetland, efesiensi pengolahan, dan perbandingan baku mutu Peraturan Daerah Jawa Timur Nomor 5 Tahun 2012 dapat dilihat pada tabel sebagai berikut :

  • Tabel 5.3 Efesiensi COD Tiap Reaktor

Reaktor

TSS Inlet

TSS Outlet

Efesiensi

Baku Mutu

Keterangan

1

265 mg/l

22 mg/l

92 %

100 mg/l

Memenuhi

2

265 mg/l

27,5mg/l

90%

100 mg/l

Memenuhi

3

265 mg/l

33 mg/l

88 %

100 mg/l

Memenuhi

4

265 mg/l

33 mg/l

88 %

100 mg/l

Memenuhi

Reaktor

TSS Inlet

TSS Outlet

Efesiensi

Baku Mutu

Keterangan

5

265 mg/l

41,25 mg/l

84 %

100 mg/l

Memenuhi

6

265 mg/l

49,5 mg/l

81 %

100 mg/l

Memenuhi

7

265 mg/l

44 mg/l

83 %

100 mg/l

Memenuhi

8

265 mg/l

55 mg/l

79%

100 mg/l

Memenuhi

9

265 mg/l

66 mg/l

75 %

100 mg/l

Memenuhi

Berdasarkan tabel di atas, dapati diketahui apabila sistem Subsurface Constructed Wetland dengan tanaman Jarak Pagar dapat menyisihkan TSS sebesar 75 - 91 %. Penurunan TSS ini terjadi karena dalam sistem Subsurface Constructed Wetland juga berlangsung proses filtrasi serta sedimentasi yang banyak dipengaruhi oleh porositas media. Kualitas outlet TSS dari semua reaktor telah memenuhi baku mutu yang telah ditetapkan dengan dibuktikan air di outlet yang tampak jernih dibandingkan dengan kualitas air di inlet.

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

  • Saran Perlu dilakukan kajian tentang pencemaran limbah domestik di kawasan pesisir Pantai Kenjeran  dengan menggunakan tanaman fitoremediasi lain yang memiliki efesiensi removal yang lebih besar untuk removal kadar  limbah domestik

    • Kesimpulan
  • Sistem Subsurface Constructed Wetland dengan tanaman Jarak Pagar mampu menyisihkan COD sebesar 38-85% dan TSS sebesar 75-91%. Sementara itu, kinerja terbaik ditunjukkan oleh Reaktor 3 dengan debit 8 ml/menit dan jarak penanaman 10 cm yang mencapai efisiensi penyisihan COD (84, 75%) dan TSS (87,5%). Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa secara keseluruhansistem Subsurface Constructed Wetland dengan tanaman Jarak Pagar dapat digunakan sebagai upaya pengolahan limbah domestik di kawasan pesisir.

DAFTAR PUSTAKA

Abdulgani, Hamdani, Munifatul I., Sudarno, (2013), Kemampuan Tumbuhan Typha Angustifolia Dalam Sistem Subsurface Flow Constructed Wetland Untuk Pengolahan Limbah Cair Industri Kerupuk (Studi Kasus Limbah Cair Sentra Industri Kerupuk Desa Kenanga Kecamatan Sindang Kabupaten Indramayu Jawa Barat). Prosiding Seminar Nasional Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan.

Badan Pusat Statistik Kecamatan Bulak Tahun 2019

Dhokikah, Y. (2006), Pengolahan Air Bekas Domestik Dengan Sistem Constructed Wetland Aliran Subsurface Untuk Menurunkan COD, TS dan Deterjein. Tesis. Institut Teknologi Sepuluh November Surabaya

Mangkoediharjo, S. dan Samudro, G., (2010), Fitoteknologi Terapan. Graha Ilmu: Yogyakarta.

Prabowo, Aninditas Laksmi dan Mangkoedihardjo S. (2013), Penurunan BOD dan COD pada Air Limbah Katering Menggunakan Konstruksi Wetland Subsurface Flow dengan Tumbuhan Kana (Canna indica). Paper Teknik Lingkungan. Institut Teknologi Sepuluh November Surabaya.

Risnawati, I. dan Damanhuri, T. P. (2009), Penyisihan Logam Pada Lindi Menggunakan Constructed Wetland. Jurnal Teknik Lingkungan. Institut Teknologi Bandung.

Siswanto., Darmayanti L., Handayani Y., L.., dan Ridwan R., (2014), Pengolahan  Air Limbah Hotel Dengan Metode Free Surface Constructed Wetland Menggunakan Tumbuhan Equisetum hymale. Jurnal Teknobiologi, V(1) 2014: 37 -- 42 ISSN : 2087-- 5428

Sugiharto (1987), Dasar-Dasar Pengelolaan Air Limbah. Jakarta : UI PRESS.

Supradata (2005), Pengolahan Limbah Domestik Menggunakan Tanaman Hias Dalam Sistim Lahan Basah Buatan Aliran Bawah Permukaan. Tesis Pascasarjana Universitas Diponegoro Semarang.

Suswati, Purna A. C. S., Wibisono G., MasrevaniahA., Arfiati D., (2012), Analisis Luasan Constructed Wetland Menggunakan Tanaman Iris dalam Mangolah Air Limbah Domestik (Greywater). Indonesian Green Technology Journal.Vol. 1 No. 3, 2012

Tangahu, B. V., and I. D. A. A. Warmadewanthi. (2001), Pengelolaan Limbah Rumah Tangga dengan Memanfaatkan Tanaman Cattail (Typha Angustifolia) dalam Sistem Constructed Wetland. Surabaya : Institut Teknologi Sepuluh November.

Tchobanoglous, G., Burton, F. L., & Stensel, H. D. (1993), Wastewater Engineering: Treatment and Reuse Fourth Edition. China : McGraw-Hill.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun