Mohon tunggu...
Adhelano Tuakia
Adhelano Tuakia Mohon Tunggu... wiraswasta -

Supremasi hukum

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Kedudukan Hukum Putusan Arbitrase Asing : kasus PT Pertamina Vs Karaha Bodas Company

21 April 2019   12:54 Diperbarui: 21 April 2019   16:20 13702
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

1.Lembar asli atau salinan otentik Putusan Arbitrase Internasional, sesuai dengan ketentuan perihal otentifikasi dokumen asing, dan naskah terjemahan resminya dalam bahasa Indonesia;

2.Lembar asli atau salinan otentik perjanjian yang menjadi dasar Putusan Arbitrase Internasional sesuai ketentuan perihal otentifikasi dokumen asing, naskah terjemahan resminya dalam bahasa Indonesia; dan

3.Keterangan dari perawkilan diplomatik Republik Indonesia di negara tempat Putusan Arbitrase Internasional tersebut ditetapkan, yan menyatakan bahwa negara pemohon terikat pada perjanjian, baik secara bilateral maupun multilateral dengan negara Republik Indonesia perihal pengakuan dan pelaksanaan Putusan Arbitrase Internasional.

Yang diberi wewenang menangani masalah-masalah yang berhubungan dengan Pengakuan serta Pelaksanaan Putusan Arbitase Asing adalah Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Putusan Arbitrase Asing hanya diakui serta dapat dilaksanakan di dalam wilayah hukum Republik Indonesia apabila memenuhi syarat sebagai berikut:

a.Putusan Arbitrase Internasional dijatuhkan oleh arbiter atau majelis arbitrase di suatu negara yang dengan negara Indonesia terikat pada perjanjian, baik secara bilateral maupun multilateral, mengenai pengakuan dan pelaksanaan Putusan Arbitrase Internasional;

b.Putusan Arbitrase Internasional sebagaimana dimaksud dalam huruf a terbatas pada putusan yang menurut ketentuan hukum Indonesia termasuk dalam ruang lingkup hukum perdagangan;


c.Putusan Arbitrase Internasional sebagaimana dimaksud dalam huruf a hanya dapat dilaksanakan di Indonesia terbatas pada putusan yang tidak bertentangan dengan ketertiban umum;

d.Putusan Arbitrase Internasional dapat dilaksanakan di Indonesia setelah memperoleh eksekuatur dari Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat; dan

e.Putusan Arbitrase Internasional sebagaimana dimaksud dalam huruf a yang menyangkut Negara Republik Indonesia sebagai salah satu pihak dalam sengketa, hanya dapat dilaksanakan setelah memperoleh eksekuatur dari Mahkamah Agung Republik Indonesia yang selanjutnya dilimpahkan kepada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

Exequatur tidak akan diberikan apabila putusan Arbitrase Asing itu nyata-nyata bertentangan dengan sendi-sendi asasi dari seluruh sistem hukum dan masyarakat di Indonesia (ketertiban umum). Jadi secara peraturan perundang-undangan putusan Arbitrase dapat di eksekusi di Indonesia dan mempunyai dasar hukum yang kuat.

Kesimpulan
Pengakuan terhadap keputusan arbitrase asing di Indonesia, telah terjadi sejak dikeluarkannya Keppres No. 34 Tahun 1981, yang mengesahkan Convention On The Recognition And Enforcement Of Foreign Arbitral Award, yang dikenal dengan New York Convention tahun 1958. Dengan keluarnya UU No. 30 tahun 1999, tata cara eksekusi putusan arbitrase internasional telah diatur dalam ketentuan pasal 67 sampai pasal 69 Undang-undang arbitrase sebagai pembaharuan ketentuan yang sama yang diatur dalam Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) No. 1 Tahun 1990 Tentang Tata Cara Pelaksanaan Putusan Arbitrase Asing Mahkamah Agung Republik Indonesia. Peraturan Mahkamah Agung tersebut merupakan perwujudan dari ketentuan New York Convention. Pasal 67 ayat (2) UU No. 39 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa.
Dalam kasus ini Pertamina dianggap telah melakukan wanprestasi dan dihukum membayar ganti rugi. Argumen Pertamina bahwa Pertamina bukan tidak ingin melaksanakan kewajiban atau prestasinya dalam Proyek tersebut melainkan diakibatkan oleh Keputusan Presiden yang menangguhkan Proyek tersebut akibat krisis ekonomi (Keppres No. 39/1997 dan Keppres No. 5/1998) tidak diterima oleh Majelis Arbiter Arbitrase Jeneva, Swiss karena hal tersebut dianggap bukan sebagai force majeure.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun