Seorang pemuda nan jauh di negeri orang
Bersandar pada pohon kurma yang rimbun
Matanya nanar menatap alam disekitar karena lama tak kembali ke kampung halamannya
Ia ingat akan rumahnya yang mungil dan sederhana, namun tetap layak dipandang mata
Di rumahnya, ia teringat akan kenangan indah yang tak terlupakan bersama kedua orang tuanya
Di rumah mungilnya, ia mendapatkan cinta tulus ikhlas dari orang tuanya
Cinta yang dapat menguatkan anaknya agar berani menantang dunia
Hingga ia berada di semenanjung  Arab sana
Â
Menuntut ilmu dengan suka cita, tanpa ada keraguan dalam benaknya
Ia goreskan cita-citanya agar bisa menjadi manusia yang berguna
Tak terbersit sedikit pun ia untuk kembali ke rumah sebelum cita-cita tergenggam di tangannya
Seolah menjadi suatu penghinaan apabila kembali  tanpa membawa perubahan
Baginya, lebih baik tak kembali sekian tahun lamanya dari pada menjadi manusia tak berarti
Tak membawa kemanfaatan, dan tak pula membawa perubahan
Dalam hatinya berkata: "Rumah tempat kembali, dan juga tempat mengabdi. Tak perlu kembali jika tak bisa mengabdi"