Mohon tunggu...
Achmad Syujai
Achmad Syujai Mohon Tunggu... Guru - pesantrennuris.net

Penulis adalah alumnus Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP Universitas Jember. Saat ini penulis bekerja sebagai guru Bahasa Indonesia di SMK NURIS Jember dan pembina jurnalistik di lingkungan Yayasan Nurul Islam, Antirogo-Jember. Selain mengajar, penulis juga aktif berkarya bersama grup musikalisasi puisi “Selimut Dingin” Jember.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Terang Bulan Pak Jalil

29 November 2017   21:44 Diperbarui: 29 November 2017   21:55 413
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1Di sebuah halaman paving, dua manusia senja sedang menunggu waktu. Dari balik jendela ini samar-samar aku mencoba untuk meneliti wajah mereka. Ah, terlalu jauh. Mataku tak mampu menangkap garis-garis wajah mereka. Tapi tanpa perlu tahu wajah mereka, itu pasti Pak Tua dan Bu Marsum, penjual makanan di sekolah ini. Aku mencoba untuk mengeja kalimat pada kotak kayu mirip etalase di jok belakang sepeda milik Pak Tua. "Terang Bulan Pak Jalil". 

Sambil menggulung kertas berisi tembakau, pipi Pak Tua kembang-kembis menghirup asap dari pembakaran daun kering itu. Kepulan asap berwarna putih menari membentuk garis tak beraturan, terus terbang dengan lekuk-lekuk abstrak hingga menuju ke ketiadaan. Pak Tua itu lalu melebarkan senyumnya saat terdengar bunyi lonceng sekolah. Pak Tua yang sedang berdiri di luar pagar sekolah berjingkat meninggalkan pos satpam menuju sepedanya yang sudah dikerumuni anak-anak yang sudah  menunggunya. Pak Tua nampak sangat antusias melihat anak-anak bersiap mendengarkan cerita baru Pak Tua. Kulihat beberapa anak mulai menyerahkan uang kepadanya. Sungguh hari yang menyenangkan bagi Pak Tua. Aku kembali berjalan melewati koridor-koridor kelas, meninggalkan Pak Tua melayani pelanggan-pelanggan kecilnya.

"Hei, Kau sudah dengar beritanya?" Tanya Sifa yang sudah kudengar langkahnya menyusulku.

"Iya aku sudah dengar. Kabar kepala sekolah marah besar gara-gara ada anak yang dirawat di rumah sakit sepulang sekolah kemarin kemarin bukan?"

"Ah, kau menyurutkan semangatku untuk bercerita." Ia mengerutkan dahinya.

Tak seperti biasanya tadi kulihat kepala sekolah berdiri di depan gerbang seperti sedang menunggu seseorang. Setelah lama kuperhatikan ternyata Pak Tua dan Bu Marsumlah yang ditunggunya.

Akhirnya tontonan yang ditunggu Sifa dimulai.

"Kalau kau tidak mau. Kau juga akan kena marah kepala sekolah." Begitu dia mengancamku untuk ikut masuk ke ruang persidangan Pak Tua dan Bu Marsum.

"Makanan kalian itu tidak baik bagi anak-anak jaman sekarang. Tidak ada gizinya. Terlalu berbahaya, dan tidak sesuai dengan dalil tentang nutrisi yang ada. Saya sangat yakin kejadian sabtu kemarin ada hubungannya dengan kalian." Suara kepala sekolah menjadi yang suara pertama yang kudengar.

"Nah. Sini kau." Kepala Sekolah memanggilku.

"Kau adalah saksi dari peristiwa kemarin bukan? Kau yang telah melihat dengan mata kepala kau sendiri bahwa anak ketua yayasan baru saja membeli makanan dari mereka berdua ini. Bukan begitu?" Aku mengangguk pelan setelah menyadari semua mata melihat ke arahku.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun