Rencana kebijakan Program Keluarga Harapan (PKH) yang tengah dicanangkan pemerintah telah menyedot perhatian publik dalam beberapa hari ini. Begitu banyak pendapat spekulasi yang beredar di media sampai kedai kopi. Ada beragam opini dan respon tentang rencana Presiden SBY mengeluarkan bantuan langsung tunai model baru kepada rakyat miskin. Ada yang menanggapi positif dan tak sedikit juga yang merespon negative. Masing-masing memiliki argument yang berbeda. Beberapa kalangan menganggap bahwa kebijakan PKH terkesan hanya untuk mendongkrak popularitas SBY yang akhir-akhir ini terus mengalami penurunan. Sehingga memaksa sang Presiden untuk membuat kebijakan-kebijakan yang terkesan populis. Namun demikian, tidak sedikit yang mengaminkan kebijakan tersebut dengan dalih untuk membantu rakyat miskin.
Pro dan kontra terkait kebijakan tersebut terus menguat. Kalangan yang setuju bersikukuh bahwa kebijakan tersebut merupakan kebijakan yang sudah lama dirancang oleh pemerintah. PKH bertujuan untuk memberikan bantuan kepada rakyat miskin dan rakyat sangat miskin. Bukan untuk mencari popularitas. Pendapat tersebut dapat dipastikan muncul dari orang-orang yang dekat dengan pemerintah yang selalu mengiyakan segala sesuatu yang dilakukan oleh Presiden. Meskipun kebijakan yang dibuatnya belum tentu benar dan untuk kepentingan rakyat banyak.
Dukungan untuk kebijakan PKH salah satunya keluar dari Wakil Ketua Komisi VII DPR-RI Fraksi Partai Demokrat, Shutan Bhatoegana, “Mereka khawatir dengan program ini Demokrat mendapatkan simpati dari masyarakat miskin dan kembali memimpin pada pemilu 2014 mendatang. Bagi Demokrat BLT atau PKH yang penting harus ada manfaatnya bagi saudara-saudara kita yang tidak mampu. Nah program kerakyatan seperti ini kan harus dilakukan, yang penting rakyat miskin bisa dibantu oleh pemerintah.” Ujar Shutan seperti dilansir oleh beritasore.com.
Sementara itu, pihak yang menentang kebijakan PKH menganggap bahwa kebijakan tersebut sangat tidak tepat sasaran dan memberikan kesan hanya sebagai pencitraan oleh SBY. Kebijakan PKH tidak ubahnya seperti BLT. Hanya untuk mengelabui dan membungkam kemarahan rakyat serta pendustaan kebijakan secara struktural. Betul memang, kebijakan program keluarga harapan muncul hampir berbarengan dengan rencana pemerintah untuk membatasi BBM bersubsidi. Secara otomatis harga BBM akan melambung tinggi ketika subsidi dicabut. Bisa kita prediksi bagaimana rakyat kecil akan semakin terjepit dengan rencana pengurangan BBM bersubsidi ini. Seperti biasa, rakyat pasti akan marah, berontak, karena urusan “kampung tengah” (perut) mereka bisa terancam kalau harga BBM dinaikkan. Disni hukum sebab-akibat akan berjalan. BBM naik harga sembako naik. Tapi tidak untuk rakyat kecil dan miskin. Harga BBM naik pendapatan tak naik. Semua biaya kebutuhan hidup membengkak tapi tidak untuk penghasilan mereka.
Hal senada dikatakan oleh ekonom Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI), Ichsanuddin Noorsy, bahwa PKH yang dikeluarkan pemerintah tersebut untuk membungkam kemarahan rakyat terkait rencana penerapan pembatasan bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi yang tidak pro rakyat. Lebih tegas lagi Noorsy mengatakan bahwa PKH yang merupakan pengganti BLT merupakan suap politik dan merugikan masyarakat Indonesia secara struktural, “PKH ini justru membuktikan dusta kebijakan yang terus berlanjut.” (suarakarya-online.com.)
Begitulah perdebatan pendapat terkait kebijakan yang akan dikeluarkan oleh presiden Yudhoyono. Disatu sisi pemerintah ingin mengentaskan kemiskinan di Indonesia. Dilain pihak menganggap apa yang akan dilakukan SBY hanyalah politik pencitraan semata. Sebenarnya yang menjadi pertanyaan adalah, seperti apakah konsep kebijakan Program Kelurga Harapan tersebut? Apakah PKH merupakan kebijakan yang solutif? Yang dapat memberikan jawaban atas semakin meningkatnya angka kemiskinan di negeri ini. Atau memang kebijakan tersebut hanyalah politik pencitraan semata yang kerapkali ditunjukkan oleh pemerintahan SBY?
Kebijakan Solutif?
Program keluarga harapan itu sendiri berdasarkan keterangan dari Departemen Sosial sudah dicanangkan sejak tahun 2007 lalu. Program leluarga harapan merupakan suatu program penanggulangan kemiskinan dan merupakan bagian dari program-program penanggulangan kemiskinan lainnya. PKH berada dibawah koordinasi Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan (TKPK) baik di Pusat maupun di daerah. PKH merupakan program lintas kementrian dan lembaga. Untuk mensukseskan program tersebut, maka dibantu oleh Tim Tenaga ahli PKH dan konsultan World Bank, (depsos.go.id).
Pertanyaannya adalah, apakah dengan program keluarga harapan yang akan mengahbiskan uang 1,8 triliun yang mirip dengan bantuan langsung tunai (BLT) ini akan berbanding lurus dengan menurunnya grafik angka kemiskinan di Indonesia. Kita dapat kembali mengingat bahwa semenjak era reformasi sudah berapa banyak program-program penanggulangan kemiskinan yang dijalankan oleh pemerintah. Hasilnya tidak begitu signifikan. Bahkan cenderung tidak ada hasil atau sia-sia belaka. Dalam kondisi rakyat yang tengah dilanda kemiskinan, pemerintah terus menjejali rakyat dengan kebijakan-kebijakan yang sifatnya langsung dan tunai. Pemerintah tidak memberikan jalan bagaimana rakyat harus bangkit dari hidup dibawah kemiskinan dengan kebijakan-kebijakan yang populis dan berpihak kepada rakyat. Ekses yang timbul dari kebiasaan ini adalah menurunnya tingkat produktivitas ditengah masyarakat khususnya masyarakat menengah ke bawah. Karena rakyat sudah terbiasa menerima sesuatu yang bersifat tunai dan langsung. Pemerintah mungkin tidak pernah berpikir bagaimana memberikan kail kepada rakyat, tapi selalu ikan yang diberikannya.
Kita masih harus menguji terkait kebijakan PKH yang akan dikeluarkan oleh pemerintah. Apakah PKH merupakan kebijakan yang solutif. Kebijakan yang dapat memberikan solusi kepada rakyat yang berda dibawah bayang-bayang garis kemiskinan. Bukan justru membuat rakyat menjadi manja dengan hanya menunggu bantuan-bantuan pemerintah yang bersifat tunai dan instan. Jangan sampai kebijakan tersebut justru hanya akan memperkaya pejabat-pejabat yang terlibat dalam pendistribusiannya. Lagi-lagi rakyat hanya akan menjadi korban dan menjadi ladang kekayaan bagi para pejabat yang korup.
Tesis diatas diperkuat dengan apa yang dikatakan oleh Direktur Pemberitaan Metrotv yang merupakan salah satu ekonom Indonesia, Suryopratomo, “Kita ingin menguji kesungguhan pemerintah, karena program keluarga harapan bukan bentuk kasih sayang pemerintah kepada rakyatnya. Bantuan dalam bentuk tunai berpotensi untuk salah sasaran dan menjadi ladang korupsi dari para pejabat. Mengapa kita begitu pesimistis dengan program bantuan pemerintah kepada rakyat miskin itu? Karena kita harus melihat pada pengalaman… semuanya gagal mengentaskan kemiskinan dan yang muncul adalah pejabat yng tiba-tiba kaya raya.”
Inilah paradoks dari bantuan langsung. Diharapkan dapat mengentaskan kemiskinan justru malah meningkatkan angka kemiskinan. Pejabat-pejabat yang tiba-tiba kaya raya juga semakin banyak ditemui di negeri ini. Dari perspektif ekonomi, bantuan langsung hanya akan bisa bermanfaat pada saat uang tersebut masih ada. Setelah itu masyarakat kembali kebingunan. Berbeda kalau masyarakat diberikan kail atau alat sebagai instrumen peningkatan kualitas hidupnya.
Antara Kebijakan dan
Kampanye Permanen?
Selain permasalahan tidak tepat sasaran dari program keluarga harapan, banyak pihak menganggap bahwa PKH hanyalah politik pencitraan SBY dan Demokratnya saja untuk menaikkan popularitas mereka. Kita tahu bersama, akhir-akhir ini popularitas SBY dan Partai Demokrat terus mengalami penurunan akibat skandal korupsi yang diduga adanya keterlibatan orang-orang partai penguasa tersebut. Kasus korupsi wisma atlet, hambalang, yang menerpa sejumlah petinggi Partai Demokrat menjadi salah satu faktor terus merosotnya dukungan publik terhadap pemerintahan SBY. Presiden Yodhoyono tentu tidak mau diam. Bagaimanapun juga Ia harus mengamankan pemerintahannya hingga 2014. Partai Demokrat juga demikian. Mereka harus berpikir keras bagaimana mengembalikan citra partai dan berusaha untuk mempertahankan tradisinya sebagai partai pemenang pemilu di tahun 2014 nanti. Program-program bantuan langsung dari pemerintah dinilai oleh barbagai kalangan sebagai salah satu bentuk politik pencitraan yang diperagakan oleh SBY dengan Partai Demokratnya. Bisa saja apa yang dilakukan oleh Pemerintah SBY merupakan kampanye permanen yang terselubung demi mendapatkan dukungan dari publik.
Mengutip kata-kata dari Norman J. Ornstein dan Thomas E. Mann, “Kampanye permanen mengacu pada proses pemerintahan untuk membangun dan memelihara dukungan publik atas pemerintah dan kebijakannya,” (dalam McClellan: 74). Lalu kemudian Hugh Heclo mengartikan bahwa kampanye permanen merupakan proses nonstop untuk memanipulasi sumber-sumber dukungan publik bagi tindakan pemerintah.
Lalu bagaimana hubungan antara kebijakan yang dikeluarkan oleh Presiden SBY dengan kampanye permanen. Jawabannya sangat sederhana. Ditengah kondisi semakin memburuknya citra SBY dengan partainya, tidak menutup kemungkinan bahwa kebijakan-kebijakan yang terkesan pro rakyat digunakan untuk memanipulasi sumber-sumber dukungan publik terhadap pemerintahan yang dipimpinnya. Bagaiamanapun juga Presiden SBY akan terus berusaha mempertahankan pemerintahannya hingga 2014. Lalu kemudian berpikir keras bagaimana dapat kembali memenangkan pemilihan legislatif nanti. Sebagai penguasa, SBY kemungkinan besar akan menggunakan barbagai macam instrumen untuk memenangi pemilu 2014.
Peneliti dari Public Institute, Karyono Wibowo juga mengatakan bahwa untuk menghadapi pemilu 2014, kemungkinan besar SBY dan jajaran Partai Demokrat akan menggunakan berbagai instrumen demi memenangkan pemilu 2014 nanti. “Pelbagai kebijakan populis kemungkinan akan dimanfaatkan untuk kampanye menggalang dukungan pemilih,” Jika kebijakan program keluarga harapan merupakan salah satu instrumen kebijakan yang dijadikan sebagai “kampanye permanen” oleh Presiden SBY, tentu ini akan mencedari rakyat. Karena lagi-lagi rakyat hanya dijadikan sebagai objek dari kebijakan pemerintah tanpa pernah dilibatkan sebagai subjek. Tapi itulah penguasa. Penguasa akan cenderung menggunakan kekuasaannya untuk kepentingan tertentu, termasuk kepentingan kampanye.
Pemilu masih beberapa tahun lagi. Tapi sepertinya SBY dan Partai Demokrat sudah mulai mencuri start untuk pemenangan mereka. Selain untuk mempertahankan pemerintahannya, mereka juga harus berusaha keras agar menjadi partai pemenang dalam pemilu 2014. Karyono Wibowo menambahkan, “Ada beberapa hal yang menjadi agenda besar SBY saat ini; pertama, dia harus bekerja keras mengamankan pemerintahannya hingga 2014. Kedua, menyusun strategi agar posisinya tetap aman secara hukum setelah tidak menjadi presiden. Tapi ada hal yang menarik dari Presiden SBY. Ia memiliki ciri khas yang akan selalu dikenang dan diingat dalam memori rakyat Indonesia, yaitu presiden yang gemar membangun citra. Politik citra inilah kampanye permanen SBY.”
Yang jelas, memberikan jaminan kesehatan, jaminan pendidikan, jaminan kesejahteraan, dan jaminan yang lain merupakan tanggungjawab pemerintah. Karena hal itu sudah tertuang dengan jelas didalam pembukaan Undang-Undang Dasar negara ini. Mencerdaskan kehidupan bangsa, melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, dan seterusnya. Itu merupakan tugas dasar negara yang harus dimanifeskan oleh pemerintah. Termasuk fakir miskin dan rakyat terlantar itu dipelihara oleh negara. Jadi apaun kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah harus bermuara kepada kesejahteraan rakyat. Jangan hanya dijadikan sebagai alat untuk tujuan politik ataupun golongannya. Bagaimanapun juga rakyat Indonesia akan selalu menanti janji dari negaranya. Semoga saja demikian adanya.
Pasir Pengaraian, 30 Januari 2012
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI