Mohon tunggu...
Sri Wintala Achmad
Sri Wintala Achmad Mohon Tunggu... Penulis - Biografi Sri Wintala Achmad

SRI WINTALA ACHMAD menulis puisi, cerpen, novel, filsafat dan budaya Jawa, serta sejarah. Karya-karya sastranya dimuat di media masa lokal, nasional, Malaysia, dan Australia; serta diterbitkan dalam berbagai antologi di tingkat daerah dan nasional. Nama kesastrawannya dicatat dalam "Buku Pintar Sastra Indonesia", susunan Pamusuk Eneste (Penerbit Kompas, 2001) dan "Apa dan Siapa Penyair Indonesia" (Yayasan Hari Puisi Indonesia, 2017). Profil kesastrawanannya dicatat dalam buku: Ngelmu Iku Kelakone Kanthi Laku (Balai Bahasa Yogyakarta, 2016); Jajah Desa Milang Kori (Balai Bahasa Yogyakarta, 2017); Menepis Sunyi Menyibak Batas (Balai Bahasa Jawa Tengah, 2018). Sebagai koordinator divisi sastra, Dewan Kesenian Cilacap periode 2017-2019.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kisah Seram Dua Hantu Perempuan di Sekolah

4 September 2019   02:59 Diperbarui: 30 Juli 2021   03:55 4760
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kisah Seram Dua Hantu Perempuan di Sekolah (https://cewekbanget.grid.id )

"Kisah ini adalah Kisah Seram Dua Hantu Perempuan di Sekolah"

LISTYA, nama panggilannya. Dewi Sulistyawati, nama lengkapnya. Listya, salah seorang siswi kelas 10 yang baru tiga bulan terdaftar di salah satu SMA favorit di kota B. Listya yang terbilang siswi cerdas itu memiliki kegemaran fotografi. Sebab itu, Listya menenteng kamera setiap pergi ke sekolah.

Suatu hari, Listya lupa membawa kamera. Sebab itu, ketika menyaksikan kawan-kawannya yang tengah duduk berderet sewaktu istirahat di bangku taman di bawah naungan rimbun pohon flamboyan itu, Listya membidiknya dari jarak tertentu dengan kamera hp androidnya. Jepret, jepret, jepret. Tiga foto hasil jepretanya kemudian disimpan Listya ke gallery.

Sepulang di rumah, ketiga foto figur kawan-kawannya dengan latar belakang pohon flamboyan yang tersimpan di gallery hp androidnya itu ditransfer Listya ke hardisk laptopnya melalui kabel data. 

Bagai disambar petir musim kemarau, Listya terkejut saat menyaksikan foto ketiga. Foto yang menampakkan sosok perempuan berkerudung berwajah pucat yang tidak dikenalnya. Ia berdiri di belakang kawan-kawannya yang duduk berderet di bangku taman.

Baca juga : Takhayul, Hantu Pesugihan Bernama "Tuyul"

Penampakan hantu perempuan berkerudung pada foto itu ditunjukkan Listya pada kedua orang tuanya. Lain dengan ibunya yang sangat ketakutan saat melihat  foto itu. Ayahnya yang bekerja sebagai wartawan foto di salah satu surat kabar itu sangat tertarik dengan foto itu. Tapi, ia ingin merahasiakan foto itu. Sungguhpun banyak orang tahu bahwa sekolah di mana Listya belajar itu merupakan sarang hantu.

Usai menunjukkan foto penampakan hantu yang diyakini sebagai penunggu pohon flamboyan di taman sekolahnya pada kedua orang tuanya itu, Listya memasuki kamar untuk istirahat. Jam 14.30, Listya yang telah terbangun dari tidur itu memasuki kamar mandi. Menjelang jam 15.00, Listya berangkat ke sekolah kembali untuk mengikuti pelajaran ekstrakurikuler tari. Selain selendang, Listya membawa kamera andalannya.

Di aula yang terletak di lantai dua sekolahnya, Listya beserta kawan-kawannya berkumpul untuk mengikuti pelajaran ekstrakurikuler tari dari Bu Windah. Bukan hanya teori, namun pula praktik. Ketika Santi kawannya  mendapatkan giliran untuk mempraktikkan tari Gambyong, Listya mengabadikan dengan kameranya. Sebelum sempat membuka hasil jepretan yang telah tersimpan di kamaranya, Listya mendapatkan giliran untuk mempraktikkan tari yang sama.

Baca juga : Diplomasi Hantu, Merawat Kearifan Lokal dari Jalan Mistis

Menjelang usai pelajaran ekstrakurikuler tari, hujan bagai ditumpahkan dari langit. Sebagian siswa yang membawa mentel nekad pulang. Sementara, Listya beserta Bu Windah yang lupa membawa mantel harus bertahan tinggal di dalam aula sekolah itu. Karena hujan telah reda beserta datangnya senja, Listya beserta Bu Windah keluar dari aula. Menuruni anak tangga yang terletak di antara ruang lab dan ruang guru. Sewaktu di teras ruang lab, Listya mendengar suara gamelan yang bersumber dari aula. "Bu Windah mendengar suara gamelan itu?"

"Ya. Aku mendengarnya."

"Kita kembali ke aula, Bu?"

"Tak usah!"

"Tapi, aku penasaran."

"Penasaran boleh. Tapi, kau tak usah membuktikan."

"Kenapa, Bu?"

"Aku khawatir, kau nanti ketakutan." Bu Windah melihat kalau hujan mulai reda bersama lenyapnya suara gamelan itu. "Mari kita pulang, Lis!"

Listya mengikuti Bu Windah. Melangkah menuju ruang parkir, di mana sepeda motor mereka berada di sana. Sesudah keluar dari pintu gerbang sekolah, mereka berpisah jalan. Bu Windah ke arah  kiri. Listya ke arah kanan. 

Sepanjang perjalanan pulang, Listya terus teringat dengan suara gamelan yang bersumber dari aula yang biasa digunakan untuk belajar tari.

Setiba di rumah, Listya menyalakan laptopnya. Menyambungkan kabel data dari kamera ke laptop. Sesudah foto Santi yang tengah mempraktikan tari Gambyong di aula itu diperbesar melalui Windows Picture and Fax Viewer, Listya terbelalak matanya. 

Sesosok perempuan berambut panjang tergerai sampai ke pinggang dan mengenakan kebaya putih tampak di belakang figur Santi. Karena tak kuasa melihat foto itu, Listya mematikan laptopnya tanpa sutdown.

Baca juga : Hantu Culi Karena Lupa Copot Tali Pocong

***

Hampir kesiangan, Listya terbangun dari tidur. Lantaran semalam Listya yang terus terbayangi wajah perempuan berkebaya putih itu tidak dapat tidur. Tanpa sarapan, dan hanya membasuh wajah, tangan, serta kakinya; Listya berangkat ke sekolah. Untung baginya. 

Sungguhpun sudah telat, Listya tidak mendapatkan amarah dari Bu Siska. Karena guru Matematika itu tidak hadir mengajar. Menurut kabar, ia sedang menghadiri pertemuan keluarga.

Selagi jam pelajaran Matematika itu kosong, Listya menghampiri Santi yang duduk di bangku belakang. Memberitahukan tentang penampakan perempuan berkebaya putih di belakang Santi sewaktu praktik tari gambyong di aula yang terbidik kameranya. Mendengar pemberitahuan dari Listya, bulu kuduk Santi sontak berdiri. Wajahnya tampak memucat.

"Jangan menakut-nakutiku, Lis! Dari mana kau tahu kalau hantu perempuan berkebaya putih si penghuni aula yang sering dibicarakan anak-anak kelas 11 dan 12 itu tampak di belakangku?"

"Dari hasil jepretan kameraku yang aku transfer ke laptopku tadi malam."

"Kau tidak berbohong?"

"Kalau kau tak percaya, mampirlah ke rumahku sepulang sekolah nanti! Akan aku tunjukkan foto itu kepadamu."

"Ya."

Listya kembali ke bangkunya ketika menyaksikan Pak Ratmadi, guru wali kelas, memasuki kelas. "Anak-anak.... Berhubung hari ini akan ada rapat guru, anak-anak diperbolehkan untuk pulang. Tapi, jangan lupa! Kalian tetap belajar di rumah. Waktu tes akan segera tiba."

Bukan hanya Listya, Santi dan seluruh siswa bersorak-sorai dalam hatinya. Bergegas Listya berkemas. Disertai Santi, Listya yang telah meninggalkan ruang parkir itu pulang ke rumahnya. Sesampai di rumah, Listya menunjukkan foto penampakan hantu perempuan berkebaya putih itu kepada Santi. Sesudah mengamati bahwa foto itu bukan hasil rekayasa, Santi mempercayai apa yang dikatakan Listya sewaktu di sekolah.

***

Hari-hari berlalu. Listya semakin penasaran dengan misteri yang menyelimuti sekolahnya. Listya ingin mendapatkan jawaban yang pasti atas pertanyaan kenapa sekolahnya menjadi sarang hantu. Hingga suatu saat, Listya pergi ke kampung yang berada di sekitar sekolahannya itu. Tepatnya di rumah Mbah Lasem, orang tertua di kampung itu.

"Apa maksud Nak Listya datang ke gubugku?"

"Begini Mbah. Beberapa hari lalu, aku mengambil gambar kawan-kawanku yang duduk di taman di bawah pohon flamboyan. Ternyata pada foto itu, tampak sosok perempuan berkerudung. 

Selain itu, sewaktu aku mengambil gambar kawanku yang tengah praktik tari Gambyong di aula sekolah, muncul penampakan perempuan berkebaya putih dengan rambut tergerai sampai ke pinggang. Lantas yang aku tanyakan, Mbah. Sesungguhnya misteri apa yang tersimpan di sekolahku itu?"

"He..., he..., he...." Mbah Lasem tertawa kecil hingga gigi-giginya yang ompong tampak di mata Listya. "Begini, Nak. Sebelum bangunan sekolahmu itu dibangun, telah berdiri bangunan rumah milik Pak Dargo, juragan sapi yang sangat kaya. Pak Dargo memiliki dua orang istri. Istri pertama bernama Lastini, seorang pesinden wayang yang selalu mengenakan kerudung saat nyindhen. 

Istri kedua bernama Sumini, seorang penari tayub yang suka menari dengan mengenakan kebaya putih dan rambut  panjangnya dibiarkan bergerai. Sewaktu Pak Dargo lama pergi untuk menjual sapi-sapinya, kedua istrinya itu berselingkuh dengan pria lain. 

Mengetahui kedua istrinya berselingkuh, Pak Dargo berang. Tanpa berpikir panjang, kedua istrinya itu dicekik lehernya hingga tewas. Nah.... Karena kedua istri Pak Dargo itu tewas dengan tidak wajar, roh mereka sampai sekarang masih bergentayangan di sekolahmu itu."

"Lantas.... Bagaimana dengan Pak Dargo, Mbah?"

"Pak Dargo diseret ke pengadilan hingga tewas di penjara. Sesudah kematian Pak Dargo, tanah dan rumah milik Pak Dargo dijual oleh anak-anaknya. Kepada siapa tanah dan rumah itu dijual, aku tak tahu. Satu hal yang aku tahu, rumah Pak Dargo dihancurkan dengan mesin berat. Tidak lama kemudian berdirilah bangunan sekolah. Itu yang bisa aku sampaikan, Nak."

Mendengar penuturan Mbah Lasem yang menguak misteri hantu perempuan berkerudung dan perempuan berkebaya putih itu, Listya merasa senang. Sepanjang perjalanan pulang, Listya ingin mengabadikan cerita dari Mbah Lasem itu ke dalam novel horor. [Sri Wintala Achmad]

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun