Mohon tunggu...
Sri Wintala Achmad
Sri Wintala Achmad Mohon Tunggu... Biografi Sri Wintala Achmad

SRI WINTALA ACHMAD menulis puisi, cerpen, novel, filsafat dan budaya Jawa, serta sejarah. Karya-karya sastranya dimuat di media masa lokal, nasional, Malaysia, dan Australia; serta diterbitkan dalam berbagai antologi di tingkat daerah dan nasional. Nama kesastrawannya dicatat dalam "Buku Pintar Sastra Indonesia", susunan Pamusuk Eneste (Penerbit Kompas, 2001) dan "Apa dan Siapa Penyair Indonesia" (Yayasan Hari Puisi Indonesia, 2017). Profil kesastrawanannya dicatat dalam buku: Ngelmu Iku Kelakone Kanthi Laku (Balai Bahasa Yogyakarta, 2016); Jajah Desa Milang Kori (Balai Bahasa Yogyakarta, 2017); Menepis Sunyi Menyibak Batas (Balai Bahasa Jawa Tengah, 2018). Sebagai koordinator divisi sastra, Dewan Kesenian Cilacap periode 2017-2019.

Selanjutnya

Tutup

Dongeng Pilihan

Ranjaban Abimanyu (Tamat)

17 Maret 2018   19:37 Diperbarui: 17 Maret 2018   19:47 1851
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Matahari timur telah melampaui ketinggian pohon kelapa. Seusai melepas Utari dan Semar hingga batas kota Tanjunganom; Abimanyu melecut kuda-kuda yang menarik keretanya. Menuju perkemahan Glagah Tinulu. Setiba di Glagah Tinulu, Abimanyu bergegas bergabung dengan pasukan Pandawa di bawah komando Srikandi. Menuju Kurusetra yang kembali disibukkan dengan perang. Dengan keahliannya dalam olah senjata panah, Abimanyu menghadapi pasukan Korawa di bawah kepemimpinan Prabu Susarma. Raja dari negeri Trigatra yang sakti mandraguna.

Dari atas kereta, Abimanyu melesatkan ribuan anak panah dari busurnya. Selain ingin melindungi Arjuna dari ancaman Susarma, ribuan anak panah itu membinasakan prajurit rucah pasukan dari negeri Trigatra. Negeri kecil yang merupakan bawahan Hastinapurapura.

Sudah tak terbilang berapa jumlah prajurit rucah yang menjadi sasaran panah-panah Abimanyu. Menyaksikan pasukan musuh kian menipis, Abimanyu hendak turun dari kereta untuk menghadapi Susarma yang masih tampak pongah duduk di gigir kuda. Namun hasrat Abimanyu itu dihalangi Trustajumena. "Jangan hadapi Susarma, Ananda Abimanyu! Biarlah Kakanda Arjuna sendiri yang menghadapinya."

"Tidak, Paman. Aku harus menghadapi Susarma. Tak suka aku melihat kepongahannya. Raja Trigatra itu harus dibinasakan."

"Jangan, Ananda!"

Tanpa mengindahkan perintah Trustajumena, Abimanyu melompat dari atas kereta ke gigir kuda yang berlari di depannya tanpa seorang penunggang. Dengan kuda itu, Abimanyu bergerak cepat ke arah Susarma yang lantang menantang Arjuna. Sang ayah yang siang-malam dihormatinya. "Jangan pongah, Susarma! Lebih baik hadapi dulu anaknya sebelum menghadapi ayahnda Arjuna."

"Ha, ha, ha...." Susarma tertawa lepas hingga gemanya memenuhi setiap penjuru padang Kurusetra. "Babuh! Babuh! Lebih baik aku menghadapimu ketimbang menghadapi Arjuna. Bila membunuh Arjuna, belum tentu membunuhmu. Dengan membunuhmu, berarti membunuh harapan Pandawa yang mendamba-dambakanmu sebagai calon raja Hastinapura. Bila kau mati, Arjuna akan bela pati. Aku meyakini hal itu. Ha, ha, ha...."

Darah Abimanyu menggelegak. Dengan sekali hunus, keris Kyai Pulanggeni telah keluar dari warangka. Ujung keris itu berpijar. Menyembur-nyembur seperti lidah api. Dari atas kuda, Abimanyu menandingi krida Susarma yang menggenggam keris Kyai Kalawisa. Keris sakti pemberian Bathari Durga sesudah saat Susarma bertapa di kaki Gunung Somawana.

Sudah sekian lama pertarungan Abimanyu dan Susarma berlangsung, namun belum ada tanda-tanda siapa yang unggul siapa yang kalah. Keduanya sama-sama sakti. Hingga keris Kyai Pulanggeni dan Kyai Kalawisa hanya mengenai ruangan-ruangan hampa. Selang beberapa saat, Abimanyu tak menduga bila ujung keris milik Susarma menyodok sangat dahsyat pada batang kerisnya. Hingga keris itu terpental jauh dari tanggan Abimanyu.

Ilustrasi: wayang.files.wordpress.com
Ilustrasi: wayang.files.wordpress.com
Menyaksikan Abimanyu tak lagi bersenjata, Bathara Guru yang sejak pagi berada di ara-ara mega bersama para dewa dan bidadari bersuka-cita. Karena dengan kematian Abimanyu di tangan Susarma, Arjuna akan bela pati dengan membakar diri di kobaran api pancaka. Namun lain Bathara Guru, lain pula Narada. Dewa kerdil yang tak menghendaki Abimanyu tewas di Kurusetra pada hari ke duabelas dalam Bharatayuda itu memerintahkan pada Srikandi melalui Aji Pameling untuk menyelamatkannya.

Mendengar pesan Narada, Srikandi yang baru saja menghabisi Patih Krendawahana dari Trigatra melecut kudanya dengan tali kekang. Melajukan kudanya sekilat cahaya ke arah tempat pertarungan Abimanyu dan Susarma. Manakala Susarma akan menikamkan keris Kyai Kalawisa ke pinggang Abimanyu, Srikandi melompat dari gigir kuda. Menyambar tubuh Abimanyu dan membawanya mundur dari palagan. Menuju tempat, dimana Arjuna tengah berbincang dengan Kresna.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
Mohon tunggu...

Lihat Dongeng Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun