Mohon tunggu...
Sri Wintala Achmad
Sri Wintala Achmad Mohon Tunggu... Penulis - Biografi Sri Wintala Achmad

SRI WINTALA ACHMAD menulis puisi, cerpen, novel, filsafat dan budaya Jawa, serta sejarah. Karya-karya sastranya dimuat di media masa lokal, nasional, Malaysia, dan Australia; serta diterbitkan dalam berbagai antologi di tingkat daerah dan nasional. Nama kesastrawannya dicatat dalam "Buku Pintar Sastra Indonesia", susunan Pamusuk Eneste (Penerbit Kompas, 2001) dan "Apa dan Siapa Penyair Indonesia" (Yayasan Hari Puisi Indonesia, 2017). Profil kesastrawanannya dicatat dalam buku: Ngelmu Iku Kelakone Kanthi Laku (Balai Bahasa Yogyakarta, 2016); Jajah Desa Milang Kori (Balai Bahasa Yogyakarta, 2017); Menepis Sunyi Menyibak Batas (Balai Bahasa Jawa Tengah, 2018). Sebagai koordinator divisi sastra, Dewan Kesenian Cilacap periode 2017-2019.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Elegi Gadis Desa Teluk Cikal

3 Maret 2018   22:40 Diperbarui: 3 Maret 2018   22:53 1758
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tuan Pragola menghela napas hingga dadanya terangkat, sebelum meninggalkan taman keputren tanpa sepatah kata. Sebelum meninggalkanku yang senasib bunga sedap malam di naung bayangan bulan retak saat terampas Kala dari balik awan. Dalam bidikan burung hantu yang bertengger di dahan pohon sawo

/6/

Malam merayap senyap tak seberisik serangga di luar. Namun jiwaku terus berkecamuk sibuk mencari jawab. Akankah melacurkan raga sebagai guling asmara Tuan Pragolas sambil menjaga cinta sebagai selimut Kakang Pranacitra? "Tidak!" Batinku bergolak bak samudra direbus seribu matahari. Aku bukan Banowati yang menghambakan raga di kaki Doryudana, namun tetap menyelingkuhkan jiwa di dada Arjuna.

/7/

Malam melata lengang hingga pagi menjelang. Pagi yang membangunkan Pati dengan dentingan pedang. Pasukan Mataram mengharu-biru di dalam benteng. Serupa segerombolan banteng terluka di bawah perintah panglima perang Wiraguna.

Kabar aku terima dari Genduk Duku dan Ni Semangka. "Ribuan prajurit rucah telah menjadi tumbal perang saudara. Jasad-jasad yang berkaparan bersimbah darah tanpa kepala. Lambung-lambung yang bedah dengan usus menjuntai keluar. Sukma-sukma yang berterbangan serupa kapas-kapas terhempas angin."

/8/

Ambang senja, aku tangkap jerit bersahutan dari keputren. Permaisuri dan seluruh selir dalam perkabungan. Bukan karena putra mahkota menjadi tumbal perang, melainkan Tuan Pragola yang tewas di tangan Wiraguna. Senapati andalan Sultan Agung Hanyakrakusuma.

Tak sebagaimana permaisuri dan seluruh selir yang wajahnya bak bendera putih kematian di ujung gang. Batinku berkibar seperti panji-panji kemenangan atas kematian Tuan Pragola di palagan.

Selagi dadaku serasa longgar bernapas, terdengar keributan prajurit-prajurit Mataram yang memasuki istana untuk menjarah harta-benda. Menangakap permaisuri dan seluruh selir. Demikian pula aku, sebagai putri boyongan.

Batinku meronta dalam kegaguan suara. Hingga tak ada yang terbersit dalam benak kepala, selain dongeng ambang tidur dari rama biyungku. Tentang rusa muda yang terlepas dari mulut singa, jatuh ke mulut buaya: raja rawa paling licik dan kejam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun