Mohon tunggu...
Apoteker Ilham Hidayat
Apoteker Ilham Hidayat Mohon Tunggu... Apoteker/Founder Komunitas AI Farmasi - PharmaGrantha.AI/Rindukelana Senja

AI Enhanced Pharmacist

Selanjutnya

Tutup

Worklife

Apoteker Kalcer : Antara TikTok, UU Kesehatan Baru dan Gaji Underrated

28 Juli 2025   09:09 Diperbarui: 28 Juli 2025   09:48 320
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Disclaimer:
Tulisan ini adalah opini personal berbasis pengalaman nyata dan refleksi penulis sebagai bagian dari rasa keprihatinan terhadap profesi apoteker dimata regulasi. Setiap cerita dan analogi di dalamnya bukan untuk menyudutkan pihak manapun, melainkan ajakan untuk berdialog tentang masa depan profesi. Jika ada kesamaan cerita dengan individu tertentu, itu hanyalah kebetulan.

Waktu kecil, cita-citaku sederhana: pakai jas putih, berdiri gagah di balik meja, dan membantu orang-orang dengan obat yang menyembuhkan. Lalu aku tumbuh. Lalu aku kuliah farmasi lanjut pendidikan apoteker dan kemudian bersumpah. Lalu aku sadar... profesi ini ternyata nggak seputih jas yang kami pakai.

Namaku Rara (samaran). Lulusan PSPA tahun 2021. Generasi Z. Digital native. Overthinking enthusiast. Dan mungkin salah satu dari ribuan apoteker kalcer yang lagi berusaha berdamai antara dunia maya yang penuh warna, dan dunia nyata yang penuh... ehm, kertas bon, stok kosong, dan ngurus SLF yang lama dan mahal.

TikTok, Instagram, dan Dunia Kedua

Hari pertama jadi apoteker, aku buka apotek bukan cuma pintunya --- tapi juga kamera HP. Aku rekam kegiatanku: unboxing obat, edukasi pasien, bahkan ngerap soal DGL dan antasida. Videoku viral. "Keren, Kak! Baru tahu obat bisa dijelasin kayak gini!"

Tapi malamnya, aku duduk sendiri di gudang. Stok amlodipin kosong. Pasien marah. Distributor lambat. Sistem manual. Dan di situ aku sadar: di balik konten edukasi estetik, ada realita yang bikin mual.

Kami, apoteker kalcer, bukan sekadar content creator. Kami coping mechanism dengan kamera. Supaya profesi ini terlihat berharga, karena di dunia nyata, seringkali kami cuma figuran --- datang pagi, tanda tangan, lalu invisible.

Revisi UU: Harapan vs "Lagu Lama, Kaset Baru"

Lalu muncul UU 17/2023. Di atas kertas, undang-undang ini memberi celah untuk apoteker bisa lebih berdaya, membuka ruang lebih luas bagi praktik keapotekeran. Ada harapan besar di sana.

Tapi saat turunannya lahir lewat PP 28/2024  Permenkes dan KMK lainnya, rasanya seperti "lagu lama, kaset baru." Banyak aturan turunan yang terindikasi hanya meng-copy-paste regulasi lama, masih dengan pola pikir lama, seolah menarik apoteker kembali ke "setelan pabrik" PP 51, di mana peran kita dibatasi. Bukan dimajukan.

Kalau semua bisa jual obat --- dari minimarket, e-commerce, sampai pedagang kaki lima --- lalu kami yang belajar 5 tahun, plus Ujian Kompetensi, plus internship, masih dianggap penting nggak, sih? apa karena kami secara regulasi mudah tergantikan ?

Gaji Underrated: White Coat, Empty Wallet

Kita bahas yang paling jujur sekarang: uang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun