Kebutuhan untuk terus-menerus memperbarui status dan membagikan selfie dapat menyebabkan kecanduan media sosial, mengganggu keseimbangan hidup dan kesehatan mental. Seseorang yang sudah kecanduan media sosial akan merasa haus dengan like dan comment. Dengan demikian mereka akan berusaha mengunggah sesuatu yang cantik dengan caption yang menarik agar dapat mengundang orang lain untuk melihatnya.
Pencitraan Palsu
Kehidupan dunia maya berbeda dengan kehidupan nyata. Sangat dimungkinkan bahwa kehidupan maya dipenuhi dengan kepalsuan dan pencitraan. Beberapa orang mungkin merasa tertekan untuk menampilkan citra diri yang tidak realistis dan sempurna di media sosial, yang bisa berujung pada pencitraan palsu dan kehilangan identitas diri yang sebenarnya. Keadaan ini bisa menyebabkan seseorang lebih menyukai citra dirinya di media sosial dibandingkan dengan keadaan dirinya di dunia nyata. Â
Budaya selfie memiliki sisi positif dan negatif yang perlu dipahami dengan bijak. Di satu sisi, selfie dapat menjadi alat ekspresi diri yang kuat, memungkinkan individu untuk menunjukkan kepribadian dan kreativitas mereka. Di sisi lain, jika tidak dikendalikan, budaya ini bisa memicu perilaku narsisistik dan masalah kesehatan mental.
Seperti banyak aspek dalam kehidupan digital, kunci untuk memanfaatkan selfie dengan bijak adalah keseimbangan. Menggunakan selfie sebagai cara untuk mengekspresikan diri dan terhubung dengan orang lain dapat memberikan banyak manfaat, asalkan tidak berlebihan dan tetap menjaga kesehatan mental serta hubungan yang sehat dengan media sosial.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI