Mohon tunggu...
abdurrahman duwila
abdurrahman duwila Mohon Tunggu... Media Timur cemerlang

Saya freelance bekerja pada media dengan hobi menuliskan artikel-artikel berita tentang lingkungan teknologi dan budaya serta ekonomi

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Apa Kata Media ?, Survey berbasis data pemberitaan Media Sorotan Tajam soal dampak Tambang di Halmahera

1 Juni 2025   23:26 Diperbarui: 1 Juni 2025   23:26 118
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Survei Ungkap Media Ramai Soroti Pencemaran Logam Berat di Laut Halmahera: Isu Tambang Maluku Utara Masuki Tahap Krisis Sosial dan Ekologis

Ternate, 1 Juni 2025 --- Selama sepekan terakhir, Maluku Utara menjadi sorotan berbagai media nasional dan lingkungan independen terkait krisis sosial-lingkungan yang ditengarai akibat aktivitas pertambangan. Berdasarkan survei analisis pemberitaan media daring yang , ditemukan bahwa narasi dominan dalam pemberitaan adalah soal pencemaran laut dan temuan logam berat dalam tubuh manusia yang diduga berkaitan langsung dengan kegiatan pertambangan nikel di kawasan Teluk Weda, Halmahera Tengah.

Survei dilakukan terhadap 15 artikel berita yang dipublikasikan antara tanggal 24 hingga 31 Mei 2025. Media yang menjadi objek analisis meliputi lima outlet utama, yakni Kompas.com, Mongabay Indonesia, CNN Indonesia, Tempo.co, dan NusantaraHijau.id. Fokus survei adalah untuk mengetahui objek wilayah sorotan, tema utama, aktor yang paling banyak disebut, serta pola narasi yang dibangun oleh masing-masing media.

Teluk Weda Jadi Pusat Sorotan

Dari total pemberitaan yang dianalisis, kawasan Teluk Weda di Halmahera Tengah menjadi wilayah yang paling banyak disebut, muncul dalam 7 dari 15 artikel. Mayoritas berita menyoroti pencemaran laut di teluk tersebut dan dampaknya terhadap kesehatan masyarakat. Warga pesisir, terutama nelayan dan ibu rumah tangga, disebut mengalami peningkatan kandungan logam berat dalam darah mereka. Laporan ini diperkuat oleh hasil uji laboratorium yang disebutkan dalam laporan investigatif Kompas dan CNN Indonesia.

Wilayah lain yang juga mendapat perhatian adalah Halmahera Timur, di mana sejumlah media melaporkan adanya konflik lahan antara perusahaan tambang dan masyarakat adat. Di sisi selatan, Pulau Obi dan wilayah Bacan disorot terkait dugaan pencemaran limbah dan dampak udara dari aktivitas smelter.

Isu Lingkungan Mendominasi Narasi

Secara tematik, sebagian besar media mengangkat isu pencemaran lingkungan sebagai pusat pemberitaan. Dari 15 artikel, 10 di antaranya secara eksplisit membahas kerusakan ekosistem laut, kematian ikan, hilangnya biota, serta degradasi kualitas perairan pesisir. Sementara itu, 7 artikel secara spesifik menyebut temuan kandungan logam berat dalam tubuh manusia, termasuk merkuri dan kromium yang diduga berasal dari kegiatan tambang dan pengolahan mineral.

Selain isu pencemaran, 4 artikel juga mengangkat praktik kriminalisasi terhadap warga adat yang menolak ekspansi tambang. Mereka disebut mengalami intimidasi, pemanggilan hukum, bahkan perampasan lahan tanpa musyawarah. Beberapa media juga menyuarakan kritik terhadap lambannya respons pemerintah daerah, terutama Pemprov Maluku Utara yang dinilai belum mengambil langkah tegas meski data pencemaran sudah diungkap.

Warga dan LSM Menjadi Subjek Narasi Paling Dominan

Dalam pemberitaan media, warga pesisir Teluk Weda menjadi aktor yang paling banyak disebut. Mereka digambarkan sebagai korban langsung dari krisis lingkungan yang sedang berlangsung. Selain itu, peran lembaga advokasi lingkungan, seperti WALHI, JATAM, dan LBH Pers, juga dominan dalam narasi media. Mereka kerap tampil memberikan pernyataan kritis, menyuarakan desakan moratorium tambang, hingga meminta audit independen terhadap kualitas lingkungan dan kesehatan warga.

Beberapa artikel juga menyajikan suara akademisi dan tenaga medis yang menyoroti risiko jangka panjang dari paparan logam berat. Sebaliknya, pemerintah provinsi dan perusahaan tambang lebih sering tampil dalam konteks pasif, bahkan absen dalam memberikan tanggapan yang jelas.

Media Berbeda, Gaya Narasi Berbeda

Setiap media memiliki pendekatan yang berbeda dalam menyajikan isu ini. Kompas.com dan CNN Indonesia cenderung mengangkat temuan kesehatan dan dampak terhadap warga dengan pendekatan human interest. Mongabay Indonesia memilih menggali lebih dalam aspek konflik lahan, praktik kriminalisasi, dan kerusakan ekologis. Tempo.co banyak menyoroti kurangnya ketegasan pemerintah., sementara Malut Tv memberi ruang besar pada suara Walhi dalam bentuk dialog  dan narasi moral soal keadilan ekologis.

Dalam salah satu artikel di Kompas.com, disebutkan bahwa warga pesisir yang menjadi objek pemeriksaan medis menunjukkan kandungan logam berat di atas ambang batas aman. Temuan ini dinyatakan oleh tim peneliti laboratorium ekologi pesisir dari sebuah kampus ternama. Dalam artikel berbeda di Mongabay, WALHI secara tegas menyebut bahwa yang terjadi saat ini bukan sekadar pencemaran, tapi "ekosida" atau kehancuran sistematis atas lingkungan hidup.

Sementara itu, NusantaraHijau.id dalam laporannya menampilkan pernyataan dari koalisi masyarakat sipil Maluku Utara yang mendesak pemerintah menyatakan status darurat ekologi terbatas di wilayah Teluk Weda dan sekitarnya.

Kesimpulan: Media Angkat Krisis Ekologi Jadi Isu Nasional

Temuan survei ini menunjukkan bahwa dalam sepekan terakhir, media daring telah berhasil mengangkat krisis tambang di Maluku Utara sebagai isu nasional. Narasi tidak lagi terfokus pada persoalan ekonomi atau investasi, tetapi telah beralih ke soal hak hidup, kesehatan publik, dan keadilan ekologis.

Pemberitaan secara umum mengedepankan sisi kemanusiaan dan lingkungan, dengan warga dan komunitas lokal sebagai aktor utama yang terdampak. Suara pemerintah dan industri nyaris tidak terdengar dalam pemberitaan, yang mengindikasikan potensi krisis legitimasi di tengah minimnya transparansi informasi dari otoritas dan perusahaan tambang.

Rekomendasi: Moratorium dan Audit Lingkungan Mendesak Dilakukan

Berdasarkan hasil survei ini, terdapat  beberapa point yang menjadi rekomendasi  beberapa langkah mendesak, yaitu:

  1. Pemerintah Provinsi Maluku Utara diminta segera menyatakan status darurat ekologi terbatas, terutama di Teluk Weda.

  2. Dilakukan audit independen dan terbuka terhadap kualitas air laut, sedimen, ikan konsumsi, dan kesehatan masyarakat.

  3. Moratorium sementara terhadap aktivitas pertambangan dan smelter hingga ada hasil investigasi menyeluruh.

  4. Perlindungan hukum terhadap warga adat dan aktivis lingkungan yang mengalami tekanan dan kriminalisasi.

  5. Penguatan kapasitas jurnalisme lingkungan di tingkat lokal untuk terus mengawal isu ini secara mendalam dan berkelanjutan.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun