Dengan jumlah mencapai 72 bahasa daerah di NTT, Kabupaten Alor adalah yang terbanyak dengan jumlah 32 bahasa daerah, termasuk bahasa Baranusa.
Dengan berbagai diskursus yang saya ajukan diatas, kiranya kita berharap akan lahir Imagined Communities yang diperkenalkan oleh Benedict Anderson dalam bukunya Imagined Communities: Reflections on the Origin and Spread of Nationalism (1983, revisi 1991), yakni kemunculan kelompok-kelompok masyarakat baru berdasarkan pertautan gagasan ideal yang dibentuk, perasaan kebersamaan atau persatuan yang terbangun.
Mereka tetap merasa bagian dari komunitas yang sama karena berbagi identitas lokal, budaya, tradisi, atau bahasa. Singkatnya, imagined community pada tingkat lokal di Baranusa adalah perasaan "kita satu komunitas", "kita orang Baranusa" meskipun banyak orang yang jarang bertemu karna diaspora ke daerah lainnya.
Dengan meregenerasi SDM unggul Baranusa secara terencana di berbagai bidang, khususnya di bidang pendidikan islam, maka peradaban islam yang tumbuh ratusan tahun lalu di Baranusa akan dikenal kembali melalui kemasan para generasi muda Baranusa yang hadir sebagai pendakwah islam di berbagai kabupaten di Nusa Tenggara Timur.
Dengan demikian, Baranusa tidak hanya dikenal sebagai "lawo sallang" (kampung muslim) secara eksklusif, namun akan lebih dikenal sebagai masyarakat dan generasi yang "Mutamaddin", yakni konsep masyarakat yang diajarkan Rasulullah SAW saat mengganti nama Kota Yatsrib menjadi Kota Madinah yang dikenal hingga saat ini.
Konsep masyarakat yang mutamaddin merupakan istilah yang merujuk pada masyarakat yang berbudaya dan berkualitas atau juga dikenal sebagai masyarakat madani, yakni gabungan antara aspek tsaqafah dan hadharah. Aspek tsaqafah adalah mewujudkan masyarakat yang intelektual, yaitu umat yang cerdas dan berpendidikan. Sedangkan aspek Hadharah atau budaya masyarakat yang sejahtera yakni seperti yang dilakukan oleh Rasulullah dalam memimpin Kota Madinah.
Maka, dengan menggerakkan aspek tsaqafah secara terencana dalam kurun waktu puluhan tahun secara konsisten, maka akan lahir Hadharah atau budaya masyarakat Baranusa yang berperadaban (mutamaddin).
Kalau sudah begitu, kita boleh berharap kelak Baranusa akan dikenal sebagaimana para ulama mengenalkan daerahnya, seperti Abu Abdillah Muhammad bin Ismail yang mengenalkan daerahnya (Bukhara, Uzbekistan), kemudian kini kita kenal beliau dengan sebutan Imam Bukhori, pemimpin para ahli hadits.
Semoga!
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI