Mohon tunggu...
Abdul Wahid Ola
Abdul Wahid Ola Mohon Tunggu... Tenaga Ahli Anggota Komisi III DPR RI 2019-2024

Sedang Belajar Membaca

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Baranusa, Kompas Sejarah Islam dan Politik Alor

5 April 2025   20:54 Diperbarui: 5 April 2025   20:54 916
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto: Abdul Wahid Ola (Sumber: Dokumen Pribadi)

Secara periodik, pondok Pesantren Al-Hairiyah direncanakan memiliki santri yang diasramakan dan yang tinggal diluar asrama. Nama-nama dewan pendiri saat itu adalah Bapak AS. Baso, Bapak H. M.P Ika, Bapak M. Magang, Bapak H.NS Ulumando, dan Bapak A.P Uba. Sedangkan ketua pengasuh pondok pesantren adalah Bapak Syamsu Ola.

Dalam aspek pendidikan, perkembangan tingkat kelulusan sarjana di Baranusa cukup menggembirakan. Berdasarkan catatan Kantor Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (Kandep) Kecamatan Pantar Barat, Kabupaten Alor, pada tahun 2020 hingga 2025, tingkat lulusan sarjana Baranusa mencapai 180 orang sarjana, 10 orang magister, dan 2 orang doktor.

Jumlah ini sempat menurun pada tiga dekade sebelumnya disebabkan oleh minimnya kesadaran masyarakat akan pendidikan dan budaya "haja" atau pesta yang dinilai boros dengan rangkaian prosesi adat yang panjang, sehingga menjadi salah satu faktor dominan terhadap laju pertumbuhan ini.

Padahal dalam pernikahan yang diwajibkan islam hanyalah "mahar" atau maskawin dalam budaya Baranusa. Sedangkan "walimah" atau "haja" dan resepsi merupakan kesunahan. Ini sebagaimana sabda Nabi Muhammad SAW yang diriwayatkan oleh Aisyah, bahwa: "Sesungguhnya pernikahan yang paling besar berkahnya adalah yang paling sedikit biayanya (maharnya). (HR. Ahmad No. 25191, Ibnu Hibban No. 4052)

Sedangkan walimah atau haja didefinisikan sebagai undangan jamuan makan pascapernikahan. Pendapat Syekh Muhammad bin Qasim dalam Kitab Fathul Qarib menyebutkan bahwa: walimah pernikahan hukumnya disunahkan. Yang dimaksud dalam hal ini ialah jamuan makan ketika pernikahan. Paling sedikit hidangan bagi orang mampu ialah seekor kambing, dan bagi orang yang kurang mampu, hidangannya apa pun semampunya. (Fathul Qarib, Surabaya: Kharisma, 2000, halaman 236).

Dengan rujukan dari hadits Nabi dan ulama fiqih diatas, kita berharap perkembangan mutu pendidikan melalui lulusan sarjana/pascasarjana di Baranusa tidak mengalami penurunan akibat dominasi budaya terhadap hukum islam dalam walimah atau haja yang memberatkan perekonomian warga masyarakat. Singkatnya, budaya dan agama harus berwujud way of life yang menjadi pandangan hidup, pedoman hidup, dan petunjuk hidup dalam beragama dan bermasyarakat demi kemajuan pendidikan generasi Baranusa.

Dalam aspek sejarah dan budaya, minimnya catatan sejarah yang dibukukan dan ditulis oleh generasi Baranusa menjadi penyebab akan hilangnya berbagai cerita perjalanan sejarah yang telah berusia ratusan tahun.

Maka, melalui inisiatif IKBARNAS dengan berbagai komponen dewan adat di Baranusa, kiranya harus segera membentuk tim kerja penulisan sejarah dan budaya Baranusa. Penulisan sejarah yang dimaksud adalah agar Baranusa memiliki satu buku rujukan sejarah tentang asa usul (suku), adat, budaya, agama, dan perkembangan islam di Baranusa.

Sebagai contoh, berbagai lirik "bote liang" dalam mengisahkan perjalanan sejarah Baranusa harus juga dibukukan dan dibuatkan album khusus. Ini agar generasi mendatang tidak hanya mengetahui tetapi juga menyanyikan dalam gendre musik yang lain.

Contoh lainnya adalah ketiadaan kamus bahasa Baranusa. Sebab, dengan makin banyaknya diaspora Baranusa yang tumbuh dan besar di luar daerah, tentunya kamus ini akan sangat membantu. Sebab, dalam berbagai sejarah penutur bahasa di dunia, bahasa tersebut bisa saja punah dan hilang seiring dengan berkurangnya penutur bahasa yang tidak lagi memiliki dan mengenal kosakata tersebut.

Data Kemdikbudristek RI menyebutkan hingga tahun 2024, sudah ada 11 bahasa daerah di Indonesia yang telah punah. Kepunahan bahasa daerah ini terjadi karena tidak ada lagi (berkurangnya) penutur yang menggunakannya. Mayoritas bahasa daerah yang punah berasal dari Maluku dan Papua. Diantaranya bahasa Tandia dari Papua Barat, bahasa Kajeli/Kayeli dari Maluku, bahasa Mawes dari Papua, dan bahasa Hoti dan Serua dari Maluku.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun