Mohon tunggu...
Abdul Wahid Ola
Abdul Wahid Ola Mohon Tunggu... Tenaga Ahli Anggota Komisi III DPR RI 2019-2024

Sedang Belajar Membaca

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Baranusa, Kompas Sejarah Islam dan Politik Alor

5 April 2025   20:54 Diperbarui: 5 April 2025   20:54 916
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto: Abdul Wahid Ola (Sumber: Dokumen Pribadi)

Yang menarik, tahun kehadiran para pendakwah ini di Baranusa merupakan tahun dimana Kesultanan Ternate dipimpin oleh Sultan Bayanullah (memerintah 1500--1522), di mana pada era raja sebelumnya yakni Sultan Zainal Abidin (1486-1500) saat itu, kesultanan Ternate baru 14 tahun menjadikan Islam sebagai agama resmi kerajaan. Disamping itu, syariat Islam diberlakukan, dan membentuk lembaga kerajaan sesuai hukum Islam dengan melibatkan para ulama.

Sultan Bayanullah adalah putra dari Sultan Zainal Abidin. Diantara legacy Sultan Zainal Abidin adalah meninggalkan gelar "kolano" bagi raja dan menggantinya dengan sebutan sultan. Sultan Zainal Abidin pernah memperdalam ajaran Islam pada tahun 1495 dengan berguru langsung pada Sunan Giri (Syarif Muhammad Ainul Yaqin) yang merupakan salah satu Walisongo di Jawa.

Sunan Giri bukan hanya seorang ulama, tetapi juga pemimpin spiritual dan politik yang memiliki pengaruh luas. Sunan Giri dikenal sebagai Walisongo yang ahli dalam politik dan tata negara. Kendati demikian, pengaruh dakwah Sunan Giri tidak berhenti di Jawa saja, tetapi menjangkau Banjar, Martapura, Pasir, Kutai, Nusa Tenggara, hingga Maluku.

Dengan latar sejarah ini, kita bisa meyakini bahwa islam Baranusa adalah Islam yang diajarkan oleh Sunan Giri kepada Sultan Zainal Abidin, kemudian dibawa oleh para utusan (pendakwah) sampai ke Baranusa dengan corak dan ajaran yang sama.

Dengan kata lain, Islam di Baranusa merupakan Islam yang senafas dengan ajaran para Walisongo. Ini sedikit berbeda dengan penyebar Islam di Adonara dan Solor yang dibawa oleh Sayyid Rifaduddin Al-Fatih, yang dikenal sebagai Jou Imam Patiduri, seorang ulama asal Hadramaut, Yaman.

Selain itu di Solor-Adonara ada juga seorang ulama dan pedagang asal Palembang bernama Syahbudin bin Salman Al-Faris, yang kemudian dikenal sebagai Sultan Menanga yang berhasil mengislamkan Raja Sangaji Dasi beserta keluarganya, yang kemudian mempercepat proses Islamisasi di wilayah itu.

Maka dengan momentum  "Reuni Akbar Diaspora Baranusa Guo Bale" tahun 2025 ini, mestinya melahirkan landmard decision (putusan yang sangat penting) bagi kemajuan Baranusa dalam berbagai aspek.

Misalnya dalam aspek keagamaan, IKBARNAS harus mendorong regenerasi kader Baranusa yang lulus dari berbagai pondok pesantren yang kompeten dalam berbagai bidang, seperti dalam fiqih, akidah, tasawuf, dan juga menjadi hafidz Qur'an.

Jika ini dilakukan secara terencana melalui program IKBARNAS, tentunya Baranusa bukan hanya dikenal sebagai "lawo sallang" (kampung muslim) secara eksklusif, namun akan dikenal sebagai generasi Ulul Albab yang berdiaspora di wilayah lain di NTT. Dalam Tafsir Al-Qurtubi, Ulul Albab adalah orang-orang yang memperoleh ilmu dan mengamalkannya. Mereka bukan hanya cerdas secara intelektual, tetapi juga memiliki kebijaksanaan dan keimanan yang kuat.

Dengan cara inilah, kedepan generasi Baranusa akan mengisi semua ruang publik keagamaan di seluruh pelosok NTT. Sehingga, kita tidak lagi hanyut dalam romantisisme sejarah dan pengakuan publik atas identitas "lawo sallang" yang eksklusif. Tetapi, dengan regenerasi kader Baranusa secara terencana dalam 15-20 tahun kedepan, Baranusa akan dikenal sebagai laboratorium pengembangan islam di NTT.

Pada tahun 1999, para tokoh dan orang tua di Baranusa sempat menginisiasi pembangunan pondok Pesantren Al-Hairiyah untuk menunjang tujuan ini. Dengan mengusung sistem pendidikan seperti pesantren pada umumnya, pondok Pesantren Al-Hairiyah direncanakan mendidik calon pendakwah melalui pendidikan dan latihan muhadoroh (berdakwah). Bahkan, hal ini ingin dilakukan dengan pembelajaran dakwah menggunakan tiga bahasa (Arab, Inggris, Indonesia).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun