Pepatah Jawa "mburu uceng kelangan deleg"---mengejar ikan kecil sampai kehilangan ikan besar---terasa persis menggambarkan prioritas KAI Logistik hari ini.
Di tengah ekonomi serbadigital, pemain logistik besar memenangkan pasar bukan karena punya banyak katalog layanan, melainkan karena kecepatan yang bisa ditebak, jaringan hub-to-hub yang disiplin, dan integrasi mulus dengan marketplace serta kurir digital. Jika aset rel dan jadwal kereta tidak diposisikan sebagai mesin waktu kurir cepat antarkota, KAI Log hanya akan sibuk mengejar hal-hal kecil, tapi kehilangan peluang besar.
Pasar Logistik: Deleg yang Terlupakan
Indonesia ini pasar logistik raksasa. Belanja logistik nasional menyedot sekitar 14--24% dari PDB, angka yang termasuk tertinggi di ASEAN. Nilainya triliunan rupiah. Pemerintah bahkan menargetkan ongkos logistik bisa ditekan ke 8% PDB pada 2045. Artinya, logistik bukan sekadar urusan "paket sampai", melainkan penentu daya saing bangsa.
Dalam peta besar ini, KAI Log seharusnya punya keunggulan emas: jalur rel yang pasti, jadwal yang disiplin. Tapi sayangnya, alih-alih mengunci pasar kurir cepat dan integrasi digital, justru energi banyak terbuang pada layanan yang bukan inti.
Data yang Bicara: Kecil di Tengah Raksasa
Mari kita lihat perbandingannya.
Total kontribusi logistik pada PDB 2023: sekitar Rp 1.231 triliun.
- Baca juga: Joget Dulu, Bukti Menyusul ?
Pendapatan KAI Logistik 2024: Rp 1,1 triliun, dengan laba Rp 89,6 miliar.
Semester I 2025: Rp 538 miliar.
Target 2029: Rp 1,8 triliun.