Mohon tunggu...
Abdul Wahid Azar
Abdul Wahid Azar Mohon Tunggu... Penulis Buku Non Fiksi (BNSP)

Menulis subtansi kehidupan, Jujur pada realitas

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Senyum, Sapa, Salam yang Tertinggal di Kursi Kereta

15 Agustus 2025   06:40 Diperbarui: 15 Agustus 2025   06:40 100
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemandangan sehari hari di KRL  Dunia ada dalam Genggaman  (Foto : Kompas.com)

Dari Franky & Jane ke Gerbong Hari Ini

"Dengan kereta malam ku pulang sendiri." Bait pembuka Franky & Jane ini mengingatkan masa ketika interaksi di transportasi umum mengalir tanpa paksaan. Orang bisa saling tatap, lalu bercerita panjang---bahkan soal anak yang sudah tiada, cuma karena wajah kita mirip.
Sekarang? Tatap mata orang di gerbong bisa bikin canggung seperti sidang DPR pas bahas isu sensitif.

Teori Sosiologi di Balik 'Cuek Massal'

Menurut sosiolog Erving Goffman, kita sedang mempraktikkan civil inattention---pura-pura tidak melihat demi menjaga jarak aman. Masalahnya, jarak aman ini kelewat jauh sampai senyum pun enggan mampir.
Sosiolog Hartmut Rosa menambahkan, di era social acceleration, waktu kita begitu terkompres sampai senyum dianggap pemborosan waktu.
Hasilnya: transportasi umum berubah jadi "ruang sunyi ramai"---ramai orang, tapi sunyi interaksi.

Potret Gerbong Masa Kini

Kalau mau lihat "laboratorium hubungan sosial" yang disebut sosiolog G. Fayard, transportasi umum dulunya adalah tempatnya. Sayang, sekarang laboratorium ini sudah sepi, dosennya cuti, mahasiswanya pindah ke kampus online bernama "Layar HP".
Gejalanya jelas:

Kursi prioritas lebih nyaman ditempati tas daripada manusia.

Musik bocor dari earphone, seakan gerbong ini panggung pribadinya.

Bodyguard gerbong: berdiri di pintu menghalangi arus keluar-masuk.

Telepon mode rapat kabinet, padahal cuma nanyain, "Nasi udah matang belum?"

Versi Zaman Now

Kadang saya membayangkan kalau lirik Franky & Jane dibuat ulang versi hari ini, mungkin bunyinya jadi:

"Dengan kereta malam ku pulang sendiri...
Mengikuti sinyal WiFi yang kadang mati..."

Penyebabnya bukan hanya gadget, tapi juga kombinasi rasa canggung, takut salah bicara, dan terbiasa "hidup di pulau masing-masing" meski duduk berdempetan.

Tiga Gaya Menyikapi 'Pelanggar Etika'

Kalau ketemu penumpang yang selonjor nutup lorong, telepon keras-keras, atau pura-pura tidur pas kursi sebelah kosong, kamu tim mana?

Tim Tegas: tegur langsung ala juru bicara KAI.

Tim Kode: batuk-batuk sambil lirak-lirik seperti sandi Morse.

Tim Pasrah: bisik mantra "Sabar... ini ujian nasional."

Miniatur Negara di Atas Roda

Transportasi umum itu miniatur negara: ada yang taat aturan, ada yang seenaknya, ada yang cuma mau cepat sampai tanpa peduli kanan-kiri. Bedanya, di sini kita nggak bisa golput---karena suka tidak suka, kita ikut dalam perjalanan yang sama.
Yang membedakan hanya satu: maukah kita memulai lagi "senyum, sapa, salam" yang dulu pernah jadi budaya?

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun