Mohon tunggu...
Abdul Wahid Azar
Abdul Wahid Azar Mohon Tunggu... Penulis Buku Non Fiksi (BNSP)

Menulis subtansi kehidupan, Jujur pada realitas

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Lidah Bermahkota, Ketika Raja Kata Tergelincir Berulang Kali

9 Mei 2025   04:40 Diperbarui: 9 Mei 2025   04:40 154
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kalau lidah terus tergelincir, maka maaf tidak cukup. Perlu ada perubahan nyata. Jangan sampai permintaan maaf itu jadi sekadar pengulangan tanpa makna. Di dunia politik, berbicara bukan soal meluapkan emosi, tapi soal menjaga agar kata-kata itu tidak berubah jadi belati.

Cak Nun mengingatkan bahwa lidah yang terjaga akan membawa ketenangan. Kata-kata yang bijak akan meredam amarah, bukan malah menyulut kebencian. Jika benar-benar menganggap Cak Nun sebagai guru, seharusnya Dhani bisa belajar menjaga lisan.

 Jangan Sampai Lidah Menjatuhkan Mahkota

Ahmad Dhani mungkin seorang raja panggung, tapi untuk menjadi raja kata yang sesungguhnya, ia masih perlu belajar. Bukan cuma soal mengagumi Cak Nun, tapi juga menjalani ajarannya: menjaga lidah, menjaga hati, dan menjaga martabat.

Jika terus menerus meminta maaf tanpa perubahan, maaf itu akan kehilangan maknanya. Seperti lagu lawas yang terlalu sering diputar, rasa harunya lenyap, tinggal bosan yang tersisa.

Jangan sampai lidah bermahkota ini terus tergelincir. Karena ketika lidah jatuh, mahkota pun ikut goyah. Dan pada akhirnya, bukan cuma dirinya yang terjatuh, tapi juga kepercayaan dari rakyat yang pernah mendukungnya. Belajarlah dari Cak Nun: berbicara itu bukan sekadar menyampaikan pikiran, tapi juga menjaga perasaan.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun