Pagi-pagi, di antara tukang sayur dan motor tetangga yang baru dipanasi, terdengar percakapan ibu-ibu:
"Lila masuk IPA, Jeng. Anak pinter!"
"Wah, keren! Anak saya malah IPS. Katanya sih biar gampang jadi pengusaha..."
"Yang penting jangan Bahasa ya, katanya itu jurusan buangan..."
Begitulah potret kecil dari realitas sosial di sekitar kita.
Penjurusan SMA, yang semestinya menjadi pintu eksplorasi minat dan bakat siswa, sering kali dibumbui persepsi orang tua, lingkungan, dan stigma sosial yang diwariskan turun-temurun. Dan akhirnya, banyak siswa yang memilih jurusan bukan karena cinta pada pelajaran, bukan karena gairah mengejar cita-cita, tapi karena... gengsi.
Sekilas Soal Penjurusan di SMA
Di sistem pendidikan Indonesia, penjurusan umumnya dilakukan saat siswa naik ke kelas 11 (XI). Siswa diarahkan masuk ke salah satu dari tiga jurusan:
IPA (Ilmu Pengetahuan Alam)
IPS (Ilmu Pengetahuan Sosial)
Bahasa
Konon katanya:
IPA = anak pintar, calon dokter, bisa masuk semua jurusan kuliah
IPS = anak bicara, cocok jadi pengusaha, ekonom, atau pengacara