Mohon tunggu...
Abdan Nawwaf El Hibban
Abdan Nawwaf El Hibban Mohon Tunggu... Mahasiswa Program Studi Teknik Informatika

Berkuliah di Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Ketika Rekayasa Perangkat Lunak Bertemu Realitas Ekonomi

6 Mei 2025   11:40 Diperbarui: 6 Mei 2025   11:09 44
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Illustrasi Software Engineering Economics (Sumber: Freepik/freepik)

Pernahkah Anda mendengar seorang manajer proyek berkata, “Kita butuh aplikasi ini selesai dalam tiga minggu, dengan fitur lengkap, dan anggaran terbatas”? Jika Anda seorang pengembang, Anda mungkin hanya bisa tertawa getir, karena tahu bahwa antara keinginan dan kenyataan ada jurang bernama kompleksitas—dan lebih dalam lagi, biaya.

Selama ini, banyak orang mengira bahwa dunia rekayasa perangkat lunak (RPL) hanyalah urusan teknologi: bahasa pemrograman, algoritma, framework, dan arsitektur sistem. Tapi di balik semua itu, ada satu aspek yang jarang dibicarakan dengan serius padahal memengaruhi segalanya—ekonomi. Tepatnya: Software Engineering Economics.

Bayangkan Anda sedang merancang sebuah aplikasi besar untuk layanan logistik. Ada banyak pilihan teknis yang bisa diambil. Anda bisa menggunakan teknologi open-source yang fleksibel namun butuh tenaga ekstra untuk dikonfigurasi. Atau Anda bisa memilih platform siap pakai yang lebih mahal tetapi menghemat waktu. Lalu muncul pertanyaan penting: mana yang lebih “hemat” secara keseluruhan? Itulah pertanyaan inti dari ekonomi dalam RPL.

Software Engineering Economics mengajarkan kita untuk berpikir seperti ini sejak awal. Bukan hanya “apa yang bisa dilakukan,” tapi “apa yang layak dilakukan.” Bukan cuma melihat biaya awal, tetapi total biaya sepanjang siklus hidup perangkat lunak—dari pengembangan, peluncuran, pemeliharaan, hingga pensiun.

Sering kali, keputusan teknis kita berdampak besar terhadap biaya di masa depan. Sebuah shortcut arsitektural yang diambil demi mengejar deadline bisa berubah menjadi utang teknis yang sulit dibayar. Sistem yang dibangun tanpa dokumentasi karena “ingin cepat” bisa menyulitkan proses debugging atau onboarding tim baru. Setiap keputusan itu memiliki nilai ekonomi—meski tidak selalu tercermin langsung dalam lembar anggaran.

Salah satu kesalahpahaman terbesar dalam industri ini adalah menganggap penghematan jangka pendek sebagai kemenangan. Misalnya, memangkas waktu pengujian untuk bisa segera rilis. Atau menunda refactoring demi memenuhi tenggat waktu klien. Tapi seperti orang yang tidak pernah mengganti oli mobil, lama-lama mesin akan macet. Dalam konteks perangkat lunak, hal ini berarti sistem makin sulit dikembangkan, lebih banyak bug, lebih lambat performanya, dan lebih mahal dipelihara.

Mari kita lihat dari sisi lain. Ada banyak teknologi dan alat bantu baru yang menjanjikan efisiensi: cloud computing, otomatisasi CI/CD, layanan AI berbasis API, dan sebagainya. Tapi apakah adopsi semua itu selalu menguntungkan? Tidak selalu. Software Engineering Economics membantu kita menilai, secara rasional, kapan dan bagaimana investasi teknologi sepadan dengan nilai bisnis yang dihasilkan.

Di sinilah pentingnya berpikir dalam kerangka cost-benefit analysis. Setiap fitur baru, setiap teknologi yang diadopsi, setiap tambahan waktu pengembangan harus bisa dibenarkan dalam bahasa manfaat: apakah ini akan membuat pengguna lebih puas? Mengurangi biaya jangka panjang? Meningkatkan kecepatan inovasi di masa depan?

Tentu, tidak semua hal bisa diukur secara tepat. Ada aspek kualitatif—seperti kenyamanan pengguna atau reputasi perusahaan—yang sulit dikuantifikasi. Namun pendekatan ekonomi mengajak kita untuk berpikir lebih sistematis dan transparan. Bahkan ketika kita tidak punya angka pasti, kita bisa membuat estimasi yang masuk akal dan terbuka terhadap risiko.

Yang menarik, Software Engineering Economics bukan hanya tugas manajer atau analis. Justru pengembanglah yang paling sering berada di titik-titik pengambilan keputusan. Haruskah fungsi ini dipisah jadi dua modul? Apakah kita perlu menulis ulang bagian ini agar lebih bersih? Apakah layak menguji skenario edge case tertentu? Keputusan-keputusan kecil seperti itu—jika diambil dengan pemahaman ekonomi—bisa menyelamatkan proyek dari pemborosan dan kegagalan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun