Uang adalah tujuan bagi para pekerja. Bekerja demi uang. Pemerintah menetapkan Upah Minimum Regional sebagai dasar penggajian, maka muncul yang namanya Upah Minimum Provinsi. Diukur secara cermat oleh ahlinya. Tidak ada yang tidak butuh uang. Ada pepatah, tidak semuanya bisa di beli dengan uang, tetapi uang adalah media untuk hampir semua kebutuhan manusia. Manusia yang tidak terbeli oleh uang, adalah manusia langka.
Ketika muncul di televisi dan berita-berita ada uang yang diekspos, ditunjukkan kepada publik, sejumlah 11,8 Trilyun Rupiah, maka mata kita, yang gaji bulanannya diukur oleh pemerintah. Mau tidak mau akan terbelalak. Sebegitu besarnya uang yang jadi kasus pada perusahaan besar. Uang itu, jika dimiliki pribadi, bisa untuk menghidupi tujuh turunan, bahkan jika di depositokan bisa hidup tanpa bekerja. Tapi apakah itu tujuan hidup? Hanya puas dengan menikmati kesenangan? Tentu saja bukan. Karena manusia adalah makhluk yang rumit, bukan makhluk sederhana yang hanya membutuhkan kebutuhan dasar makan minum dan berkembang biak.
Perusahaan yang menjadi aktor adalah Wilmar Group. Kejaksaan Agung menyita uang tersebut setelah lima terdakwa korporasi mengembalikannya sebagai bentuk penggantian kerugian negara. Pengembalian dilakukan oleh PT Wilmar Nabati Indonesia, PT Wilmar Bioenergi Indonesia, PT Multimas Nabati Asahan, PT Multinabati Sulawesi, dan PT Sinar Alam Permai. Produk yang mereka hasilkan sangat beragam, antara lain minyak goreng dengan merek Sovia, Shania, Fortune, dan Oleis.Â
Kejaksaan Agung mendakwa lima anak perusahaan Wilmar Group atas dugaan korupsi dalam pemberian fasilitas ekspor Crude Palm Oil (CPO) dan produk-produk lainnya, selama periode Januari 2021 hingga Maret 2022.
Korupsi dalam pemberian fasilitas ekspor CPO dan produk turunannya selama 2021--2022 merugikan tiga pihak utama:
- Keuangan negara Negara kehilangan potensi pendapatan karena perusahaan-perusahaan seperti Wilmar Group mendapatkan izin ekspor secara tidak sah, tanpa memenuhi kewajiban Domestic Market Obligation (DMO) dan Domestic Price Obligation (DPO). Total kerugian keuangan negara diperkirakan mencapai Rp 6 triliun.
- Perekonomian nasional Ketika perusahaan mengekspor CPO secara masif tanpa memenuhi kebutuhan dalam negeri, terjadi kelangkaan minyak goreng yang menyebabkan harga melonjak. Ini berdampak pada daya beli masyarakat dan stabilitas ekonomi. Kerugian terhadap perekonomian negara diperkirakan mencapai Rp 12,3 triliun
- Masyarakat umum Konsumen, terutama dari kalangan menengah ke bawah, menjadi korban langsung karena harus membeli minyak goreng dengan harga tinggi atau bahkan tidak bisa mendapatkannya sama sekali. Ini memicu keresahan sosial dan tekanan terhadap pemerintah.
Uang dikembalikan. Perusahaan divonis tidak bersalah. Tapi tetap mengembalikan. Alasannya sebagai bentuk itikad baik korporasi, menghindari penyitaan aset pribadi, bagian dari proses hukum, karena Kejaksaan sedang proses pengajuan kasasi kasus ini ke Mahkamah Agung, serta untuk reputasi dan kelangsungan bisnis Wilmar Group.
Wilmar Group dimiliki oleh dua tokoh besar dunia agribisnis yaitu Kuok Khoon Hong dan Martua Sitorus. Yang pertama adalah pengusaha asal Singapura, keponakan Robert Kuok,Orang terkaya Malaysia, dan yang kedua adalah pengusaha asal Pematang Siantar, sang Raja Sawit.
Sumber rujukan:
www.academia.edu
www.cnbcindonesia.com
www.cnnindonesia.com