Sawarna? Pantai indah namun tersembunyi di ujung banten ini menawarkan pesona yang luar biasa. pantai itu sekarang menjadi destinasi wisata pantai yang wajib dikunjungi bagi kawan yang suka akan dunia pantai dan goa (caving). Pantai ini terletak di Bayah, ujung Banten, tepatnya di Banten Selatan. Dan daerah Bayah juga menjadi saksi sejarah tentang kekejaman pendudukan Jepang terhadap rakyat kita, Romusha di perlakukan sedemikian rupa hingga banyak yang gugur dalam membangun rel kereta api dari Saketi menuju Bayah untuk mengangkut hasil batubara yang memang banyak di temukan di Cikotok ini. sisa-sisa sejarahnya sudah lenyap dimakan waktu, hanya monumen dengan tonggak setinggi 3 meter saja mengingatkan akan peristiwa itu.
Bersama 20 orang saat pagi buta kami berniat mengunjunginya dan siap juga untuk berkumpul di Terminal Kampung Rambutan. Dengan niat dan tujuan yang sama, yaitu Sawarna atau kami menyebutnya The Hiden paradise Of Banten. Ya, yang aku sebut di atas tadi bahwa tempat ini berada di daerah yang sangat terpencil dan jauh dari dunia luar. Tujuan kami yang pertama adalah ke Terminal Serang. Dengan bis Primajasa mobil perlahan meninggalkan Kp Rambutan untuk menuju terminal Serang. Perjalanan ini masih nyaman dan terkendali kawan, karena memang aspalnya bagus. Nah, perjalanan baru di mulai setelah kami melewati Terminal Serang. Perjalanan yang sepertinya tiada habisnya. Panjang dan lama. Setelah melewati daerah Saketi, baru perjalanan kita penuh dengan perjuangan, jalan yang mirip kubangan, dan tidak rata dengan aspal membuat kami terhempas, terjerembab, dan terkulai lemas. Sangat ironis dengan gedung mewah para wakilnya, negeri yang ironis. Namun, semua itu terpuaskan dengan pemandangan yang luar biasa, yaitu sunset, sunrise, karang, dan juga pantai yang masih sangat indah beserta dengan pasirnya yang putih dan berkilau bila terkena pancaran sinar matahari.
Destinasi kedua, Susur gua (caving) itu yang menjadi salah satu objek wisata di sana. Dimana stalaktitnya yang luar biasa, dan binatang bermuka vampire yang bergelantungan di atas gua membuat kami semakin terpesona. Medan berlumpur dan licin jelas menambah suasana menjadi ceria, terpeleset adalah hal yang biasa terjadi. Bahkan ada kawan yang beberapa jatuh..hahaha.. penerangan juga dilakukan oleh guide kami yang membawa petromak, sementara kami membawa headlamp. Pengalaman ini jelas menambah wawasan dan kenangan yang terpatri di dalam hati kami. Puas, sudah pasti. Dengan baju penuh Lumpur dan belepotan, kami kembali ke penginapan dan dilanjutkan untuk beristirahat dan bersiap-siap meng-explore pantai keesokan harinya.
Yup, Tanjung Layang, Legon Pari, dan Karang Taraje sudah terlihat di pelupuk mata. Dua karang kokoh berdiri di atas laut, dihantam deburan ombak setiap saat tapi tetap kokoh dan ikhlas. Aku belajar dari karang ini semoga kekokokhannya bisa menulari anggota tubuhku, dari gempuran hidup yang semakin kuat menghantam. dari para nelayan yang aku lihat aku belajar dari ketabahannya dalam mengarungi lautan dan hempasan badai, dan kami sempat mampir ke pengrajin gula tapi dari air kelapa, sangat tradisional dan semua itu menambah pembelajaranku tentang hidup dan kehidupan ini. Bahwa jika kita menghargai alam, jelas alam juga akan menghargai kita merasuk ke dalam aliran darah kita, yang kemudian secara tak sadar terefleksi dalam kehidupan yang ganas ini.
Kami segera nyebur ke laut jernih itu, ketika itu arus laut lumayan deras, namun kami acuhkan. Kami bercengkrama dalam kebersamaan, beberapa dianatara kami tergoda untuk menghampiri kokohnya karang itu, yang berdiri angkuh. Sukses, Helmira, Tutu, Yanyan, dan Dian, Iwul dan aku naik ke karang itu, tinggi dan menegangkan. Namun, kawan setelah kami sampai di atasnya, luar biasa lautan lepas kami pandangi, deburan ombak tak henti-henti menampar karang itu. Lembut pasir putihnya berkilauan terkena cahaya matahari. kawan, Mutiara itu bernama Sawarna.
Kami berhasil naik ke atas karang itu. Kini semua jelas terlihat luasnya lautan itu, garis samudra yang tiada bertepi, dengan deburan ombak yang saling berkejaran menghantamnya. Aku berdendang lagu bang Iwan, setelah puas menyaksikan keindahan alam ini dan keagunganNYA.
Tampak ombak kejar mengejar menuju karang,
Menampar tubuh pencari ikan
Semilir angin berhembus bawa dendang unggas laut
Seperti restui jala nelayan.
(Iwan Fals#Tak Biru lagi lautku)