Teringat jelas senyum tak berjiwa itu
Salaman tangan yang menyentuh jemari tak berdaya itu
Kau genggam tanpa kau pedulikan
Kau tatap mata penuh harapan itu namun tak kau rasakan
Kau ucapkan semua kata hampa itu
Kini suara kami hanyalah tinggal suara
Wajah yang terbakar menemani mentari
Tangan yang mengelupas bersama jerami dan duri
Kaki yang menebal menahan tanah dan panasnya aspal jalan
Masih tersisa senyuman ramah yang menyapamu saat berhenti pelan
Di balik kaca hitam mobilmu yang kau samarkan dengan berjalan
Setiap keluhan yang terdengar namun tak tersimpan
Kini suara kami hanyalah tinggal suara
Berapa kali kami harus percaya?
Berapa kali lagi kami harus bersuara?
Bahkan sekali pun tidak pernah bagi kami suaramu bersuara
Jika suara kami hanya akan tinggal suaraÂ
Jangan tanyakan kami saat tak lagi bersuara
Karna kemarin, kini, dan nanti suara kami bagimu hanyalah tinggal suara