Mohon tunggu...
Tri AyuniPratiwi
Tri AyuniPratiwi Mohon Tunggu... Jurnalis - Mahasiswa

Mahasiswa

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Peran Orangtua dan Guru dalam Proses Belajar Anak

23 Oktober 2019   21:58 Diperbarui: 23 Oktober 2019   22:15 157
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

TUGAS ESSAY

UNTUK MEMENUHI UJIAN TENGAH SEMESTER 

MATA KULIAH: PSIKOLOGI PENDIDIKAN 

DOSEN PENGAMPU: NAILI ROFIQOH, S.Psi., M.Si

TRI AYUNI PRATIWI (1903016031)

 

PERAN ORANG TUA DAN GURU DALAM PROSES BELAJAR ANAK

Materi: Pengertian dan Jenis-jenis Belajar

Ada beberapa pendapat yang dikemukakan oleh beberapa ahli tentang definisi belajar.  Menurut Lyle E. Bourne, JR., Bruce R. Ekstrand berpendapat, belajar adalah perubahan tingkah laku yang relatif tetap yang diakibatkan oleh pengalaman dan latihan. Menurut Clifford T. Morgan, ia berpendapat belajar adalah perubahan tungkah laku yang relatif tetap yang merupakan hasil pengalaman yang lalu. Menurut Dr. Musthofa Fahmi, sesungguhnya belajar adalah (ungkapan yang menunjuk)  aktivitas (yang menghasilkan) perubahan-perubahan tingkat laku atau pengalaman. Meurut Guilford, belajar adalah perubahan tingkah laku yang dihasilkan dari rangsangan. Dari beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa, belajar adalah perubahan tingkah laku yang relatif tetap yang terjadi karena latihan dan pengalaman.

Dengan kata lain yang lebih rinci, belajar adalah suatu aktivitas atau usaha yang disengaja. Aktivitas tersebut menghasilkan perubahan, berupa sesuatu yang baru baik yang segera nampak atau tersembunyi tetapi juga hanya berupa penyempurnaan terhadap sesuatu yang pernah dipelajari. Perubahan-perubahan itu meliputi perubahan keterampilan jasmani, kecepatan perseptual, isi ingatan, abilitas berpikir, sikap terhadap nilai-nilai dan inhibisi serta lain-lain fungsi jiwa (perubahan yang berkenaan dengan aspek psikis dan fisik). Perubahan tersebut relatif bersifat konstan. [1]

 

          Anak kecil dalam lingkungan keluarga sebenarnya telah belajar keterampilan, misalnya memungut benda-benda, mengenakan pakaian, memakai alat-alat benda dan sejenisnya. Saat memasuki bangku Sekolah Dasar, mereka melanjutkan belajar keterampilan yang baru, seperti menulis, dan menggambar dengan alat-alat tertentu. Begitupun seterusnya hingga anak tersebut melanjutkan pendidikannya hingga ke Perguruan Tinggi. Mereka akan belajar lebih banyak lagi. Bila kesempatan meneruskan pendidikan formal terputus, mereka bisa melanjutkan pendidikan non formal, disana mereka lebih banyak memperoleh kesempatan belajar untuk meningkatkan keterampilannya seperti menjahit, mengetik, mengukir kayu, dan sebagainya.

 

            Keluarga merupakan tempat pertama bagi anak untuk mengembangkan keterampilannya. Awal dari keterampilan adalah pemahaman. Mula-mula orang tua memberi penjelasan mengenai gerakan-gerakan apa yang harus mereka lakukan dan urutan-urutannya, bila perlu dilengkapi dengan gambar-gambar serta demonstrasi sampai mereka memperoleh pengertian dan pemahaman yang jelas. Setelah memperoleh hasil yang sesuai dengan tujuan sementara yang telah ditetapkan, barulah secara perlahan dibimbing dan diajak menambah kecepatan aktivitas ini sampai keterampilan tersebut lancar tanpa memikirkan lagi urutan gerak, luwes, dan cepat.

 

            Lima indra yang dimiliki oleh manusia normal sangat membantu mengenal dunia luar bahkan dirinya sendiri aktivitas ini biasa disebut pengamatan. Orang tua dalam membantu anak agar memperoleh kesan/tanggapan yang benar dan jelas, setidaknya mengusahakan dan menyediakan lingkungan nyata atau yang mendekati nyata dengan memberi kesempatan kepada mereka bisa mengamati langsung atau dengan barang tiruan, gambar-gambar, rekaman-rekaman, peta, dan lain-lain. Kesan-kesan yang benar dan jelas tersebut akan sangat membantu mereka dalam mengingat dan melakukannya di kehidupan nyata.

 

            Setelah keterampilan, selanjutnya adalah anak belajar sikap. Kecenderungan jiwa individu untuk menerima atau menolak sesuatu hal/orang berdasarkan penilaian terhadap sesuatu hal/orang tersebut bagi dirinya, biasa disebut sikap. Biasanya sikap tidak muncul secara tiba-tiba, melainkan melalui proses yang panjang. Mula-mula individu mengenal sesuatu/seseorang, ingin mengerti dan faham tentang kebaikan dan manfaat dirinya. Kemudian disusul munculnya perasaan senang atau tidak senang, baru muncul sikap dan pada gilirannya kecenderungan ini agak menetap pada individu tersebut dan ingin berkecimpung dalam bidang itu.

 

            Untuk menanamkan sikap terhadap nilai-nilai/norma-norma agama maupun norma-norma sosial, anak harus dikenalkan, mereka harus diberi pengertian yang cukup jelas mengenai manfaat dan keburukan bila melanggar norma-norma tersebut dengan penjelasan yang bisa diterima, artinya sesuai dengan tingkat perkembangan mereka. Orang tua sebaiknya tidak hanya sekedar memberi contoh, tetapi harus menjadi contoh dalam kehidupan sehari-hari. Dengan lingkungan harus turut mendukung nilai-nilai, terutama pendidik. [2]

 

Keramahan tidak dapat diperoleh dari seorang pemarah , rendah diri tidak dapat ditimba dari orang yang sombong dan seterusnya. Kecuali penanaman pengertian dan contoh nyata juga masih perlu penghargaan. Anak merasa mantap bahwa sesuatu hal baik atau buruk sangat tergantung dari pengalaman yang mereka lalui, bila sesuatu dihargai oleh lingkungannya, mereka selanjutnya berusaha untuk tetap melakukannya dan sebaliknya.

 

            Lalu bagaimana proses belajar itu terjadi? Ternyata tidak mudah, hal itu karena adanya beberapa faktor yang mempengaruhi anak dalam belajar. Sebagai suatu proses, keberhasilan belajar ditentukan oleh berbagai faktor. Menurut Rian (dalam Smith, 1970), ada tiga faktor yang mempengaruhi proses belajar, yaitu: (1) Aktivitas individu pada saat berinteraksi dengan lingkungannya. (2) Faktor fisiologis individu, dan (3) faktor lingkungan yang terdiri dari semua perubahan yang terjadi disekitar individu tersebut. Masrun dan Martaniah (1978) berpendapat bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi belajar diantaranya adalah: (1) kemampuan bawaan anak. (2) kondisi psikis dan fisik anak. (3) kemauan belajar anak. (4) sikap murid terhadap guru dan mata pelajarannya, serta pengertian mereka mengenai kemajuan mereka sendiri dan (5) bimbingan.[3]

 

            Secara garis besar, Suryabrata (1989) menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi belajar dapat digolongkan menjadi dua, yaitu:

 

1.Faktor-faktor yang berasal dari dalam diri pembelajar, yang meliputi :

 

a). faktor fisiologis

 

Keadaan tonus pada umumnya. Kekurangan gizi biasanya mempunyai pengaruh terhadap keadaan jasmani, seperti, mudah mengantuk, lekas lelah, lesu, dan sejenisnya terutama bagi anak-anak yang usianya masih muda, pengaruh ini sangat menonjol. Selain kadar makanan juga pengaturan waktu istirahat yang tidak baik dan kurang. Akibat yang lain adalah daya tahan tubuh menurun, yang dapat mengakibatkan munculnya berbagai macam penyakit seperti influensa, batuk dan lainnya. Hal ini dapat mengganggu aktivitas belajar, apabila sampai jatuh sakit, bisa dikatakan aktivitas ini berhenti. Keadaan fungsi panca indra juga berpengaruh besar dalam proses belajar, karena merupakan pintu gerbang ilmu pengetahuan, hal ini mengingat bahwa pengenalan dunia luar yang disebut pengamatan. [4]

 

b). faktor psikologis

 

-Kecerdasan / intelegensia siswa. Semakin tinggi intelegensi seorang individu, semakin besar peluang individu tersebut meraih sukses dalam belajar. Sebaliknya, semakin rendah tingkat intelegensi individu semakin sulit individu itu mencapai kesuksesan belajar.

 

-Motivasi. Motivasilah yang mendorong siswa ingin melakukan kegiatan belajar. Para ahli psikologi mendefinisikan motivasi sebagai proses di dalam diri individu yang aktif, mendorong, memberikan arah, dan menjaga perilaku setiap saat (Slavin, 1994).

 

-Minat. Dalam konteks belajar di kelas, seorang guru atau pendidik lainnya perlu membangkitkan minat siswa agar tertarik terhadap materi pelajaran yang akan dihadapainya atau dipelajarinya.

 

-Sikap. Sikap siswa dalam belajar dapat dipengaruhi oleh perasaan senang atau tidak senang pada performan guru, pelajaran, atau lingkungan sekitarnya.

 

-Bakat. Apabila bakat seseorang sesuai dengan bidang yang sedang dipelajarinya, maka bakat itu akan mendukung proses belajarnya sehingga kemungkinan besar ia akan berhasil.[5]

 

2.Faktor-faktor yang berasal dari luar diri pembelajar, yang meliputi:

 

a). faktor sosial

 

* Lingkungan sosial sekolah, seperti guru, administrasi, dan teman-teman sekelas dapat memengaruhi proses belajar seorang siswa. Hubungan harmonis antra ketiganya dapat menjadi motivasi bagi siswa untuk belajar lebih baikdisekolah. Perilaku yang simpatik dan dapat menjadi teladan seorang guru atau administrasi dapat menjadi pendorong bagi siswa untuk belajar.

 

* Lingkungan sosial masyarakat. Kondisi lingkungan masyarakat tempat tinggal siswa akan memengaruhi belajar siswa. Lingkungan siswa yang kumuh, banyak pengangguran dan anak terlantar juga dapat memengaruhi aktivitas belajarsiswa, paling tidak siswa kesulitan ketika memerlukan teman belajar, diskusi, atau meminjam alat-alat belajar yang kebetulan belum dimilkinya.

 

* Lingkungan sosial keluarga. Lingkungan ini sangat memengaruhi kegiatan belajar. Ketegangan keluarga, sifat-sifat orangtua, demografi keluarga (letak rumah), pengelolaankeluarga, semuannya dapat memberi dampak terhadap aktivitas belajar siswa. Hubungan anatara anggota keluarga, orangtua, anak, kakak, atau adik yang harmonis akan membantu siswa melakukan aktivitas belajar dengan baik.

 

b). faktor non sosial

 

faktor-faktor non-sosial yang mempengaruhi belajar merupakan faktor-faktor luar yang bukan faktor manusia yang mempengaruhi proses dan hasil belajar, diantaranya:

 

1. keadaan udara, suhu, dan cuaca. Keadaan udara dan suhu yang terlalu panas dapat membuat seseorang itu tidak nyaman belajar sehingga juga tidak dapat mencapai hasil belajar yang optimal.

 

2. waktu (pagi, siang, atau malam). Sebagian besar orang lebih mudah memahami pelajaran di waktu pagi hari dibandingkan pada waktu siang atau sore hari.

 

3. Tempat (letak dan pergedungannya). Seseorang biasanya sulit belajar ditempat yang ramai dan bising.

 

4. Alat-alat atau perlengkapan belajar. Dalam pelajaran tertentu yang membutuhkan alat, belajar tidak akan mencapai hasil yang maksimal jika tanpa alat tersebut.[6]

 

Dari uraian diatas, tampak bahwa sesungguhnya faktor-faktor yang mempengaruhi belajar itu banyak dan bermacam-macam. Sehingga manakala kita menemukan hasil belajar peserta didik yang tidak sesuai dengan harapan, kita tidak boleh serta merta menyalahkan bahwa hanya intelegensi atau kecerdasan mereka saja sebagai penyebabnya. Faktor-faktor tersebut harus diperhatikan oleh para pendidik dan kalau mungkin harus dikondisikan sedemikian rupa guna memperoleh hasil belajar yang betul-betul maksimal.

 

            Belajar adalah perubahan perilaku yang relatif menetap yang muncul melalui pengalaman. Melalui pengalaman, anak akan mengetahui apa yang harus ia lakukan agar tidak mengulang kesalahan yang sama seperti yang pernah ia lakukan sebelumnya dengan melakukan sebuah perubahan. Belajar merupakan aktivitas, baik fisik maupun psikis yang menghasilkan perubahan tingkah laku yang baru pada diri individu yang belajar dalam bentuk kemampuan yang relatif konstan dan bukan disebabkan oleh kematangan atau sesuatu yang bersifat sementara. Perubahan tingkah laku yang baru sebagai hasil dari perbuatan belajar terjadi secara sadar, bersifat kontinu dan fungsional, bersifat positif dan aktif, bersifat konstan, bertujuan atau terarah, serta mencakup seluruh tingkah laku. [7]Seorang guru mempunyai tugas mengatur lingkungan/ kelas sedemikian rupa, sehingga memungkinkan suburnya perhatian konsentratif dalam setiap proses belajar mengajar berlangsung. Orang tua dan guru akan lebih baik jika senantiasa menyadari hubungan antara suatu materi yang dipelajari anak dengan minat dan cita-citanya, sehingga proses belajar mengajar dapat berlangsung dengan baik.

 

 

Daftar Pustaka

 

-Mustaqim. 2008. Psikologi Pendidikan. Semarang: Pustaka Pelajar.

 

-Khodijah, Nyanyu. 2014. Psikologi Pendidikan. Jakarta: PT RajaGrasindo Persada.

 

-Hanafy, Muh. Sain. 2014. Konsep Belajar Dan Pembelajaran. Lentera Pendidikan. 17(1): 66-79.

 

-Eko Suprapto, Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Proses Belajar

 

https://ekosuprapto.wordpress.com/2009/04/18/faktor-faktor-yang-mempengaruhi-proses-belajar/ diakses pada tanggal 22 oktober 2019 pukul 22.00

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun