Suatu hari di warung mie ayam dekat kampus, Riski berkata, "Atta, lo tuh bukti nyata kalau anak broken home juga bisa keren." Kami semua tertawa. Aku juga tertawa. Tapi jujur, dalam hati aku ingin memeluk versi kecil diriku yang dulu, dan berkata, "Lihat? Kita bertahan. Kita masih bisa tersenyum."
Karena ya, anak broken home juga ingin bahagia. Dan itu bukan dosa. Itu adalah hak setiap manusia. Anak broken home bukan berarti menyerah pada kehidupan. Tak perlu mendaki gunung untuk berdiri di puncak dunia, bahkan tempat yang terasa paling buruk sekalipun bisa menjadi indah, asalkan kita mau meluangkan waktu untuk melihatnya. Kita semua berhak merasa bahagia, meskipun dunia belum memberi kita apa yang kita inginkan. Kita bisa menemukan kebahagiaan di tempat-tempat yang tidak pernah kita bayangkan, dalam langkah-langkah kecil yang penuh harapan.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI