"Hei, anak muda."
Aku mengankat  wajah dan menengaha. Di atas singgahsana, seorang lelaki tampan berkumis. Ia kenakan mahkota emas dengan pakaian yang indah berkilauan.
"Tahu kamu, hukuman apa yang bakal diterima bila mencintai putri  Raja Uwentira."
"Tidak tahu raja."
"Kamu akan dihukum pancung."
"Ampun raja. Kami saling mencintai."
"Tidak, kau telah menodai putriku, walau kau tahu ia sudah bertunangan."
"Ampun raja, kami khilaf."
Ketakutan luar bisa membuat diriku terus minta ampun. Namun Raja Uwentira tidak akan hentikan hukumannya. Kepalaku akan dipancung. Lalu dua orang prajurit menyeretku ke alun-alun.
Saat aku berpasrah di depan algojo, menyiapkan leher bagian belakang untuk dipancung. Tiba-tiba tangan lembut menyapu punggungku. Aku tidak berani menoleh, biarlah pedang itu menebasku cepat. Â Aku rela karena Tira
//