Mohon tunggu...
Taufik AAS P
Taufik AAS P Mohon Tunggu... Penulis - jurnalis dan pernah menulis

menulis dan membaca

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Uwentira Putri

30 Desember 2017   00:36 Diperbarui: 3 Januari 2018   16:47 1157
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Ih, namamu juga lucu, Tiro."

Tira tertawa manis perlihatkan barisan giginya putih bak mutiara. Hemm, bibirnya yang disapu gincu natural, sangat indah, tipis tidak, tebal pun tidak. Pokoknya, selangit sensualnya.

"Ya, Tiro, itu kependekan dari  real name-ku, Melihat Daeng Tiro."

"Ko, Melihat Daeng Tiro. Pantas dank, dari tadi kamu melihat terus aku."

Aku mulai tertawa kecil juga, tentu saja ketawaku manis pula. Ibuku bilang, kalau aku tertawa sangat ganteng. Karena di atas bibirku itu ada kumis tipis yang menawan. Kata ibuku pula, kulitku memang khas pelaut Makassar, sawo matang. Badanku juga padat dengan tatapan mata yang tajam namun penyayang.

"Melihat Daeng Tiro itu pemberian dari  kedua orang tuaku. Kata Melihat, aku rasa Tira sudah tahu kan artinya, Daeng itu artinya kakak, itu biasa dipakai orang-orang Makassar. Kalau kata Tiro, ya Bahasa Makassar, artinya melihat."

Tira bukan lagi tersenyum, tetapi tertawa terpingkal-pingkal, badannya bergoyang. Bahkan secara reflex ia memukul pinggangku, mungkin karena senangnya. Aku terima pukulan Tira dengan dada bergemuruh, begitu lembut jari-jari itu mendarat di pinggang.

"Kalau nama lengkapku, Uwentira Putri, biasa dipanggil Tira, begitu."

Cukup cepat  juga diriku akrab dengan gadis  berdarah Kaili ini. Tapi biarlah, aku memang sedang jomblo ditinggal pacar yang menikah dengan anggota DPRD familinya. Rasa-rasanya, aku mau saja jadi pacar Tira kalau Yang Maha Esa takdirkan.

//

Dua pekan aku mengenal Tira, aku rasa wanita sangat baik. Ia juga telah mengajak ke tempat-tempat kumpulnya anak muda di Kota Palu, seperti warkop-warkop ternama. Dengan gadis itu, telah ber-selfi di Jembatang Kuningnya Palu. Tak lupa pula ia ajak aku makan Kaledo, sop tulang sapi kalau di Makassar disebut Konro.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun