Mohon tunggu...
048_B_SHINDY PUSPITA
048_B_SHINDY PUSPITA Mohon Tunggu... Mahasiswa - Universitas Negeri Surabaya

Hallo aku shindy! hoby aku makeup dan cita" aku makeup artist!

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Arsa-Arsi (Kehendak atau Harapan)

2 Desember 2022   05:59 Diperbarui: 2 Desember 2022   06:04 312
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Terima kasih banyak dok, saya sudah banyak dibantu dari kemarin."

"Sama-sama, sudah menjadi tugas saya untuk membantu sesama." balasku ikut tersenyum.

Roy benar-benar menjalankan tiap tugas dengan baik, ia selalu sigap dan siaga saat dibutuhkan. Kami berdua juga semakin dekat, dia bertugas mengevakuasi sedangkan aku bertugas memeriksa korban. Ke mana-mana kami juga berdua, bak amplop dan prangko, ada Olive pasti ada Roy.

"Dokter Olive, setelah ini selesai tolong jangan lupakan Aku ya? Dokter harus mengingatku"

Celetuknya saat kami sedang makan roti di depan tenda, beristirahat.

"Tentu saja Roy, lagi pula kita masih bisa berhubungan kan? Memang kamu mau ke mana ha?" jawabku terkekeh, tanpa tahu maksud asli dari kalimatnya.

Proses evakuasi selesai dilakukan, Roy dan aku benar-benar berpisah. Namun kami masih berhubungan via telepon atau jalan-jalan berdua saat Aku libur bekerja, entah kami pergi ke pantai, atau sekedar naik motor malam-malam untuk melepas penat. Aku akui, aku mulai nyaman dengan Roy, atau mungkin aku sudah jatuh pada pesonanya. Entah karena terbiasa dan nyaman, atau karena memang sudah lama aku tidak merasakan dekat dengan laki-laki. Aku banyak bercerita dengan Roy, namun sebaliknya ia tidak pernah menceritakan hal apa pun kepadaku. Yang aku tahu hanya namanya, nomor ponselnya, dan alamat rumahnya, selebihnya aku tidak diberitahu.

"Olive kalau hari minggu jadi, tolong jemput aku ya, kukirim kan alamatnya nanti, aku sedang tidak di rumah biasanya."

Begitu katanya di telepon, aku masih ingat dengan jelas. Entah kenapa Roy sering pindah-pindah tempat tinggal. Mungkin masalah pekerjaan, entahlah. Seminggu kami dekat, kemudian di minggu berikutnya Roy menghilang. Bagai ditelan bumi keberadaannya seperti dihapus dari peradaban. Jangankan telepon, kusambangi setiap tempat yang pernah ia tinggali pun dia tidak ada. Tanpa penjelasan, dan tanpa aba-aba. Sakit sekali rasanya, dia yang jahat atau aku yang terlalu bodoh, mudah sekali menaruh rasa pada orang tak dikenal. Bulan selanjutnya, Aku ditugaskan menjadi pendamping terdakwa hukuman mati kasus narkoba di Pulau Nusa Kambangan. Ini adalah kali pertamaku selama menjadi Dokpol. Terdakwa akan di eksekusi tiga hari lagi, dan sebelum itu Aku bertugas memantau kesehatannya, ia juga diberi tiga permintaan terakhir. Setelah menginjakkan kaki di sana, aku diberi pengarahan dan ditunjukkan ruangan terdakwa untuk melakukan tugasku. Aku ditemani oleh dua penjaga bersenjata yang berjalan di belakangku. Bagai tersambar petir di siang hari, tubuhku meremang tatkala aku masuk ke dalam bilik ber-cat abu-abu tempat terdakwa di isolasi. Wajah yang hampir sebulan tak kulihat, kembali mengisi pandanganku.

"Jumpa kembali dokter cantik." sapanya tersenyum. Senyum itu, senyum yang kuanggap meneduhkan, nyatanya sekarang mendatangkan air mata.

"Roy?" lirihku, tak sanggup rasanya menyebut namanya lagi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun