Mohon tunggu...
Dede Rusmana
Dede Rusmana Mohon Tunggu... Penulis - Sedang belajar menulis.

Satu dari 250 juta manusia yang diberi kesempatan hidup. Suka menulis di berbagai platform. Penggemar Harry Potter dan Taylor Swift. penaku28@gmail.com 📧

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Senyuman Terakhir

10 September 2017   18:32 Diperbarui: 10 September 2017   18:44 977
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Aku mau kita naik itu!!" seru seorang wanita mengagetkanku. Dia tepat disampingku, satu tangannya bergelayutan di lenganku. Aku mendongak ke arah yang ditunjuknya. Sebuah wahana Ontang-anting terlihat menarik mataku, fanorama yang mungkin terlihat dari atas sana seolah merayu untuk kunaiki.

"Ayo!" seru seorang teman lelaki, satu sekolah denganku. Kulihat jari-jari tangannya berpautan dengan jari mungil teman perempuannya. Mereka berlarian, diikuti teman-teman yang lain.

Melihat teman-teman yang lain menikmatinya, perempuan disampingku semakin bersemangat. "Kau mau ikut tidak?" tanya perempuan disampingku. Aku menoleh padanya. Mata coklatnya terlihat cemerlang penuh harap. Aku ingin menolak, tapi saat itu berat sekali rasanya. Terlebih dia mengkedip-kedipkan matanya seperti anjing lucu.

Aku mengangguk.

Perempuan itu tertawa kecil. Tanpa kusadari dia memegang tanganku. Aku sedikit terkesiap, sentuhan telapak tangan-nya terasa begitu dingin. Aku memandang langit, cuacanya begitu cerah dan udara agak panas. Tapi mengapa tangannya begitu dingin?"

Sekarang, kutautkan jari tanganku pada jari-jarinya yang terasa beku. Aku memberi kehangatan hati lewat sentuhan jari-jariku. Kuharap saat itu aku menyentuh palung hatinya.

 Aku menarik perempuan itu, berlari menghampiri wahana Ontang-anting.

"Fiuh, panjang sekali antrian-nya!" gumam-nya. Punggung tangannya mengusap lembut air yang mulai bercucuran dari dahinya. Aku mengambil sapu tanganku dari saku, dan kusodorkan padanya.

"Terima kasih!" kata perempuan itu seraya mengusap keringat dengan sapu tangan biru yang kuberikan dua detik lalu.

Jeritan dan tawa dari atas sana mulai terdengar, seiring mulai beraksinya wahana itu. Aku menatap malas antrian di depanku yang penuh sesak. Juga rengekan seorang anak kecil di belakangku membuat antrian ini semakin panas. Aku tidak tahu kenapa anak itu menangis. Tapi, waktu itu rengekannya amat memekikan telingaku. Untuk membenamnya, aku mengambil headset dari tasku dan menjajalkan di telinga kanan kiriku. Lalu memutar lagu dari Mp3 Playerku. Dan perlahan kebisingan di sekitarku menghilang, dilebur musik yang perlahan kunikmati.

Beberapa menit kemudian perempuan disampingku menyambar headset di telinga sebelah kananku, lalu memakainya. Hal itu membuatku tertarik dan sedikit menunduk akibat tingginya hanya sebahuku. Sekarang rambutnya hanya beberapa inci dari hidungku. Bau parfum bayi menyeruak penciumanku. Dasar cewek!Kataku dalam hati. Aku terkekeh sedetik kemudian melihat senyuman terukir di wajahnya. Beberapa menit kemudian dia merebut Mp3 Player dari genggamanku, lalu memutar sebuah lullaby song.

Saat itu Dewi Fortuna sedang berpihak pada lelaki malang sepertiku. Karena antrian mulai berjalan. Aku melepaskan sisa headset yang masih berada di telingaku. Lalu menjajalkan-nya di telinga perempuan di sampingku.

"Kau pakai saja." kataku padanya. Dasar bodoh, dia tidak mungkin mendengarmu!.hatiku berkata. Antrian tinggal sedikit lagi, dengan pelan aku mendorong perempuan itu kedepan.

Sekarang aku disini. Di belakang-nya. Duduk menunggu semua Ontang-anting ini terisi dan beraksi. Dia menoleh padaku, lalu tersenyum manis menampilkan deretan gigi kecil-nya. Aku menarik salah satu alisku keatas. Ini kesempatan bagus untuk merekamnya. Aku mengeluarkan camcoder dari tasku. Lalu menyeting efek hitam putih agar memberi kesan dramatis pada videonya. Aku mulai merekamnya saat tanpa kusadari Ontang-anting ini mulai bergerak, memutar. Orang-orang menggoyangkan pegangan besi membuatnya mengeluarkan suara 'kring..kring...kring..." Dia juga mengikuti dan tertawa saat melakukannya.

"Hei!" teriakku padanya. Dia menoleh lembut, angin menerpa rambut tipisnya. Wajahnya yang putih polos dan pucat begitu kontras dengan rambut hitam-nya. Suara jeritan dan tawa orang-orang yang menikmati wahana ini seolah pengiring untuknya. Aku mendongak memandang langit yang cerah siang ini namun nampak sedih. Waktu itu aku tidak tahu lagu apa yang dia dengarkan dari Mp3 Playerku. Tapi air mata sendu hadir di kedua sudut matanya. Mata coklatnya mengatakan sesuatu yang tak bisa kuartikan. Aku menatapnya sekali lagi.

Layar camcoder di depanku berubah menjadi gelap. Dengan kejam membawa kenangan itu. Air jatuh lagi dari pelupuk mata saat aku mengingatnya. Aku menundukan hatiku, berdo'a untuk dia yang sedang melihatku dan tersenyum dari atas sana.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun