Mohon tunggu...
Umi Setyowati
Umi Setyowati Mohon Tunggu... Wiraswasta - Ibu rumah tangga

Wiraswasta yang suka membaca dan menulis fiksi sesekali saja.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Novel | Perempuan dari Blambangan (1)

9 Agustus 2017   11:38 Diperbarui: 10 Agustus 2017   00:56 542
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: gaddafi-momen.blogspot.com

Prolog. 

Para pembaca yang budiman. 

Fiksi ini akan saya kemas tersaji merupa cerpen yang sambung menyambung dari awal hingga akhir.  Maksudnya, di setiap bagian adalah satu cerpen yang utuh. Misalnya dibukukan akan menjadi kumpulan cerpen.  Tetapi  secara ke seluruhan bisa juga berupa sebuah novel. Tentu setelah diedit.

Mengapa begitu?  Bagi saya, untuk memudahkan penulisannya dan bagi anda pembaca kompasiana, meski seandainya tidak membaca sedari awal secara berurutan per-eposode, anda akan  tetap mendapat  sebuah cerpen yang utuh. 

Well, selamat membaca. 

Terima saran dan masukan serta kritik yang sehat. Tx. 


-----01. Duo Scorpio -----

Kota Buaya punya cerita. 

Bukan cerita cinta, hanya kisah anak muda yang belajar menata warna pada kanvas kehidupan untuk melukis masa depan. 

Dua hati yang patah melangkah bersama menuju satu arah. Ada saatnya suara hati senada dan seirama. Pun tak jarang berdebat menyuarakan pendapat. Hingga sampai pada kata sepakat. 

"Aku belum siap menjalin hubungan yang mengikat,"

 Jawabanku kepada Noval. Ketika pertemanan kami kian akrab dan dia tahu-tahu menembakku.Malam itu kami dudu-duduk  di teras pavilliun yang kusewa di dekat kampus. 

"Maumu, Vin? " antusias dia menanggapi. Dari bibirnya menyemburkan asap rokok ke udara. berkibar-kibar sebentar lalu ambyar. 

"Ya kita jalan bareng aja dulu, saling mengenal lebih dekat .Kalau cocok ya lanjut kalau enggak cocok ya bubaran. Tidak boleh ada cemburu-cemburuan. Dan tidak boleh ada yang sakit hati, kalau salah satu akan pergi, "tegasku. 

"Kamu sudah pernah menjalani   seperti itu, Vin.  TTM? "

"Pernah! " jawabku datar. Ia terdiam memandang lurus ke mataku. 

"Kenapa dong terus putus?"

"Tidak ada kata putus! Kami cuma beda arah setelah lulus SMA,  dia kuliah di Jakarta dan aku tetap di sini, di kota buaya ini, "

"Hmm. .aku bisa memahami jalan pikiranmu. Oke,  aku setuju. Ide yang praktis dan logis untuk kita yang masih setengah hidup. 

itulah awal kebersamaanku dengan Noval. Kami kuliah di kampus yang berbeda juga di fakultas yang tak sama. Sambil bekerja paruh waktu. . Belajar dan mencari pengalaman sebelum terjun ke dunia kerja yang sesungguhnya setelah lulus nanti. 

Banyak kesamaan sifat dan sikap kami. Sama-sama lahir di bulan nopember, sama scorpio-nya. 

Dari majalah yang pernah kubaca, para scorpio adalah pekerja keras  dan profesional, Mereka tidak suka melihat kelemahan pada dirinya maupun orang lain. 

Scorpiio dapat menjadi teman yang setia dengan kepintarannya menyimpan rahasia. Tetapi ia pun bisa menjelma menjadi musuh yang berbahaya bila dikhianati. Selebihnya, hatinya lembut penuh kasih sayang dan romantis. 

Aku dan Noval juga mempunyai hobi yang sama.  Membaca terutama. Seringkali kami mengisi hari di Perpustakaan berjam -jam kala jenuh belajar. Kadang berdebat gak karuan arah kalau sedang membaca berita politik di negeri ini. Selebihnya kami bersenang -senang ala anak muda dalam batas wajar. 

Pagi itu di awal pekan, aku bersiap berangkat kerja, Noval yang akan ke kampus singgah ke kosan. 

"Kemarin aku datang, kata ibuk kos, kamu ke luar dengan cowok tapi bukan anak-anak kampus, siapa dia,   Novina?" belum lagi menaruh tubuh jangkungnya di kursi, mulut Noval sudah nyerocos. 

"Bukan orang penting untuk dibahas, " kalau ada nada cemburu  Aku harus mengingatkan. Batinku. 

"Oke, yuk cabut!  Aku kuliah cuma 2 jam, ntar pulangnya kujemput ya, Vin. Kita ke Gramedia, Intisari baru sudah terbit mestinya, " Noval mengulurkan helm padaku dan memakai helmnya sendiri. 

"Boleh!  Kalau masih keburu. Aku ada kuliah jam-nya Pak Prof. Bisa gawat kalau datang terlambat. " tukasku sambil mengunci pintu. 

"Duh duh....nge-fan abis deh, sama Prof Borneo, katamu? " candanya. Aku diam saja, kami berjalan keluar pagar. Noval menuntun motornya. 

Aku memang pernah bercerita bahwa dosenku yang satu itu istimewa. Kalau di dalam ruangan kelas, tampangnya killer tapi di luar itu orangnya sangat humoris. Candanya kadang rada ngawur, tahu banget membuat suasana ger-geran. 

"Suka-suka kamu menilai, aku memang suka kalau dia yang  mengajar, mudah dimengerti. " sampai di jalan besar barulah Noval menghidupkan mesin motornya, akupun naik di boncengan memeluk erat pinggannya. Matahari sudah mulai memanasi bumi kota buaya. 

***

Di waktu yang lain. Kami berencana malam minggu mau refreshing putar-putar kota bersama teman -temannya yang lain. Letih lahir batin rasanya, antara waktu kuliah dan kerja berkejaran. 

Sial! Tiba -tiba malam minggu itu ada yang datang tanpa diundang. Yang pernah kukatakan  pada Noval bukan orang penting. 

Aku sudah gelisah, sebentar lagi Noval pasti datang menjemput.Bagaimana caranya?  mau ngomong apa? Supaya tidak membuat tamuku tersinggung kalau kukatakan aku ada acara. 

Herannya kok sepertinya jarum jam lambat bener jalannya. Sebentar -sebentar  kulirik jam di pergelangan tangan kananku. 

Hemm ..bener aja, di  tengah rasa  tidak nyamanku duduk, kudengar suara motor Noval berhenti di depan pagar.  Kulihat dia berjalan menuju halaman. Kutunggu sampai dia berdiri di pintu. 

"Vin,  sudah ditunggu arek-arek di  depan gang! Ooh ada tamu, sorry..sorry, " tergopoh-gopoh Noval melihat ke orang yang duduk di ruang tamuku dan mengucap salam. 

"Gak papa, masuklah kenalin dulu, "

Mereka berkenalan saling menyebut nama. Aku beranjak ke dalam membuat minuman. Kudengar Noval bertanya-tanya pada tamuku. Keja di mana, Mas? Kuliah di mana. Tinggalnya di mana. Banyak sekali pertanyaan Noval. Berlagak kayak investigator saja, batinku menahan tawa. 

Gegas aku keluar sebelum Noval lebih banyak bertanya yang mungkin bisa  membuat orang itu grogi. Lalu kuletakkan secangkir kopi di atas meja untuknya. 

Sedikit obrolan basa-basi kami bertiga, tamuku kelihatan merasa kurang nyaman lagi,  lalu dengan sopan berdiri  dan  permisi pamit pulang. Syukur deh, itu yang kami harapkan. 

Setelah sosoknya tidak tampak lagi, aku menghela napas lega. 

"Itu dia ya, yang dulu dibilang ibuk kosmu, Rehan namanya, Vin? "

"Iya, orang dari Lampung, kerja di proyek yang lagi merehab gedung belakang di tempat kerjaku. Apa penilaianmu, aku tahu matamu cukup jeli kalau menilai orang," tanyaku memancing. 

"Jadi, kita mau membahas tentang si Rehan itu sekarang? " menghisap dulu rokoknya lalu menyambung kata, "Instingku menangkap sesuatu yang tersembunyi dari sorot matanya. Yang kurasakan dari jabat tangannya, dia tipe orang sedikit kerja banyak bicara, punya banyak ide hanya dalam teori, praktiknya kosong alias penghayal, " tuh kan bener, sesama lelaki Noval lebih jeli melihatnya. 

"Hampir sama, Val,dengan kesanku. Tapi ya sudahlah!"

"Tapi kedatangannya sudah menunjukkan dia punya perhatian khusus sama kamu, Vin. Jujur deh, emmm. ..boleh dong, aku cem bu ru, " bicara Noval di potong-potong.

 Aku sudah hapal dan bisa membedakan, Noval sedang bercanda atau serius.  Yang barusan kudengar sepertinya bukan candaan. 

"What?  Jangan ngawur asal sembur bicara, "sudah mulai aneh lagi Noval, pikirku. 

Aku sendiri sebenarnya merasakan, bulan -bulan belakangan ini sikap Noval agak berlebihan. Dalam arti lebih mesra, sering menunjukkan prilaku layaknya kami pacaran. 

Apalagi kalau di depan teman-temannya, tapi akupun kadang merespon dengan sadar. Kalau lengan kekarnya melingkar di bahuku, akupun memeluk pinggangnya. Rasanya aman terlindungi kalau ada di dekatnya. 

Tapi hal itu tak pernah kami permasalahkam. Biarkan saja perkembangannya mengikuti alur waktu. 

Dan kemudian waktu itupun tiba. Satu tahun sudah kami lalui banyak hari bersama. Hingga kuliah Noval selesai sementara aku masih harus berkutat dengan diktat dua semester lagi. 

Hari itu, selesai acara wisuda di kampusnya, berlanjut acara syukuran di rumahnya. Rumah yang disiapkan jika orang tuanya pensiun dari kepolisian. 

Ketika akhirnya para tamu, kerabat dan teman -temannya sudah pulang, tinggallah kami berdua duduk di teras. 

Rumah itu cukup luas halamannya. Berpagar tinggi dengan tanaman yang rindang. Di kompeks perumahan elite yang sepi. 

"Vin, kamu ingat nggak? Aku pernah bilang, kalau sudah lulus di sini aku lanjut S2 ke Negeri Sakura, " satu lagi karakter scorpio. To the point, gak pake muter muter dulu bicaranya. 

"Ya, ingatlah!.jadi, kapan berangkat?" suaraku sedikit bergetar menahan perasaan. Entah apa nama rasaku ini. 

"Tunggu dulu dong, Vin. Bukan soal kapan berangkat yang kubicarakan, tapi. ..emmm..," Noval menggumam, " kita pindah duduk ke dalam saja yuk! " 

Dengan merangkul bahuku, kami beranjak , sampai di ruang tamu di arahkan aku ke sofa panjang. Kami duduk bersisian, pandangan menghadap ke jalan di depan rumah. 

"Vin, maukah kamu menunggu aku pulang. lalu kita susun rencana yang lebih pasti," duh, mengapa jadi begini? 

Noval berbicara dekat sekali bibirnya di telinga kananku. Sebelah tangannya diam di bahuku dan duduknya miring ke arahku. 

Sepi sesaat, aku sedang berpikir, mencari kata yang tepat. Mengeraskan hatiku sebelum mengambil sikap. 

"Kupikir kita harus realistis, Val. Jangankan tahun depan dan tahun depan lagi, sedangkan apa yang akan terjadi besok saja, kita tidak tahu. Jadi, lebih amannya kita gak perlu saling berutang janji, "dalihku tanpa ragu, 

"Jangan kita menjadi lemah dengan bertindak menurutkan perasaan. Aku sangat mendukungmu. Kita punya prioritas masing -masing. Itu yang utama, " ya Tuhan, kuatkan hatiku. 

Noval masih terdiam tetap pada posisinya. Lalu merengkuh tubuhku, menyadarkan kepalaku dalam dadanya yang bidang. 

Tanpa setahunya, karena aku menunduk, kedua mataku menggenang. Bulir-bulir bening pun menetes tak mampu kubendung lagi. 

Tapi itu hanya reaksiku sesaat. Aku harus kuat, untukku dan  juga Noval. tak akan  kubiarkan diriku larut lalu kami  menjadi lemah. Ooh, Tidak! 

"Aku tidak mau menunggumu. Suatu saat kau pulang, kau tahu di mana mencariku. Di Banyuwangi rumah Ibuku. Di Surabaya ini kau juga tahu rumah ayahku," kujeda menghela napas sejenak. Dadaku sesak.

"Pergilah saja dengan langkah penuh keyakinan. Dan yakinlah!  kalau memang kita berjodoh, Tuhan pasti punya cara untuk menyatukan kita kkembali. InsyaAllah, " keluar semua akhirnya. 

"Duhai, Novina-ku. Sudah kuduga dikau akan sekuat ini. Thanks, Dear, " lebih kuat Noval mendekapku. Keharuan kian menyesak di dadaku. Tapi aku lega, berhasil mengakhiri dengan baik. Setidaknya untuk saat ini. 

Alhamdulillah, Puji Syukurku pada Tuhan. 

***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun