"Bukan! Salah seorang sanaknya datang dari luar negeri. Ya, ada reuni keluarga kecil-kecilanlah. Dia juga menitipkan pesan agar kau ke rumahnya sepulang sekolah. Mungkin sebentar lagi dia akan meneleponmu," jelas Irin.
Wajahku seketika terasa panas. Aku belum pernah ke rumah Igo. "Temani aku ya, Rin? Aku malu datang ke sana sendirian. Mau ngomong apa lebih dulu? Lagi pula aku tak ingin dicap cewek agresif."
"Yang akan senang-senang kan kau, bukan aku. Jangan-jangan kehadiranku di rumahnya membuat Igo kesal. Sudahlah, kau pergi sendirian saja Lagian kau hafal kan rumah Igo?."
"Ayolah, Rin. Please...," rayuku.
"Tak!"
"Tolong deh...."
"Aku mau ke kantin. Ikut? Lapar nih!" Dia langsung ngeloyor pergi, meninggalkanku yang terpaksa memasang wajah seperti kulit jeruk purut.
Benar saja, sekitar lima menit setelah ditinggalkan Irin, Igo menelepon. Dia memintaku agar bisa menyempatkan diri hadir dalam acara keluarganya. Sekalian berkenalan dengan  mama dan papanya.
Dia tak mau tahu apakah aku merasa malu datang ke rumahnya. "Kau mencintaiku, kan? Untuk apa malu?"
"Tapi jemput, ya!" Aku mencoba merayunya. Tak ada tanggapan. Setelah dia mendesah pelan, barulah aku menjerit senang. Dia mau menjemputku.
Sepulang sekolah aku benar-benar tak mudah menemuinya. Rupanya Igo malu terlihat teman-teman, jadi dia bersembunyi di gerobak rokok Mang Iyan.