Mohon tunggu...
MomAbel
MomAbel Mohon Tunggu... Apoteker - Mom of 2

Belajar menulis untuk berbagi... #wisatakeluarga ✉ ririn.lantang21@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Serial Na | Jalan Hidup Dua Sahabat

19 September 2019   06:00 Diperbarui: 19 September 2019   06:07 53
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi diambil dari www.fimela.com

Na, seorang perempuan muda. Istri dari suami yang baik dan ibu dari 2 orang anak. Ibu rumah tangga yang optimis dan dinamis. Hanya saja sering galau menghadapi kehidupan. Serial Na adalah perjalanan hatinya yang penuh warna. Kadang gembira-ria, kadang sedih, galau, konyol, dan namun selalu diakhiri dengan senyum.

----

Sejak di bangku SMP, Na punya sahabat karib bernama Nik. Meski tidak selalu bertemu dan tiap hari berkomunikasi, namun Na dan Nik tetap berteman baik hingga kini.

 Random saja, kadang Nik yang memulai chatting. Kadang berbulan-bulan juga tidak bertegur sapa meski via media sosial. Na paham Nik banyak kesibukan. Nik pun paham bahwa Na juga punya kehidupan lain.

Karena banyak hal, tak disangka sudah hampir 2 tahun mereka tidak ada kontak. Kemarin, tiba-tiba Nik mengirim pesan WA setelah lama tak berkomunikasi dengan Na. Na kaget dan baru sadar ternyata sudah lama tidak kontak dengan Nik.

Setahu Na, selama ini banyak teman yang menanyakan keberadaan Nik. Dia sama sekali menghilang tanpa jejak. Tak pernah aktif baik di media sosial ataupun WA group sekolah.


Na sendiri tak enak hati untuk mencolek Nik. Terakhir kontak Nik bercerita tentang keguguran kehamilannya. Entah yang keberapa kali. Rasanya tak elok mengorek luka Nik. Na tahu Nik terpukul dan sedih dengan berulangkali kejadian itu.

Dan kemarin Nik mengajak bertemu untuk makan siang. Kebetulan dia ada tugas kantor di kawasan industri dekat rumah Na. Akhirnya mereka membuat janji untuk makan siang sebelum Nik ke bandara sore harinya. Masih keburu? kata Nik. Oke, Na mengajak makan siang di restoran Jepang.

Restoran Jepang

"Haiiiii... Na... apa kabar? aku kangen bangettttssss, " sapa Nik kemayu ketika Na masuk ke restoran Jepang yang sudah dipesan. Ah, dia benar-benar masih seperti dulu, kata Na dalam hati. Nik yang kemayu dan manja.

"Haiii... sama Nik... dah lama banget kita nggak ketemu ya?" sahut Na. Ditariknya Nik dalam pelukan hangat.

Sambil makan, Na dan Nik terlibat obrolan ringan. Tiba-tiba Nik mengagetkan cerita surprise luar biasa.

 "Sorry ya Na.. aku kemarin-kemarin nggak sempat apa-apa. Na, aku dah punya baby! Sekarang dah setahun umurnya" ucap Nik berbinar.

 "Hahhh???? seriously? Oh, Nik.. selamat yaaaa... aku ikut senangggg.... this is really best news!" Na seakan berteriak girang.

Na langsung berdiri memeluk sahabatnya dalam keharuan. Dia kaget dan bahagia sekali mendengar kabar yang ditungu-tunggunya selama ini. Lama mereka larut dalam kebahagiaan yang besar.

"Duh Nik kenapa nggak bilang-bilang kalau hamil. Tahu-tahu dah lahir aja. Aku belum lihat lagi. ihhh.." Na merajuk bahagia.

"Ah nggak apa Na. Aku terlalu lebay dengan kehamilanku. Suamiku juga over protective. Aku sibuk mengurus babyku. Sekarang bisa WA sama teman-teman karena dah aktif kerja lagi. Sudah ada suster."

Na mengangguk. Dia paham sekali, Nik adalah worriedgirl sejak dulu. Dikit-dikit panik, tanya detail, dan bingung sendiri. Na sudah hafal dengan tabiat sahabatnya itu.

"Na, akhirnya yaaa.. setelah 10 tahun Na, aku baru dikasih baby!!! Aku menanti lama sekali. Aku hampir putus asa. Teman-teman sudah menggendong baby, bahkan adikku sendiri sudah punya 2 anak" Nik mulai curhat.

"I see... tapi jalan hidup tiap orang berbeda Nik. Dan ada hal-hal yang tidak bisa kontrol. Tuhan yang bisa mengubah semuanya. Syukuri saja Nik..." sahut Na.

"Iya, aku tahu... Enak kamu Na, sudah punya sepasang. Cewe dan Cowo. Komplit deh!" Ada semburat rasa iri dalam kalimat Nik. Sepertinya hatinya masih sendu dalam kegundahan.

"Aku syukuri semua Nik. Apa yang ada, apa yang kupunya. Aku belajar untuk terlalu tidak membandingkan. Ih, kamu dari dulu sudah minder sendiri! Suka bandingin hidupmu sama orang. Uh Nik... berhenti lahhh. Ntar kamu capek sendiri!" Na mencubit lengan Nik seolah gemas dengan kelakuan sahabatnya.

"Hihihi... aku nggak berubah ya Na? Aku juga pingin cuek kayak kamu. sebodo teuing sama kata orang. Harusnya aku gitu ya Na?"

Na tersenyum. Ah, dimana-mana teman-teman selalu melabel dia perempuan cuek dan santai. Bahkan banyak yang iri melihat kesantaiannya.

"Nik, aku sebenarnya cuek banget juga nggak. Aku cuma sadar kalau nggak begitu, aku susah sendiri. Aku sakit sendiri... karena aku nggak punya apa-apa. Aku berusaha merasa cukup. Hmm sesederhana itu cara pikirku, " ucap Na sembari menuang kecap soyu ke mangkuk kecil. Na yang pendiam memang dewasa ketika bicara tentang hidup.

"Ah, jangan begitu.. kamu punya segalanya Na. Suami yang baik, anak-anak yang lucu, semua mapan dan stabil. Aku ini yang nggak jelas Na. Kerja gubrak-gabruk, rumah kacau, cari pengasuh susah, mau resign aku belum siap." Suara Nik lirih. Ada kebimbangan besar di hatinya.

 Na menuangkan teh ocha kemudian menyodorkan untuk Nik. Nik segera menyesap teh hijau dingin tersebut.

"Nik.. itu yang kamu lihat saja loh. Yang tampak dari luar. Belum tentu rasa bahagia itu datang bersamaan dengan deretan penampakan indah itu." Kali ini Na tampak serius berkata-kata.

"Semua adalah proses hidup Nik... ada yang berproses dulu, sakit dulu, tapi ada yang indah dulu baru kemudian ditempa dan diproses. Hidup sebenarnya pengulangan proses itu Nik..." timpal Na.

"Aku masuk ke yang diproses dulu Nik. Orang bilang aku nikah di UP (usia panik). Hampir juga tak laku. Rasanya berat loh Nik ngadepin yang namanya quarter life crisis. Percaya deh! " lanjut Na.

 "Masa?", Nik terkesiap dengan curhat Na barusan.

"Lah... kamu nggak pernah merasakan sih Nik. Kamu bayangin deh lulus kuliah cumlaude, sudah kerja, mapan, umur cukup tapi jomblo ngenes. Pacar nggak ada. Cari juga nggak gampang. Hampa. Hambar. Nggak tahu tujuan hidup. Serem membayangkan masa depan seperti apa. Sementara tekanan pekerjaan, keluarga, dan lingkungan sekitar itu berat." Kali ini Na berkata dengan lirih. Ingatannya melayang ke masa pahit dan menegangkan dalam hidupnya.

 "Bener juga ya, Na... beruntung aku langsung nikah waktu itu." timpal Nik.

 "Makanya Nik kenapa aku selalu bilang hidup ini penuh dengan misteri Ilahi. Itu bukan karena aku sok bijak, sok beriman atau apa. Aku sadar diri Nik... aku belajar dari hidupku sendiri, "

"Kamu nikah jauh lebih dulu dari aku. Tapi aku yang punya anak lebih dulu dari kamu. Iya kan? Tuhan punya waktu-Nya sendiri Nik... yang kita juga nggak tahu kapan persisnya, " lanjut Na.

 "Benerrrr...  salut sama kamu Na!"

 "Ah jangan begitu Nik... aku begini karena aku pernah jomblo sendiri. Ngenes dalam waktu yang lama. Hidup tanpa arah. Disitu aku mikir... mikir banget.... "

 "Aku bandingkan hidupku dengan orang lain. Dengan kamu, contohnya... kamu bolak-balik pacaran, aku satu aja belum punya. Setelah punya, bolak-balik juga aku hanya disakiti dan ditinggalkan makhluk keparat itu semua."

 "Nggak gampang loh Nik... aku sempat berpikir untuk tidak menikah. Membuat satu pilihan hidup seperti itu. Gila nggak? Tapi di tengah perjalanan hidupku, apa mau dikata. Takdir mempertemukanku sama Mas No. It was suprise and never thaught before! "

 "Kita jalani saja hidup ini Nik... selalu bersyukur dalam segala hal.. Gitu aja, pasti banyak hal yang bisa kamu syukuri Nik. Coba aja kamu inget-inget, "  

 "Na, tapi aku masih galau. Aku harus kerja atau resign ya Na... I have to decide it. Aku pingin anakku tumbuh baik..."

 "Go with the flow Nik... ikuti kata hatimu, diskusi sama suamimu. Itu jalan terbaik yang bisa kau tempuh"

 "Iya, Na... aku harus bereskan hatiku dulu. Aku belum siap resign dan hidup baru di rumah... Na... dulu kita susah dan capek kuliah. Kerja dan berkarir jumpalitan, kenapa ujungnya harus jadi ibu rumah tangga? Itu yang bikin aku galau berat"

 "Ya itulah jalan hidup, Nik... orang boleh mimpi ini-itu. Tapi ingat ada jalan yang sudah dirancang Tuhan untuk masing-masing orang. "

 "Kita tak boleh mengelak. Ya tidak semua yang terjadi dalam hidup kita seperti yang kita inginkan. Ingat yang Diatas Nik... Kita adalah milikNya. "

 "Iya ya Na..."

 "Sudah... jalani saja. Nggak usah protes Nik.. Just be yourself!"

Na dan Nik saling berpelukan. Nik harus segera ke bandara. Lambaian tangan Na membuat Nik tak ingin pergi saat itu. Senyum Nik membuat Na ingin melompat masuk kedalam mobil dan duduk bersamanya lebih lama lagi. 

Cikarang, September 2019

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun