Mohon tunggu...
Mochamad Iqbal
Mochamad Iqbal Mohon Tunggu... Guru - Penulis | Pengajar | Penikmat Film

Nominasi Best in Fiction 2023, senang membaca buku-buku filsafat. | Penulis Novel Aku Ustadz Matote | Penulis Antologi Cerpen Isnin di Tanah Jawa. | Menulis adalah cara untuk mengabadikan pikiran, dan membiarkannya hidup selamanya.|

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Dikencingi Pengetahuan

30 April 2024   08:08 Diperbarui: 30 April 2024   08:15 93
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar oleh Maghda Elers dari pexel.com

“Aku hendak menanyakan sesuatu, Ungku Djalil, nampaknya, Ungku Djalil seperti ingin lari dariku?”

“Kau tau kan, Djamilah. Aku ini pegawai Belanda, sibuk aku, banyak hal yang harus aku kerjakan.”

“Tapi, Ungku Djalil, aku hendak menanyakan sesuatu, tentang kata-kata,” pinta Djamilah memohon, Djamilah bukanlah orang bodoh, dia pun sama dengan Ungku Djalil, Djamilah pun berpengetahuan, tapi dia rela meletakkan kepalanya di bawah kaki pengetahuan Ungku Djalil, bahkan, lebih dulu Djamilah menelan pengetahuan ketimbang Ungku Djalil.

“Mana, coba kutengok,” ucap kau, namun, wajah kau nampak seperti ular piton yang sedang menelan anak sapi, sepertinya ekspresi wajah kau itu adalah cerminan dari pikiran kau ketika melihat kata-kata yang disulam dalam bentuk gurindam yang baru saja disodorkan oleh Djamilah. “Bebal otak kau, Djamilah,” teriak kau ketika selesai mengolah kata-kata itu di dalam benak kau.

“Kenapa, Ungku?” Sedih wajah Djamilah kau buat, padahal, setiap kata memiliki makna yang berbeda, setiap gurindam memiliki budaya yang mendalam. Di padang yang berbeda, tentu saja ilalangnya pun berbeda, meskipun berbeda, setiap padang dan ilalang memiliki keunikan dan kecantikannya sendiri. Mereka itu saling melengkapi, dan memberikan warna pada pemandanga alam yang mengangumkan. Seperti halnya kehidupan, perbedaan itu adalah sesuatu yang alami, patutnya dihargai, itulah yang membuat dunia ini indah dan beragam.

Sudah habis kau dikencingi oleh pengetahuan kau sendiri, tengok saja setiap kata-kata yang meluncur dari mulut kau, pastinya bau pesing, sebab kau selalu merasa paling berpengetahuan, kau terlalu banyak meminum pengetahuan yang membuat kau mengompol, tak padai kau menahan rasa kencing itu.


“Berkhotbah kau, Djamilah? Dalam kata-kata gurindam ini, berkhotbah kau, Djamilah?” Urat mata kau memerah, nada bicara kau pun meninggi.

“Aku tidak berkhotbah, Ungku Djalil… demi Tuhan, Ungku… begitulah pengetahuan yang aku dapat dari negeri Belanda,” ucap Djamilah gemertar, Djamilah sudah pernah pergi ke negeri Belanda, dia benar-benar belajar di sana, dia pun mendapatkan pengakuan berupa secarik kertas yang di bubuhi tanda tangan Jan Pieter Van Der, sementara kau, mengakui diri kau berpengetahuan dari hasil membaca kitab-kitab selama kau bekerja dengan orang-orang Belanda.

“Aku tidak menerima gurindam macam ini,” tegas kau, lalu kau campakkan kata-kata yang telah ditulis indah oleh Djamilah dalam gurindam itu.

Djamilah hanya diam terpaku memandangi punggung Ungku Djalil yang semakin menjauh darinya, kau buat Djamilah seperti orang yang sedang patah hati karena cintanya bertepuk sebelah tangan, padahal selama di Belanda sudah berkali-kali dia membuat gurindam, berbahasa Melayu, berbahasa Belanda, bahkan berbahasa Indonesia pun pandai dia, hanya saja, memang selera yang berbeda, sama halnya dengan kopi, ada yang senang manis ada pula yang senang pahit, mana boleh kau membuat fatwa kopi manis itu haram, atau kau buat hadist kopi pahit itu tidak pernah diminum nabi.

Kau pun sama bodohnya Djamilah, kau sudah bersekolah jauh sampai ke negeri Belanda, mengapa kau ikuti kata-kata Ungku Djalil, apa yang kau cari?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun