Mohon tunggu...
Lilik Fatimah Azzahra
Lilik Fatimah Azzahra Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Seorang ibu yang suka membaca dan menulis

Selanjutnya

Tutup

Dongeng Pilihan

Dongeng | Mengejar Ide Sampai ke Bulan

4 September 2017   08:49 Diperbarui: 4 September 2017   21:59 1193
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar : the word vampires & kunties-blogger / thewildjaguar.blogspot.com

Siang itu, Putri Reysa duduk menyendiri di bangku taman istana. Wajahnya yang cantik tampak murung. Sesekali ia menatap buku yang dibiarkan terbuka di atas pangkuannya. Buku itu terlihat masih kosong.

Putri Reysa berkali menghela napas. Besok pagi tugas menulis cerita dari guru istana harus sudah dikumpulkan. Tapi hingga saat ini, ia belum juga menemukan satu ide pun, pikirannya mendadak buntu.

Seekor katak, bertubuh mungil, melompat riang ke tengah kolam yang dipenuhi oleh bunga teratai yang sedang mekar semirip payung gadis-gadis dari negeri Sakura. Katak itu menari-nari, berpindah-pindah dari satu teratai ke teratai lainnya. Gerakannya amat lincah, membuat Putri Reysa tergoda untuk mendekat dan berjongkok di tepi kolam, memperhatikannya.

"Mari menari bersamaku, Tuan Putri!" seru katak kecil itu tanpa menghentikan gerakannya. Putri Reysa tersenyum. Tapi kemudian ia menarik kembali senyumnya saat teringat tugas menulis yang harus segera diselesaikan.

"Katak kecil yang manis, tahukah kau di mana aku bisa menemukan ide?" Putri Reysa menatap penuh harap pada katak kecil yang masih juga melenggak-lenggokkan tubuh mungilnya itu.

"Ohoho, Putri Reysa yang cantik. Kau bisa menanyakan soal ide itu kepada hujan," katak kecil menyahut. Ia mengerlingkan matanya yang belok, berkejap-kejap lucu.

"Bagaimana aku bisa bertemu hujan? Sedang musim kemarau kali ini cukup panjang," Putri Reysa mengeluh.

Katak kecil menghentikan tariannya, mendekatkan wajah, lalu membisikkan sesuatu. "Tuan Putri, aku bisa memanggilkan hujan untukmu."

Dan benarlah. Katak kecil itu mulai berdiri tegak, mengambil ancang-ancang, lalu menghirup napas sebanyak-banyaknya. Sejenak kemudian ia menggelembungkan dan mengempiskan perutnya, berulang-ulang. Dari gerakan yang dilakukannya itu keluarlah bunyi, "Kung-kong, kung-kong...."---terdengar serak-serak basah.

Dan sungguh aneh, hujan mendadak turun.

Putri Reysa berlari menghindari hujan, berteduh di bawah sebatang pohon besar yang rindang tak jauh dari sisi kolam. Ia mengawasi hujan yang menghentak-hentak luruh di hadapannya.

"Selamat datang duhai, hujan-hujan," Putri Reysa menegur sapa. "Bolehkah aku bertanya kepada kalian, di mana aku bisa menemukan ide?"

Hujan-hujan yang berjatuhan menatap sejenak ke arah Putri Reysa. Lalu dengan suara parau mereka menjawab, "Maafkan kami Tuan Putri, kukira hanya pelangi yang bisa memberitahumu mengenai soal menemukan ide itu."

"Oh, baiklah kalau begitu. Aku akan menunggu pelangi muncul," Putri Reysa menggeser tubuhnya, menghindari butiran anak hujan yang iseng memerciki wajahnya.

Hujan ternyata turun hanya sebentar. Langit kembali cerah. Putri Reysa menengadahkan kepala melihat bentangan langit. Ia tersenyum begitu melihat lengkung pelangi muncul membias indah di angkasa.

"Duhai pelangi tiga warna, katakan padaku, di mana aku bisa menemukan ide untuk tugas menulis dari guruku?" Putri Reysa bertanya serius. Pelangi yang tengah sibuk membaurkan tiga warna itu seketika merendah.

"Tuan Putri bisa bertanya soal ide kepada pakarnya," ujar pelangi seraya menjatuhkan beberapa bias cahayanya di atas rerumputan.

"Oh, benarkah? Siapakah pakar yang kau maksud itu?" Putri Reysa bertanya tidak sabar.

"Senja, Tuanku. Ia paling banyak menyimpan ide."

Putri Reysa terdiam. Pelangi pun perlahan menghilang.

Sementara Senja yang dinanti sudah datang. Ia tampil sangat cantik dengan pipi chubby-nya yang merona kemerah-merahan. Putri Reysa tidak membuang-buang waktu. Ia segera bertanya kepada Senja tentang keberadaan ide yang sejak tadi tak juga ditemuinya.

"Tuan Putri, sayang sekali, ide yang kusimpan telah habis. Cobalah bertanya kepada Bulan. Sebab ia kerap mengatakan padaku...ia tahu di mana ide-ide biasa bersembunyi," Senja menjawab pelan. Putri Reysa terpaksa mengangguk. Ia sebenarnya sudah lelah. Tapi tugas dari guru istana harus segera diselesaikan. Jika tidak, ia akan mendapat nilai merah di buku rapornya. Dan itu bagi seorang putri, sungguh sangat memalukan.

Kiranya Senja merah saga pun harus menghilang. Hari bertukar malam. Putri Reysa masih duduk termenung di bangku taman menunggu Bulan menampakkan diri.

Begitu melihat Bulan mengintip dari balik awan, Putri Reysa menyambut dengan wajah sumringah.

"Bulan nan jelita, bisakah kau pertemukan aku dengan ide yang masih bersembunyi?"

Bulan di langit tersenyum malu-malu. Sebenarnya selama ini ia hanya membual. Ia tidak pernah tahu dengan persis di mana ide-ide yang jadi sumber tulisan itu bersembunyi. Ia hanya mengarang-ngarang cerita agar terlihat hebat di mata Senja. Itu saja.

"Tuan Putri, saya sudah mempercayakan kepada katak kecil di atas kolam itu untuk memberitahumu---di mana ide yang kau cari selama ini bersembunyi," Bulan berkilah.

Mendengar kata-kata Bulan, Putri Reysa tertegun. Ia kembali menatap kolam yang permukaannya dipenuhi oleh bunga teratai yang sedang mekar. Dilihatnya katak kecil itu masih melompat dan menari-nari di sana.

Tiba-tiba saja Putri Reysa beranjak dari duduknya sembari mengulum senyum. Bukankah pertemuannya dengan katak kecil itu merupakan sumber ide yang bisa dikembangkan menjadi sebuah rangkaian cerita? Mengapa ia tidak memulai menulis dari situ?

Suka cita Putri Reysa mengibaskan ujung lengan gaunnya, lalu melenggang meninggalkan taman menuju kamarnya yang terletak di lantai dua istana. Malam itu juga ia ingin segera menyelesaikan tugas menulis dari gurunya.

Sepanjang anak tangga yang dilalui, Putri Reysa membatin. Huft, sebenarnya ide itu ada di mana-mana, berhamburan di sekitar kita. Jadi---kita tidak harus bersusah payah mengejarnya sampai ke Bulan.

***

Malang, 04 September 2017

Lilik Fatimah Azzahra

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Dongeng Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun