Kiranya Senja merah saga pun harus menghilang. Hari bertukar malam. Putri Reysa masih duduk termenung di bangku taman menunggu Bulan menampakkan diri.
Begitu melihat Bulan mengintip dari balik awan, Putri Reysa menyambut dengan wajah sumringah.
"Bulan nan jelita, bisakah kau pertemukan aku dengan ide yang masih bersembunyi?"
Bulan di langit tersenyum malu-malu. Sebenarnya selama ini ia hanya membual. Ia tidak pernah tahu dengan persis di mana ide-ide yang jadi sumber tulisan itu bersembunyi. Ia hanya mengarang-ngarang cerita agar terlihat hebat di mata Senja. Itu saja.
"Tuan Putri, saya sudah mempercayakan kepada katak kecil di atas kolam itu untuk memberitahumu---di mana ide yang kau cari selama ini bersembunyi," Bulan berkilah.
Mendengar kata-kata Bulan, Putri Reysa tertegun. Ia kembali menatap kolam yang permukaannya dipenuhi oleh bunga teratai yang sedang mekar. Dilihatnya katak kecil itu masih melompat dan menari-nari di sana.
Tiba-tiba saja Putri Reysa beranjak dari duduknya sembari mengulum senyum. Bukankah pertemuannya dengan katak kecil itu merupakan sumber ide yang bisa dikembangkan menjadi sebuah rangkaian cerita? Mengapa ia tidak memulai menulis dari situ?
Suka cita Putri Reysa mengibaskan ujung lengan gaunnya, lalu melenggang meninggalkan taman menuju kamarnya yang terletak di lantai dua istana. Malam itu juga ia ingin segera menyelesaikan tugas menulis dari gurunya.
Sepanjang anak tangga yang dilalui, Putri Reysa membatin. Huft, sebenarnya ide itu ada di mana-mana, berhamburan di sekitar kita. Jadi---kita tidak harus bersusah payah mengejarnya sampai ke Bulan.
***
Malang, 04 September 2017
Lilik Fatimah Azzahra