"Selamat datang duhai, hujan-hujan," Putri Reysa menegur sapa. "Bolehkah aku bertanya kepada kalian, di mana aku bisa menemukan ide?"
Hujan-hujan yang berjatuhan menatap sejenak ke arah Putri Reysa. Lalu dengan suara parau mereka menjawab, "Maafkan kami Tuan Putri, kukira hanya pelangi yang bisa memberitahumu mengenai soal menemukan ide itu."
"Oh, baiklah kalau begitu. Aku akan menunggu pelangi muncul," Putri Reysa menggeser tubuhnya, menghindari butiran anak hujan yang iseng memerciki wajahnya.
Hujan ternyata turun hanya sebentar. Langit kembali cerah. Putri Reysa menengadahkan kepala melihat bentangan langit. Ia tersenyum begitu melihat lengkung pelangi muncul membias indah di angkasa.
"Duhai pelangi tiga warna, katakan padaku, di mana aku bisa menemukan ide untuk tugas menulis dari guruku?" Putri Reysa bertanya serius. Pelangi yang tengah sibuk membaurkan tiga warna itu seketika merendah.
"Tuan Putri bisa bertanya soal ide kepada pakarnya," ujar pelangi seraya menjatuhkan beberapa bias cahayanya di atas rerumputan.
"Oh, benarkah? Siapakah pakar yang kau maksud itu?" Putri Reysa bertanya tidak sabar.
"Senja, Tuanku. Ia paling banyak menyimpan ide."
Putri Reysa terdiam. Pelangi pun perlahan menghilang.
Sementara Senja yang dinanti sudah datang. Ia tampil sangat cantik dengan pipi chubby-nya yang merona kemerah-merahan. Putri Reysa tidak membuang-buang waktu. Ia segera bertanya kepada Senja tentang keberadaan ide yang sejak tadi tak juga ditemuinya.
"Tuan Putri, sayang sekali, ide yang kusimpan telah habis. Cobalah bertanya kepada Bulan. Sebab ia kerap mengatakan padaku...ia tahu di mana ide-ide biasa bersembunyi," Senja menjawab pelan. Putri Reysa terpaksa mengangguk. Ia sebenarnya sudah lelah. Tapi tugas dari guru istana harus segera diselesaikan. Jika tidak, ia akan mendapat nilai merah di buku rapornya. Dan itu bagi seorang putri, sungguh sangat memalukan.