Mohon tunggu...
Arie Yanwar
Arie Yanwar Mohon Tunggu... Administrasi - Hanya seorang rakyat yang peduli kepada negerinya tercinta

Menulis sebagai bentuk apresiasi pada pengetahuan

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan featured

LPDP, Si Cantik nan Seksi yang Disayang dan Dibenci

31 Desember 2017   19:05 Diperbarui: 24 Juni 2018   08:29 9931
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Kabar24-Bisnis Indonesia

Apakah proses perubahan asumsi makro sedemikian sering? Tentu saja, terutama pada saat pembahasan RAPBN menjadi APBN di senayan. Terus bagaimana menanggulangi inefisiensi tersebut? Nah itu dia, keunikan dari DPPN adalah pos ini tidak terdapat di belanja negara melainkan di pembiayaan anggaran atau istilah nya below the line.

Above the line merupakan seluruh aktifitas pemerintah dalam mengumpulkan penerimaan maupun membelanjakannya sampai habis yang kemudian dijumlah untuk mengetahui apakah atas aktifitas tersebut terjadi defisit atau suplus. 

Apabila terjadi defisit harus ditutup dengan pembiayaan baik utang maupun jualan asset. Apabila surplus mau diapakan surplus tersebut, apakah untuk menambah asset dalam bentuk BUMN atau untuk bayar utang atau diinvestasikan oleh pemerintah. Semua aktifitas itu masuk kategori below the line.

DPPN itu masuknya pos dana yang di investasikan oleh pemerintah. Tentu saja untuk bayar utang atau investasi atau menambah modal di BUMN, anggaran tidak harus surplus dulu. Kenapa? Silakan anda jawab sendiri apakah gaji mu harus besar dulu untuk bisa investasi? 

Lha wong kenyataanya banyak orang ngutang buat investasi. Yang penting adalah adanya return of investment dan untuk DPPN return dari investasi tersebut adalah dalam bentuk peningkatan kualitas SDM di sektor pendidikan.

Anggaran DPPN itu pun menjadi bagian dari anggaran pendidikan, tapi karena posisinya ada di below the line dia justru bisa menjadi bantalan untuk mencegah inefisiensi anggaran.

Apabila ada perubahan pada asumsi makro yang kemudian harus mengubah besaran pendapatan dan belanja negara, anggaran pendidikan secara nominal pasti terpengaruh tapi secara persentase akan selalu 20% dari belanja negara karena adanya variable tetap yaitu DPPN. Dengan kata lain uang pajak kita yang masuk pool DPPN akan tetap ada dan tidak akan habis, bahkan akan terus menghasilkan.

Itulah yang menjadi kelebihan beasiswa LPDP dengan beasiswa lain yang dikelola pemerintah, seperti beasiswa Kemenristekdikti. Kalau pos yang dikelola LPDP ada di below the line, sedang yang dikelola Kemenristekdikti ada di above the line. 

Nah kalau misalnya ada revisi APBN, pemotongan belanja K/L, atau perubahan nomenklatur di belanja negara, sudah pasti pos yang di above the line akan kena proses screening terlebih dahulu. Jadi wajar aja temen-temen saya yang dapat beasiswa dari Kemenristekdikti pada ngeluh, tunjangan hidup telat dibayar, bahkan di tegur kampus gara-gara SPP belum di bayar sama sponsor, dan lain-lain. 

Sedangkan LPDP ya gak mungkin karena pos nya ada di below the line dan tidak terpengaruh oleh proses APBN, kecuali pemerintah memutuskan pos tersebut ditiadakan dan semua uangnya masuk ke above the line.

Saya membaca kutipan harian pikiran rakyat per 5 April 2017, ibu SMI menyatakan bahwa dana pendidikan yang dikelola LPDP untuk terus ditingkatkan bahkan akan mencapai Rp400 triliun di tahun 2030, maka saya yakin yang dimaksud beliau adalah DPPN tersebut. Kebayang dong, jika Rp20 triliun saja yang dikelola bisa menghasilkan yield Rp3 triliun, maka Rp400 triliun minimal yield bisa Rp40 triliun kan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun