Mohon tunggu...
Arie Yanwar
Arie Yanwar Mohon Tunggu... Administrasi - Hanya seorang rakyat yang peduli kepada negerinya tercinta

Menulis sebagai bentuk apresiasi pada pengetahuan

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan featured

LPDP, Si Cantik nan Seksi yang Disayang dan Dibenci

31 Desember 2017   19:05 Diperbarui: 24 Juni 2018   08:29 9928
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Kabar24-Bisnis Indonesia

Lantas kenapa pemerintah menambah pool fund DPPN dari APBN setiap tahun? Toh duitnya gak habis kan?

Jawaban politis statement ini adalah supaya semakin banyak putra-putri bangsa yang bisa mengeyam pendidikan tinggi di jenjang S2 dan S3 berkualitas terutama di luar negeri.

Jawaban yang agak kritisnya berhubung saya juga terlibat langsung dalam penyusunan APBN, maka jawabannya adalah efisiensi anggaran.  

Seperti yang kita ketahui UUD '45 mengamanatkan 20% anggaran APBN dialokasikan untuk anggaran pendidikan. Ketika Makhamah Konstitusi di tahun 2009 memutuskan bahwa UU APBN harus patuh terhadap konstitusi maka tidak ada pilihan lain selain mengalokasikan anggaran pendidikan sebesar 20% dari belanja negara di APBN. Bagi orang awam itu adalah hal yang sederhana kan yaitu cukup 20% X belanja negara di APBN = anggaran pendidikan.

Masalahnya tidak sesederhana itu bro!

APBN kita sangat di pengaruhi oleh asumsi makro (growth, inflation, kurs, ICP, lifting oil & gas, interest rate) dan antara variable dalam APBN banyak yang saling mempengaruhi 1 dengan lainnya. Contoh dana bagi hasil yang merupakan komponen transfer ke daerah (Belanja Negara) besarannya tergantung kepada penerimaan perpajakan yang dibagihasilkan seperti PPh pasal 21 dan cukai hasil tembakau. 

Penerimaan PPh sendiri secara keseluruhan terpengaruh oleh indikator makro seperti growth, inflation dan kurs. Artinya jika asumsi inflasi berubah maka target penerimaan PPh akan berubah yang mengakibatkan alokasi transfer ke daerah berubah sehingga besaran belanja negara keseluruhan akan berubah. 

Nah, anggaran pendidikan yang tadinya sudah 20% dari APBN akan berubah pula besarannya. Kalau perubahan belanja negara di APBN tersebut adalah mengecil maka persentase anggaran pendidikan akan lebih dari 20% which is fine, tapi kalau perubahan tersebut adalah membesar maka persentase tersebut menjadi kurang dari 20% sehingga harus ditambah. 

Menambah anggaran pendidikan otomatis akan menambah belanja negara, sehingga mau tidak mau harus di lakukan hitungan yang bersifat iterative sampai keseimbangan 20% tersebut tercapai.  

Bagaimana kalau ICP yang berubah?

Indikator ICP mempengaruhi penerimaan negara bukan pajak dan PPh migas di pos Pendapatan Negara serta subsidi energy dan dana bagi hasil migas di pos Belanja Negara. Otomatis anggaran pendidikan juga harus disesuaikan sesuai amanat UUD '45 dan perhitungannyapun akan kembali iterative. Begitu seterusnya dengan perubahan-perubahan indicator makro ekonomi terhadap anggaran pendidikan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun