"Enggak mang," balas Dewi dan Ida berbarengan dengan suara lirih.
"Mereka itu pemalas, mang. Setiap hari masa selalu menyontek hasil rangkumanku," ucapku mencibir.
"Kalian enggak boleh seperti itu. Kalian harusnya mendengar isi ceramah dan membuat rangkuman sendiri. Jangan selalu minta ke Arini. Selain kalian akan dapat mengisi buku kegiatan Ramadan, ilmu yang kalian dapat kan juga buat kalian sendiri," jelas mang Sholeh.
Anak-anak menunduk mendengar penjelasan dari mang Sholeh. Entah, mereka akan sadar atau akan tetap begitu, aku tidak yakin. Aku tersenyum sombong, mendengar mereka menunduk tak berkutik.
"Ya sudah, Arini, kamu bagi catatan kamu ke mereka untuk hari ini saja. Besok-besok kalau mereka seperti itu lagi bilang sama mamang," ucap mang Sholeh kemudian.
Dan aku, muka kesalku langsung muncul kembali. Bagaimana tidak? Enak sekali mereka selalu tak mau bersusah-susah untuk mendapat nilai lebih di sekolah.
Dengan raut kesal, aku menyerahkan buku kegiatan bulan Ramadanku ke Ida. Mereka tampak bahagia saat mendapat buku itu dariku. Dengan sigap menyalin isi catatanku di buku milik mereka. Sementara aku, aku masih dengan raut kesalku.
"Jangan cemberut begitu Arini. Tidak bagus bulan puasa marah-marah terus," ucap mang Sholeh.
"Iya mang," balasku malas.
"Ini, mamang kasih kamu dua bungkus lagi. Hari ini bungkusan ada banyak sekali. Sepertinya bakal ada sisa," ucap mang Sholeh sambil menyerahkan dua bungkus makanan berisi rengginang, kue naga sari, semprong, pisang, kerupuk, juga segelas air mineral.
Aku tersenyum menerimanya. Senang sekali rasanya mendapat jatah lebih.