Mohon tunggu...
Aji NajiullahThaib
Aji NajiullahThaib Mohon Tunggu... Freelancer - Pekerja Seni

Hanya seorang kakek yang hobi menulis

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Mata untuk Aini | Tanpa Hati

19 Januari 2020   05:46 Diperbarui: 20 Januari 2020   21:21 245
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Betapa kebenaran yang aku rasakan disaat belum bisa melihat, begitu jauh dengan realitanya. Begitu mudah orang-orang menyampaikan berbagai fitnah dan kabar bohong, itulah salah satu tanda-tanda akhir zaman yang aku ketahui dari Bimo. Aku semakin sangat merindukan Bimo, karena Bimo mengajarkanku tentang berbagai kebaikan.

BAB Sebelumnya

BAB II. TANPA HATI

Betapa penyesalan itu selalu datang terlambat, disaat belum melihat, aku begitu mampu menjaga hati agar tidak menyakiti, meski terkadang aku begitu congkak dan sombong untuk menutupi kekurangan. Kadang aku berpikir, terlalu mahal yang aku tebus hanya demi bisa melihat dunia. Padahal saat ada Bimo, dia berperan sebagai mataku.

Oh Tuhan..kenapa hati ini selalu mengingatnya..seharusnya aku lebih mengingat-Mu..bagaimana aku bisa melupakannya Tuhan..dia yang mengajarkanku mengenal dan mengingat-Mu.."

Susah aku menjawab pertanyaan ayah, ketika suatu pagi ayah menanyakan Bimo yang tidak lagi pernah berkunjung ke rumah.

"Aini..Bimo kemana..udah satu minggu sejak kamu bisa melihat..ayah tidak melihat dia.."

Aku diam seribu bahasa, aku cuma menjawab pertanyaan ayah dengan airmata, pertanyaan itu begitu menohok jantungku, menghakimi hatiku atas sebuah kesalahan.

"Kenapa disaat kamu sudah bisa melihat justeru Bimo tidak lagi ada disampingmu..kalian putus.."
"Kok kamu jawab pertanyaan ayah dengan tangisan aini.."
"Apa yang terjadi diantara kalian...Bimo itu lelaki pecinta sejati kalau ayah lihat.."

Aku seperti menghadapi pukulan beruntun yang dilayangkan ayah, mulutku kelu untuk menjawabnya, aku cuma bisa menghambur kedalam pelukan ayah dan menangis sejadi-jadinya. Aku tidak sanggup mengatakannya pada ayah, ayah tidak tahu kalau Bimo sudah tiada.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun