Mohon tunggu...
Zuni Sukandar
Zuni Sukandar Mohon Tunggu... Guru - Seorang guru SLB

Lahir di Magelang, 20 Mei 1971, SD-SMP di kota yang sama, S-1 di Jogjakarta, saat ini mengajar di SLB Maarif Muntilan sebagai guru tunanetra.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Bukan Jomlowati

23 Maret 2021   11:41 Diperbarui: 23 Maret 2021   12:10 179
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Sore yang sangat cerah, tapi tidak begitu indah bagiku. Seharian  menatap layar komputer serasa pandangan mataku kabur, mungkin lelah. Secepatnya ingin segera kuayunkan langkah menuju rumah. Dilanjutkan  dengan ritual menyiram  tubuh dengan air yang cukup dingin. Segar sudah terbayang di pelupuk mata.

Jalanan sore itu  tidak begitu padat. Aku pun dapat leluasa segera melarikan motor bututku. Cukup sepuluh menit sampai juga di depan pintu rumah.

Saat kusentuh gagang pintu, mataku tertuju pada sebuah benda. Kuperhatikan sebentar, dan  rasa penasaranku mulai menjalar. Akhirnya kuambil juga undangan  berwarna biru itu.

"Oh undangan pernikahan. Siapa ini?"

Tidak sabar, segera kubuka undangan itu. Tertera sebuah nama cantik yang cukup panjang, tapi tidak begitu kukenal. Kuamati lagi nama orang tua pengantin itu, dan ... kini aku paham.

Dialah Herman, teman satu kelas saat di SMA dulu.

Oh, Herman sudah mantu, bisikku pelan.

Sebenarnya undangan semacam ini sudah berkali-kali sampai ke tanganku. Rata-rata teman sekolahku sudah mantu anak pertamanya. Wajar saja, karena lulus SMA langsung menikah.

Undangan yang bagiku merupakan suatu kehormatan, tapi sekaligus kekhawatiran. Bagaimana tidak?

Setiap kali hadir pada pesta pernikahan, selalu muncul pertanyaan yang sama, kapan menikah. Pertanyaan yang sederhana dan sangat sepele sebenarnya, tapi membuatku sebel. Ya, sebel banget mendengar pertanyaan yang  ada sedikit nada sumbang di telingaku. Namun kucoba untuk tetap tersenyum, meski batinku menangis.

Kini, mantan kekasihku yang punya gawe. Haruskah aku datang atau jadi pecundang?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun