Mohon tunggu...
zulkiflimadia
zulkiflimadia Mohon Tunggu... Penulis Lepas

Penulis lepas yang suka menulis apa saja.

Selanjutnya

Tutup

Humor

Gen Z dan Nostalgia Digital: Mencari Ketulusan di Dunia yang Penuh Algoritma Jahat

9 April 2025   16:01 Diperbarui: 9 April 2025   16:01 74
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi kondisi media sosial(ChatGPT/OpenAI)

Seiring berjalannya waktu, Generasi Z---yang katanya generasi paling adaptif terhadap teknologi---ternyata sedang mengalami sindrom aneh: nostalgia digital. Dalam plot twist yang bahkan Hollywood pun tak bisa bayangkan, mereka meninggalkan Instagram, TikTok, dan Facebook (sebenarnya siapa sih yang masih pake Facebook?) untuk kembali ke platform kuno seperti Tumblr dan Pinterest. Ya, benar, Tumblr! Platform yang terakhir kali populer saat Vine masih hidup dan selfie duck face masih jadi tren.

Perspektif Baru: Nostalgia sebagai Cermin Emosional

Fenomena ini bukan sekadar nostalgia untuk platform yang lebih sederhana, tetapi juga sebuah refleksi emosional. Generasi Z, yang tumbuh di bawah tekanan likes, followers, dan algoritma manipulatif, kini mendambakan ruang yang terasa lebih tulus. Bagi mereka, nostalgia ini adalah pelarian dari dunia digital yang terlalu dikomersialisasi dan penuh toksisitas.

Menurut teori psikologi digital, digital detox menjadi kebutuhan emosional saat interaksi online tidak lagi memberi rasa nyaman. Dalam konteks ini, platform seperti Tumblr dan Pinterest menawarkan pengalaman berbeda: tempat untuk mengekspresikan diri tanpa rasa takut dihakimi oleh standar sosial yang kaku. Misalnya, Tumblr memungkinkan pengguna menemukan komunitas kecil yang mendukung, seperti grup penggemar seni independen atau komunitas LGBTQ+. Di Pinterest, mereka merancang "dunia impian" seperti mood board untuk proyek kreatif atau rencana perjalanan yang mungkin tak pernah terwujud.

"Selamat Datang di Tumblr: Ruang Ekspresi Bebas (dan Bebas Iklan)"

Tumblr, platform yang dulu menjadi surga bagi puisi galau, fanfiction Harry Styles x Alien, dan gambar estetis kopi di pagi hari, kini kembali berjaya. Pengguna muda, yang bosan dengan algoritma Meta yang seperti pacar posesif, memilih Tumblr untuk melampiaskan kreativitas mereka.

Namun, mari kita luruskan. "Jadi diri sendiri" di Tumblr artinya menulis puisi 10 halaman tentang eks yang tidak pernah resmi jadi pacar, sambil me-reblog meme kuno yang sudah basi di Twitter lima tahun lalu. Beberapa tagar yang kembali populer seperti #darkacademia dan #softgrunge mencerminkan kebutuhan untuk menggali estetika yang lebih niche dan autentik.

Yang menarik, platform ini menunjukkan peningkatan signifikan dalam komunitas berbasis minat. Data dari Digital 2025 mencatat peningkatan pengguna berusia 18--24 tahun hingga 30% dalam dua tahun terakhir. Angka ini menunjukkan bahwa Tumblr bukan sekadar pelarian nostalgia, tetapi juga ruang bagi kreativitas yang lebih tulus.

Pinterest: Jejak Kreatif Tanpa Tekanan Sosial

Lalu ada Pinterest, tempat para Generasi Z berlari mengejar "vibes" hidup sempurna. Dari membuat mood board untuk desain kamar minimalis hingga ide dekorasi ulang tahun dengan tema cottagecore, Pinterest menjadi ruang untuk membayangkan kehidupan yang bebas dari drama digital.

Namun, di balik papan estetis itu, ada tekanan terselubung. Bagaimana mungkin Anda belum punya tanaman monstera? Bagaimana bisa meja kerja Anda tidak dilengkapi lampu neon berbentuk awan? Betul, Pinterest mungkin terlihat damai, tetapi ia sering mengingatkan kita pada kesenjangan antara impian dan kenyataan---sebuah ironi halus yang tetap menarik.

Contoh populer adalah tren #DIYFails, di mana pengguna berbagi kegagalan mereka dalam mencoba proyek Pinterest, menciptakan momen-momen lucu sekaligus manusiawi di tengah estetika sempurna. Tak heran, pencarian untuk istilah seperti "self-care ideas" dan "cozy living" melonjak hingga 50% dalam beberapa tahun terakhir, menunjukkan kebutuhan mendalam untuk menemukan kenyamanan emosional.

Algoritma: Teman atau Musuh?

Fenomena nostalgia digital ini memunculkan pertanyaan besar: apakah kita sedang menyaksikan perlawanan terhadap algoritma besar? Atau ini hanyalah siklus konsumsi digital lain yang kebetulan lebih estetis?

Menurut pakar teknologi, algoritma seperti yang digunakan oleh Meta dan TikTok sering kali memperkuat tekanan sosial melalui sistem likes dan views. Sebaliknya, platform seperti Tumblr dan Pinterest cenderung tidak berorientasi pada algoritma, melainkan komunitas. Kebangkitan platform kecil ini mencerminkan pergeseran nilai dari kuantitas menuju kualitas koneksi.

Sebagai pembanding, laporan terbaru mencatat penurunan tingkat keterlibatan di Instagram sebesar 15% untuk pengguna berusia 18--24 tahun, menunjukkan gejala kelelahan sosial. Generasi Z tampaknya mulai menyadari bahwa kebahagiaan digital tidak ditentukan oleh jumlah followers, tetapi oleh ruang di mana mereka bisa merasa diterima tanpa pretensi.

Penutup: Selamat Datang di Era Retro Digital

Pada akhirnya, langkah ini menunjukkan satu hal: manusia suka mengulang sejarah. Hanya kali ini, sejarahnya adalah membuka kembali akun Tumblr lama yang password-nya entah di mana, dan membuat papan Pinterest baru untuk mendekorasi rumah impian yang mungkin hanya ada di simulasi The Sims. Fenomena ini bukan sekadar nostalgia, tetapi juga pencarian ketulusan di dunia digital yang semakin absurd.

Jadi, apakah nostalgia digital ini adalah perlawanan terhadap algoritma atau bagian dari siklus budaya konsumsi kita? Anda yang tentukan. Sementara itu, selamat mencari kata sandi Tumblr Anda.
Seiring berjalannya waktu, Generasi Z---yang katanya generasi paling adaptif terhadap teknologi---ternyata sedang mengalami sindrom aneh: nostalgia digital. Dalam plot twist yang bahkan Hollywood pun tak bisa bayangkan, mereka meninggalkan Instagram, TikTok, dan Facebook (sebenarnya siapa sih yang masih pake Facebook?) untuk kembali ke platform kuno seperti Tumblr dan Pinterest. Ya, benar, Tumblr! Platform yang terakhir kali populer saat Vine masih hidup dan selfie duck face masih jadi tren.

Perspektif Baru: Nostalgia sebagai Cermin Emosional

Fenomena ini bukan sekadar nostalgia untuk platform yang lebih sederhana, tetapi juga sebuah refleksi emosional. Generasi Z, yang tumbuh di bawah tekanan likes, followers, dan algoritma manipulatif, kini mendambakan ruang yang terasa lebih tulus. Bagi mereka, nostalgia ini adalah pelarian dari dunia digital yang terlalu dikomersialisasi dan penuh toksisitas.

Menurut teori psikologi digital, digital detox menjadi kebutuhan emosional saat interaksi online tidak lagi memberi rasa nyaman. Dalam konteks ini, platform seperti Tumblr dan Pinterest menawarkan pengalaman berbeda: tempat untuk mengekspresikan diri tanpa rasa takut dihakimi oleh standar sosial yang kaku. Misalnya, Tumblr memungkinkan pengguna menemukan komunitas kecil yang mendukung, seperti grup penggemar seni independen atau komunitas-komunitas lain. Di Pinterest, mereka merancang "dunia impian" seperti mood board untuk proyek kreatif atau rencana perjalanan yang mungkin tak pernah terwujud.

"Selamat Datang di Tumblr: Ruang Ekspresi Bebas (dan Bebas Iklan?)"

Tumblr, platform yang dulu menjadi surga bagi puisi galau, fanfiction Harry Styles x Alien, dan gambar estetis kopi di pagi hari, kini kembali berjaya. Pengguna muda, yang bosan dengan algoritma Meta yang seperti pacar posesif, memilih Tumblr untuk melampiaskan kreativitas mereka.

Namun, mari kita luruskan. "Jadi diri sendiri" di Tumblr artinya menulis puisi 10 halaman tentang si eks yang tidak pernah resmi jadi pacar, sambil me-reblog meme kuno yang sudah basi di Twitter lima tahun lalu. Beberapa tagar yang kembali populer seperti #darkacademia dan #softgrunge mencerminkan kebutuhan untuk menggali estetika yang lebih niche dan autentik.

Yang menarik, platform ini menunjukkan peningkatan signifikan dalam komunitas berbasis minat. Data dari Digital 2025 mencatat peningkatan pengguna berusia 18--24 tahun hingga 30% dalam dua tahun terakhir. Angka ini menunjukkan bahwa Tumblr bukan sekadar pelarian nostalgia, tetapi juga ruang bagi kreativitas yang lebih tulus.

Pinterest: Jejak Kreatif Tanpa Tekanan Sosial

Lalu ada Pinterest, tempat para Generasi Z berlari mengejar "vibes" hidup sempurna. Dari membuat mood board untuk desain kamar minimalis hingga ide dekorasi ulang tahun dengan tema cottagecore, Pinterest menjadi ruang untuk membayangkan kehidupan yang bebas dari drama digital.

Namun, di balik papan estetis itu, ada tekanan terselubung. Bagaimana mungkin Anda belum punya tanaman monstera? Bagaimana bisa meja kerja Anda tidak dilengkapi lampu neon berbentuk awan? Betul, Pinterest mungkin terlihat damai, tetapi ia sering mengingatkan kita pada kesenjangan antara impian dan kenyataan---sebuah ironi halus yang tetap menarik.

Contoh populer adalah tren #DIYFails, di mana pengguna berbagi kegagalan mereka dalam mencoba proyek Pinterest, menciptakan momen-momen lucu sekaligus manusiawi di tengah estetika sempurna. Tak heran, pencarian untuk istilah seperti "self-care ideas" dan "cozy living" melonjak hingga 50% dalam beberapa tahun terakhir, menunjukkan kebutuhan mendalam untuk menemukan kenyamanan emosional.

Algoritma: Teman atau Musuh?

Fenomena nostalgia digital ini memunculkan pertanyaan besar: apakah kita sedang menyaksikan perlawanan terhadap algoritma besar? Atau ini hanyalah siklus konsumsi digital lain yang kebetulan lebih estetis?

Menurut pakar teknologi, algoritma seperti yang digunakan oleh Meta dan TikTok sering kali memperkuat tekanan sosial melalui sistem likes dan views. Sebaliknya, platform seperti Tumblr dan Pinterest cenderung tidak berorientasi pada algoritma, melainkan komunitas. Kebangkitan platform kecil ini mencerminkan pergeseran nilai dari kuantitas menuju kualitas koneksi.

Sebagai pembanding, laporan terbaru mencatat penurunan tingkat keterlibatan di Instagram sebesar 15% untuk pengguna berusia 18--24 tahun, menunjukkan gejala kelelahan sosial. Generasi Z tampaknya mulai menyadari bahwa kebahagiaan digital tidak ditentukan oleh jumlah followers, tetapi oleh ruang di mana mereka bisa merasa diterima tanpa pretensi.

Penutup: Selamat Datang di Era Retro Digital

Pada akhirnya, langkah ini menunjukkan satu hal: manusia suka mengulang sejarah. Hanya kali ini, sejarahnya adalah membuka kembali akun Tumblr lama yang password-nya entah di mana, dan membuat papan Pinterest baru untuk mendekorasi rumah impian yang mungkin hanya ada di simulasi The Sims. Fenomena ini bukan sekadar nostalgia, tetapi juga pencarian ketulusan di dunia digital yang semakin absurd.

Jadi, apakah nostalgia digital ini adalah perlawanan terhadap algoritma atau bagian dari siklus budaya konsumsi kita? Anda yang tentukan. Sementara itu, selamat mencari kata sandi Tumblr Anda.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humor Selengkapnya
Lihat Humor Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun