Dan kata-kata yang seharusnya menjadi pakaian mereka? Kata-kata yang tak pernah sempat saya tuliskan itu?
Mereka menjadi batu nisan.
Setiap penundaan memahat satu huruf di atasnya. Setiap keraguan menambahkan baris berikutnya. Tertulis di sana nama-nama dari apa yang tak pernah ada. Epitaf untuk sebuah penyesalan.
Maka, menulis bukan lagi seni. Bukan lagi umtuk mencari keindahan.
Menulis adalah urgensi.
Perlombaan melawan pembusukan. Upaya penyelamatan. Menarik paksa setiap gagasan dari cengkeraman waktu sebelum ia membatu. Memberinya napas, memberinya suara, sekasar dan sesederhana apa pun itu.
Lebih baik tulisan yang janggal tapi hidup, daripada mahakarya yang sempurna tapi telah menjadi fosil di dalam kepala.
Maka saya menulis. Malam ini. Dengan sedikit panik. Dengan kesadaran bahwa pemakaman itu terus meluas. Ada liang-liang baru yang digali setiap hari, menanti untuk diisi.
Saya menulis. Menyelamatkan satu per satu.
Sebelum kata menjadi batu nisan.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI