Mohon tunggu...
zainal arifin
zainal arifin Mohon Tunggu... mahasiswa

olahraga

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Peradilan Agama di Indonesia: Konsep, Kewenangan, dan Perkembangannya

2 Oktober 2025   19:16 Diperbarui: 2 Oktober 2025   19:16 11
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Lathif Wahib Hisyam 232121138

Zainal arifin 232121151

Tiara Novitasari 232121163

Peradilan Agama di Indonesia: Konsep, Kewenangan, dan Perkembangannya

Pendahuluan

Dalam sebuah negara hukum seperti Indonesia, keberadaan lembaga peradilan merupakan unsur yang sangat vital. Peradilan berfungsi tidak hanya sebagai tempat menyelesaikan sengketa, tetapi juga sebagai sarana menegakkan keadilan, kepastian hukum, dan ketertiban sosial. Salah satu lembaga peradilan yang memiliki kekhususan adalah pengadilan agama, yang berwenang mengadili perkara-perkara tertentu bagi masyarakat Muslim.Peradilan agama di Indonesia memiliki sejarah panjang dan unik, karena keberadaannya telah ada sejak masa kerajaan-kerajaan Islam di Nusantara. Pada masa itu, peradilan dijalankan oleh qadhi atau penghulu yang diangkat oleh sultan. Seiring masuknya kolonial Belanda, kewenangan peradilan agama dibatasi hanya pada urusan tertentu, khususnya perkawinan dan waris. Setelah Indonesia merdeka, pengadilan agama mendapatkan pengakuan, meskipun kedudukannya sempat berada di bawah Departemen Agama.

Baru pada masa Orde Baru, melalui UU No. 7 Tahun 1989, kedudukan peradilan agama dipertegas sebagai salah satu dari empat lingkungan peradilan di bawah Mahkamah Agung. Selanjutnya, memasuki masa reformasi, kewenangan peradilan agama diperluas hingga mencakup perkara ekonomi syariah. Dengan demikian, peradilan agama bukan hanya menyangkut ranah privat umat Islam seperti perkawinan, waris, dan wakaf, tetapi juga ranah publik dalam bidang ekonomi yang terus berkembang pesat di Indonesia.Melihat pentingnya peranan peradilan agama, pembahasan dalam artikel ini akan difokuskan pada empat hal utama, yaitu: pengertian peradilan dan pengadilan agama, kewenangan peradilan agama, kewenangan serta proses penanganan perkaranya, serta perkembangan historis peradilan agama dari masa sebelum kemerdekaan hingga masa reformasi.

1. Apa Peradilan dan Pengadilan Agama?

Secara umum, peradilan adalah lembaga yang berwenang mengadili serta memutuskan perkara hukum untuk menegakkan keadilan. Dalam konteks negara hukum, peradilan merupakan cabang kekuasaan yudikatif yang berfungsi menjalankan hukum secara independen dan tidak memihak.

Pengadilan agama adalah salah satu badan peradilan yang berada di bawah Mahkamah Agung Republik Indonesia. Berdasarkan Pasal 24A Undang-Undang Dasar 1945 dan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama (yang kemudian diubah dengan UU No. 3 Tahun 2006 dan UU No. 50 Tahun 2009), pengadilan agama memiliki yurisdiksi dalam menyelesaikan perkara-perkara tertentu bagi umat Islam.

Dengan demikian, pengadilan agama adalah lembaga peradilan khusus yang menangani perkara hukum Islam, baik di tingkat pertama (Pengadilan Agama di kabupaten/kota) maupun tingkat banding (Pengadilan Tinggi Agama di provinsi).

2. Kewenangan yang Dimiliki oleh Peradilan Agama

Kewenangan peradilan agama mengalami perkembangan dari masa ke masa. Semula, kewenangannya terbatas hanya pada bidang perkawinan, namun kemudian diperluas. Berdasarkan Pasal 49 UU No. 3 Tahun 2006, kewenangan pengadilan agama meliputi perkara-perkara berikut:

1. Perkawinan

Menangani perkara terkait pernikahan, perceraian, poligami, izin kawin, penetapan asal-usul anak, harta bersama, dan lain-lain yang diatur dalam hukum keluarga Islam.

2. Waris

Mengatur pembagian harta peninggalan berdasarkan hukum waris Islam, termasuk penetapan ahli waris dan pelaksanaan wasiat.

3. Wasiat

Menyelesaikan sengketa atau pelaksanaan wasiat yang dilakukan berdasarkan hukum Islam.

4. Hibah

Mengadili perkara hibah yang dilakukan sesuai hukum Islam.

5. Wakaf

Menangani permasalahan yang timbul dari wakaf, seperti sengketa harta benda wakaf, pengelolaan, maupun peruntukan wakaf.

6. Zakat

Berkaitan dengan penyelesaian sengketa distribusi maupun pengelolaan zakat menurut hukum Islam.

7. Infaq dan Shadaqah

Menangani perkara sengketa atau pelanggaran terkait infak dan sedekah berdasarkan syariat Islam.

8. Ekonomi Syariah

Sejak amandemen UU Peradilan Agama, pengadilan agama juga diberi kewenangan menangani perkara ekonomi syariah. Ini mencakup perbankan syariah, asuransi syariah, pegadaian syariah, koperasi syariah, bisnis syariah, dan transaksi ekonomi lain yang berbasis prinsip syariah.

Kewenangan tersebut mempertegas peran pengadilan agama tidak hanya dalam ranah privat (keluarga) tetapi juga dalam ranah publik (ekonomi syariah).

3. Kewenangan dan Penanganan Perkara di Pengadilan Agama

Proses penanganan perkara di pengadilan agama mengikuti Hukum Acara Perdata dengan beberapa penyesuaian hukum Islam. Tahapan umum penanganan perkara adalah sebagai berikut:

1. Pengajuan Gugatan/Petisi

Pihak yang bersengketa mendaftarkan gugatan atau permohonan ke pengadilan agama sesuai domisili tergugat. Misalnya dalam perkara cerai, pihak yang ingin bercerai mendaftarkan permohonan talak atau gugatan cerai.

2. Pemeriksaan Administratif

Majelis hakim memeriksa kelengkapan berkas dan legalitas perkara. Jika memenuhi syarat, perkara masuk ke tahap persidangan.

3. Pemanggilan Pihak

Para pihak (penggugat dan tergugat) dipanggil secara sah dan patut untuk hadir dalam persidangan.

4. Mediasi

Sebelum pemeriksaan pokok perkara, pengadilan agama mewajibkan mediasi. Hal ini sesuai dengan Peraturan Mahkamah Agung (Perma) No. 1 Tahun 2016 tentang Prosedur Mediasi. Tujuannya untuk mencari solusi damai.

5. Pemeriksaan Persidangan

Jika mediasi gagal, hakim melanjutkan dengan pemeriksaan persidangan, mendengarkan keterangan para pihak, saksi, maupun ahli.

6. Putusan/Penetapan

Hakim menjatuhkan putusan berdasarkan bukti, keterangan, dan hukum yang berlaku.

7. Upaya Hukum

Pihak yang tidak puas dapat mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Agama, bahkan kasasi ke Mahkamah Agung.

Contoh konkret:

Dalam perkara perceraian, hakim akan memeriksa alasan perceraian (misalnya perselisihan terus-menerus), kemudian memutuskan apakah gugatan dikabulkan atau ditolak.

Dalam perkara ekonomi syariah, hakim akan menilai kontrak perjanjian berdasarkan prinsip syariah dan menyelesaikan sengketa seperti pembiayaan murabahah, mudharabah, atau musyarakah.

4. Perkembangan Peradilan Agama dari Sebelum Kemerdekaan hingga Masa Reformasi

Sejarah peradilan agama di Indonesia cukup panjang dan penuh dinamika.

1. Masa Pra-Kemerdekaan

Pada masa kerajaan Islam di Nusantara (seperti Kesultanan Demak, Mataram, Banten, Aceh), peradilan agama dilaksanakan oleh qadhi atau penghulu yang ditunjuk oleh sultan. Fungsinya mencakup hukum keluarga, waris, hingga pidana menurut syariat.

Ketika kolonial Belanda berkuasa, mereka membatasi kewenangan peradilan agama. Melalui Resolutie der Indische Regeering 1882, dibentuklah Priesterraad (Pengadilan Agama) yang hanya menangani urusan perkawinan dan waris umat Islam.

2. Masa Kemerdekaan (1945 -- 1960-an)

Setelah Indonesia merdeka, keberadaan peradilan agama diakui secara konstitusional. Namun kedudukannya masih di bawah Departemen Agama, belum menjadi bagian dari peradilan nasional yang utuh.

3. Masa Orde Baru (1966 -- 1998)

Pemerintah mulai memperjelas dasar hukum peradilan agama dengan lahirnya UU No. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama. UU ini menempatkan peradilan agama sebagai salah satu dari empat lingkungan peradilan di bawah Mahkamah Agung. Kewenangan utamanya saat itu masih terbatas pada bidang perkawinan, waris, wasiat, hibah, wakaf, dan shadaqah.

4. Masa Reformasi (1998 -- sekarang)

Reformasi membawa perubahan signifikan. Dengan lahirnya UU No. 3 Tahun 2006 dan UU No. 50 Tahun 2009, kewenangan peradilan agama diperluas mencakup ekonomi syariah. Selain itu, sistem administrasi peradilan agama semakin modern dengan penerapan Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP), e-court, hingga sidang online.Di masa reformasi, peradilan agama berperan penting dalam mendukung perkembangan industri keuangan syariah yang semakin pesat di Indonesia.

Kesimpulan

Peradilan agama adalah lembaga peradilan yang secara khusus menangani perkara umat Islam di bidang perkawinan, waris, wasiat, hibah, wakaf, zakat, infak, shadaqah, dan ekonomi syariah. Seiring perkembangan zaman, kewenangannya semakin luas dan perannya semakin vital dalam menegakkan hukum Islam di Indonesia.

Sejarah panjang peradilan agama, dari masa kerajaan Islam, kolonial Belanda, kemerdekaan, Orde Baru, hingga era reformasi, menunjukkan dinamika yang luar biasa. Kini, peradilan agama tidak hanya menyelesaikan persoalan keluarga, tetapi juga menopang sistem hukum ekonomi syariah yang semakin kompleks.

Oleh karena itu, penguatan kelembagaan, peningkatan kualitas hakim, dan modernisasi sistem peradilan menjadi kunci agar pengadilan agama tetap relevan dalam menjawab tantangan zaman.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun