Selanjutnya, Ruhi kembali bercerita. Menurut Ruhi, Risma meminta Ruhi untuk mengantar menyimpan surat paling rahasia ke dalam sebuah lubang kayu di pohon gandaria.
"Setelah menyimpan surat itu, Teh Risma mengatakan, apabila meninggal dunia ia ingin dikuburkan di bawah pohon gandaria tersebut. Tidak lama, Teh Risma langsung terjatuh dan tidak bangun lagi. Teh Risma menghembuskan nafasnya yang terakhir!" Ruhi menangis menceritakan kisah memilukan. Gara pun tak kuasa menahan kesedihan.
Untuk beberapa jenak lamanya, keduanya larut dalam kenangan yang penuh duka dan menyakitkan.
"Kalau orangtua Teh Risma sekarang tinggal di mana, Yi?" tanya Gara.
"Ayahnya, Mang Unas, sudah meninggal dunia, seminggu setelah kematian Teh Risma. Ibunya Teh Risma sekarang tinggal di kampung sebelah, tidak jauh dari kampung ini, bersama si bungsu, Nanda!"
"Nanda?" Gara berpikir sejenak, "Iya, akang baru ingat. Saat itu, nanda berumur sembilan tahun. Sekarang pasti sudah besar. Pastinya pula, Nanda secantik Risma," puji Gara.
"Hmmmhhh. Nanda sekarang berumur sembilan belas tahun, kang, baru lulus aliyah. Â Akang sendiri nanti bisa menilainya,"
"Apakah Nanda tidak kuliah, Yi?"
"Baru tahun ini Nanda akan kuliah,"
"Bisakah Uyi mengantar akang ke rumah ibunya Risma? Akang ingin bertemu dan meminta maaf kepada ibunya Risma, untuk kemudian kita bisa ziarah bersama ke makam Risma,"
"Insya Allah. Kapan kita bisa ke sana, Kang?" tanya Ruhi.