Di pusara senja Bapak, angin merintih pilu, membawa aroma tanah basah dan kenangan yang kelam.
Pusara Tak bernama, pahlawan bangsa meninggalkan semangat untuk bangsa
Sepeda motor melaju membawa seorang Ibu paruh bayaMeniti jalan yang sudah usang di telan zaman
Angin dari timur dan tenggara terus berhembus. Ini menandakan pergantian musim sudah berlangsung. Angin itu masuk tanpa permisi.
Menghadapi keraguan dan pandangan sinis itu tidak pernah mudah. Namun, di balik keragu-raguan itu, tersembunyi tekad dan semangat yang membara
Batu-batu nisan bungkam masih tetap terdiam
Puisi sedih sarat makna. Bahkan dapat menitikkan bulir bening terlebih jika kamu menghayatinya.
Angin berhembus pisahkan kelopak dari dahan. Melayang perlahan berguguran
Mendoakan orang tua merupakan bentuk bakti anak. Merawat makam dan nyekar menjadi agenda rutin anak dan cucu sebagai pengingat kematian
Relukui-relikui di Gunung Padang, pusara-pusara yang memanggil-manggil
Suasana pemakaman yang damai menghapus segala keresahan yang membuncah.
Teman sejati selalu ada di saat suak dan duka bahkan setelah tiada
Debar berelegikan gugur melati. Kelopak rasa ranggas menyepi. Asma' yang agung terlupakan
Rumah Sakit dimana doa dilahirkan, dibesarkan, dan terlelap
"Suatu hari nanti, kita ke Jepang ya, Mi."
Memang benar. Apa yang terjadi terhadap manusia tidak bisa diramalkan. Tidak terprediksi. Tidak ada kepastian. Gelap dan misterius.
Puisi yang membahas mengenai pusara semua telah diputuskan
Ini torehan kata dari pusara ketidakberdayaan saya saat mendengar duka Cianjur.
Kupandangi wajahmu lewat kenangan. Sua kita hanya dalam jiwa tanpa raga
Semoga akhir hidupnya tersebut menjadi tanda meninggal dalam keadaan husnul khotimah, dan betapa aku ingin seperti beliau.