Perselingkuhan, sebuah isu yang kini semakin sering kita dengar, menjadi masalah yang memengaruhi banyak pasangan di Indonesia. Hubungan yang seharusnya penuh cinta dan kepercayaan sering kali berubah menjadi sumber rasa sakit dan ketidakpastian. Dalam banyak kasus, perselingkuhan berujung pada perceraian, yang tak hanya merusak hubungan pasangan tetapi juga memberi dampak buruk bagi anak-anak yang terlibat.
Namun, mengapa perselingkuhan bisa terjadi? Apakah itu hanya masalah kekurangan dalam hubungan, atau ada faktor psikologis yang lebih dalam yang memicu tindakan tersebut? Untuk memahami lebih dalam, kita bisa melihat fenomena ini dari kacamata teori psikologi Sigmund Freud.
Teori Freud: Kenapa Selingkuh Terjadi?
Sigmund Freud, tokoh utama dalam teori psikologi, mengembangkan konsep mekanisme pertahanan ego untuk menjelaskan bagaimana individu menangani konflik batin dan ketegangan psikologis. Salah satu mekanisme yang paling relevan dalam kasus perselingkuhan adalah denial atau penyangkalan.
Contoh nyata dari hal ini dapat dilihat pada kasus Dilan, seorang influencer TikTok yang baru-baru ini menghadapi kenyataan bahwa suaminya berselingkuh. Dilan yang selama ini sangat percaya pada suaminya merasa ditipu ketika ia mengetahui bahwa suaminya sudah berselingkuh sebulan setelah mereka menikah. Dilan berada dalam fase denial, menolak untuk percaya bahwa hal itu bisa terjadi. Menurut Freud, denial berfungsi untuk melindungi ego dari kenyataan yang terlalu menyakitkan untuk diterima.
Dalam teori Freud, konflik antara id, ego, dan superego memainkan peran besar dalam fenomena ini. Id mendorong seseorang untuk mempercayai orang lain dengan harapan memperoleh kesenangan atau penerimaan, sedangkan ego berusaha menyesuaikan diri dengan kenyataan. Ketika kenyataan menunjukkan bahwa seseorang telah dibodohi, ego merasakan kecemasan atau tekanan yang berat. Superego, bagian dari diri yang mengatur moral dan norma, muncul dengan perasaan bersalah atau marah pada diri sendiri, yang bisa mengarah pada rasa malu.Â
Mekanisme Pertahanan Freud dalam Perselingkuhan
Freud juga menjelaskan bahwa perselingkuhan bisa terjadi sebagai akibat dari berbagai mekanisme pertahanan ego yang digunakan individu untuk mengatasi tekanan psikologis. Berikut adalah beberapa mekanisme yang dapat menjelaskan fenomena perselingkuhan:
Perselingkuhan sering kali dipahami dengan menggunakan mekanisme pertahanan seperti rasionalisasi atau penolakan. Banyak individu yang mencari alasan untuk membenarkan perilaku mereka, misalnya, dengan mengatakan, "Saya selingkuh karena pasangan saya tidak perhatian lagi." Ini adalah contoh rasionalisasi, di mana seseorang mencoba membenarkan perilaku buruk dengan alasan yang tampaknya masuk akal, meskipun pada kenyataannya, perilaku tersebut bertentangan dengan norma moral.
Selain itu, ada pula mekanisme represi, di mana dorongan untuk berselingkuh ditekan ke alam bawah sadar, namun tetap muncul dalam bentuk tindakan yang tidak disadari. Ketika seseorang menekan dorongan negatif dalam dirinya, itu bisa berujung pada perilaku yang akhirnya melukai dirinya atau orang lain. Namun ada juga :
- Denial: Individu menolak mengakui bahwa mereka telah berselingkuh, bahkan pada diri mereka sendiri. "Saya tidak berselingkuh, saya hanya berteman dekat" adalah contoh penyangkalan yang berfungsi untuk melindungi ego dari rasa bersalah.
- Displacement (Pengalihan): Dorongan seksual atau agresif dialihkan kepada orang lain, misalnya, seseorang yang kecewa dengan pasangannya mengalihkan perasaannya ke orang lain melalui perselingkuhan.
- Projection (Proyeksi): Seseorang mungkin menuduh pasangannya berselingkuh, padahal dirinya sendiri yang sebenarnya memiliki keinginan atau telah berselingkuh.
- Sublimasi: Dorongan seksual diarahkan ke bentuk perilaku yang lebih diterima secara sosial. Namun, dalam kasus perselingkuhan, sublimasi sering gagal dilakukan dan malah menyebabkan perilaku tidak sehat.
Dampak Selingkuh dalam Keluarga dan Anak-anak
Selingkuh dan perceraian tidak hanya mempengaruhi pasangan, tetapi juga berimbas pada anak-anak. Dari sudut pandang Freud, keluarga yang tidak harmonis atau "broken home" memiliki dampak besar pada perkembangan psikologis anak. Anak-anak yang tumbuh dalam keluarga yang berantakan cenderung mengalami kesulitan dalam membentuk kepribadian yang sehat. Mereka bisa mengalami gangguan emosional, rasa kesepian, atau bahkan membenci orang tua mereka.
Selain itu, perceraian sering kali menyebabkan anak merasa kehilangan rasa aman dan stabilitas emosional. Anak-anak yang terpengaruh oleh perceraian dapat mengalami perubahan besar dalam kondisi kepribadian mereka, seperti rasa tidak aman, kesepian, atau bahkan kecenderungan untuk mengisolasi diri dari dunia luar. Hal ini, jika tidak ditangani dengan baik, bisa berlanjut hingga mereka dewasa.
Mengubah Siklus: "Break the Cycle"
Meskipun dampak negatif perselingkuhan sangat besar, bukan berarti perubahan tidak mungkin terjadi. Salah satu cara untuk mengatasi masalah ini adalah dengan membangun komunikasi yang baik antara orang tua dan anak. Orang tua harus menjadi panutan yang baik, memberikan dukungan emosional yang stabil, dan menciptakan suasana yang penuh kasih sayang dan pengertian. "Break the cycle" atau memutus rantai kesalahan yang sama bisa dimulai dengan memberikan perhatian lebih pada anak, mendengarkan mereka, dan membimbing mereka dengan kasih sayang.
Untuk itu, orang tua harus berperan aktif dalam kehidupan anak, berkomunikasi secara terbuka, dan memastikan bahwa anak merasa dihargai dan diperhatikan. Anak-anak yang merasa didukung akan lebih percaya diri dan mampu menghindari perilaku negatif seperti kenakalan remaja atau penyalahgunaan narkoba.
Perubahan Ada di Tangan Kita
Kita sebagai orang tua memiliki tanggung jawab untuk mendidik anak-anak dengan cara yang terbaik agar mereka dapat tumbuh menjadi individu yang sehat secara psikologis. Meskipun tantangan seperti perselingkuhan dan perceraian sering kali muncul, kita bisa membangun fondasi yang lebih baik untuk masa depan anak kita. Dengan memutus siklus yang ada, menciptakan rumah yang penuh kasih, dan berkomunikasi dengan baik, kita dapat memastikan anak-anak tumbuh dalam lingkungan yang positif dan mendukung perkembangan mereka.
Perselingkuhan memang bisa menjadi masalah besar dalam sebuah hubungan, namun dengan pemahaman yang lebih dalam tentang mekanisme psikologis di baliknya dan dengan pendekatan yang bijaksana, kita bisa menciptakan masa depan yang lebih baik bagi generasi berikutnya.
Referensi :Â
Ramadhani, Putri Erika, and Hetty Krisnani. "ANALISIS DAMPAK PERCERAIAN ORANG TUA TERHADAP ANAK REMAJA." Focus: Jurnal Pekerjaan Sosial, vol. 2, no. 1, Aug. 2019, p. 109. DOI.org (Crossref), https://doi.org/10.24198/focus.v2i1.23126.
Bailey, Ryan, and Jose Pico. "Defense Mechanisms." StatPearls, StatPearls Publishing, 2025. PubMed, http://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK559106/.
Sadida, Sabila, and Rani Septiyana. "ANALISIS CERPEN 'NYARIS BROKEN HOME' KARYA RORA RIZKI WANDINI KAJIAN PSIKOANALISIS SIGMUND FREUD." Jurnal Vokatif: Pendidikan Bahasa, Kebahasaan, Dan Sastra, vol. 2, no. 1, Feb. 2025, pp. 20--29. etdci.org, https://doi.org/10.51574/vokatif.v2i1.2436.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI