Engkong berhenti di pintu pagar, menunggu jawabanku. Suaranya mengalahkan riuh suara bebek yang memenuhi halaman rumah, setia menyambut kepulangan Tuan Besar dari kantor polisi.
"Warga seharusnya malu. Nama tempat ini, gang sapi, tapi tak ada satu ekor pun sapi! Seharusnya nama yang cocok untuk tempat ini adalah Gang Janda Bolong atau Gang Murai Batu?"
Aku menyimpan tawa, dengan menarik tangan Engkong ke beranda. Bebek-bebek semakin riuh. Berkumpul di halaman rumah. Menunggu Tuan Besar memberi makan sore.
"Diam! Sore ini puasa dulu. Gara-gara kalian, aku dipanggil polisi!"
Riuh suara ratusan bebek menimpali. Pidato Engkong begitu singkat, dan tidak perlu bagi mereka. Aku tak bisa menahan tawa. Engkong tak ikut tertawa. Matanya beralih menatapku,
"Kalau semua bebek ini kujual, bisa beli sapi, gak?"
"Mungkin kurang sedikit, Kong!"
Engkong terdiam. Azan magrib terdengar. Engkong masih di beranda. Membiarkan bebek-bebek mencari cara sendiri untuk menutupi rasa lapar di halaman rumah.
Usai azan, aku bersiap pamit pulang. Engkong memegang bahuku.
"Kau tak marah, jika bebek ini dijual?"
"Kan, punya Engkong?"