Mohon tunggu...
zaldy chan
zaldy chan Mohon Tunggu... Administrasi - ASN (Apapun Sing penting Nulis)

cintaku tersisa sedikit. tapi cukup untuk seumur hidupmu

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Anak Menjadi Taman dan Teman Bermain, Mungkinkah?

20 Mei 2021   00:39 Diperbarui: 22 Mei 2021   01:00 599
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Orangtua dan Anak (Sumber gambar: pixabay.com)

Ilustrasi ibu dan Anak (sumber gambar: pixabay.com)
Ilustrasi ibu dan Anak (sumber gambar: pixabay.com)
Pola Asuh Anak adalah Budaya. Karena...

Aku menganggap, pola asuh menjadi unsur budaya. Sebab dibentuk dan terbentuk karena budaya. Jika meminjam teori Wujud Budaya dalam kajian Sosiologi. Maka ada 3 tahapan yang biasa dilalui.

Pertama, Tahap idealis

Tak ada orangtua atau calon orangtua yang menginginkan anaknya tak bahagia. Terkadang, dari jauh-jauh hari, bahkan ada yang sebelum menikah, sudah menyusun angan dan ingin bagaimana anak mereka nanti.

Disain angan dan ingin itu melekat dalam pikiran. Berbentuk rencana-rencana yang dianggap terbaik bagi masa depan anak. Berdasarkan refleksi masa lalu, atau berpijak sebagai antisipasi situasi di masa depan.

Rencana itu semakin pekat, saat proses kehamilan. Para pasangan akan mencari dan mempelajari model-model pola asuh. Berkaca dari orangtua, kerabat terdekat, atau teman sejawat.

Namun, semua itu masih di pikiran. Dalam teori wujud budaya, dianggap tahap awal. Tahap Idealis.

Kedua, Tahap Tindakan

Aku sepakat jika ada yang bilang, "rencana yang baik, setengah jalan menuju keberhasilan. Sebaliknya, gagal dalam perencanaan, artinya merencanakan kegagalan".

Namun, tak ada jaminan rencana berjalan mulus, tah? Terutama dalam hal pola asuh anak. Model-model pola asuh yang digali dan dicari sebelum memiliki anak, bisa saja menjadi referensi. Tapi, adakah persis sama dalam aksi?

Banyak orangtua, apatah lagi pasangan muda. Setelah berinteraksi langsung dengan anak, kemudian harus beradaptasi lagi dengan kondisi yang terjadi. Bahkan terpaksa dan terjebak, pada situasi yang sama sekali tak pernah diprediksi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun