Mohon tunggu...
zaldy chan
zaldy chan Mohon Tunggu... Administrasi - ASN (Apapun Sing penting Nulis)

cintaku tersisa sedikit. tapi cukup untuk seumur hidupmu

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Menyigi Ulang Keberadaan "The Power of Beauty" dalam Politik

3 Februari 2021   14:51 Diperbarui: 4 Februari 2021   14:25 1136
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Propaganda dalam politik (sumber gambar: pixabay.com)

Tentu saja pilihan kata saat berorasi, berpuisi atau berpantun itu, melalui seleksi diksi yang presisi. Agar ide tersampaikan sekaligus merangkum etika sekaligus estetika, tah?

Aku pribadi, sebagai orang awam politik, akan terpesona. Jika seorang tokoh mampu meracik bahasa lisan dan tulisan secara sederhana. Hematku, kecerdasan seseorang, bisa diukur dari bahasa yang digunakan. Entah lisan atau tulisan.

Semakin sederhana bahasa yang digunakan, kutuduh semakin tinggi tingkat kecerdasan yang dimiliki.

Ilustrasi pilihan dalam politik (sumber gambar: pixabay.com)
Ilustrasi pilihan dalam politik (sumber gambar: pixabay.com)
Apa Kabar Literasi Politik Hari Ini?

Kukira, semangat awal dunia literasi adalah untuk edukasi. Termasuk literasi tentang politik. Namun, dalam percakapan grup menulis, acapkali kujumpai tuturan dari teman-teman yang mengalami "kesulitan" jika menulis tentang politik.

Secara kiramologiku, penyebabnya antara lain, literasi politik terlanjur nyaman pada anggapan sebagai asupan "hightclass". Dan, penulisnya terjebak dalam anggapan memiliki "hight profile". Setidaknya dianggap berani, bernyali, aktual dan kekinian.

Seiring pemahaman itu, penulisan politik akhirnya mengerucut pada persoalan penyelenggaraan negara dan pemerintahan sebagai puncak piramida objek kajian. Tak mau jauh-jauh dari kebijakan tentang apa atau siapa yang mengeluarkan dan menjalankan kebijakan tersebut.

Layaknya sebuah acara debat yang butuh data atau fakta sebagai sebuah argumentasi. Maka tulisan politik pun, diharapkan memaparkan hal itu.

Dalam dunia penelitian, kerap dikenal dengan alur hipotesa, analisa, sintesa atau malah antitesa. Ada baiknya, kerangka argumentasi tulisan politik juga dibangun berdasarkan poin-poin itu.

Bisa untuk menyigi kekurangan atau kelebihan, menelaah pantas dan takpantas, atau untuk meneliti salah dan benar. Bukan tenggelam dalam kubangan penghakiman, tapi menunjukkan ide dasar berpijak pada kajian untuk perbaikan.

Menulis politik menjadi ruang sekaligus peluang untuk memberangus "ketumpulan" komunikasi politik yang saat ini telah begitu menggerogoti. Pembaca juga memiliki hak untuk mendapatkan berita yang akurat dan benar, kan?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun