Kedua. Mengenal makna berjuang. Anak harus merasakan cambukan atau pemantik yang mendorongnya untuk berjuang dan bekerja keras. Berlatih menaklukkan badainya sendiri. Namun bukan penekanan ambisi yang menyebabkan kehancuran rasa aman itu sendiri.
Sejak dini, anak musti ditanamkan kesadaran akan nilai berjuang. Bagaimana tahu rasa senang saat memperoleh sesuatu dari hasil keringat sendiri, mengerti kepuasan saat mampu membantu keluarga mengatasi masalah. Atau memahami sulitnya suatu pekerjaan, hingga ank bisa menghargai hasil karya orang lain.
Akhirnya...
"Takut basah, jangan main air. Takut terbakar, jangan main api."
Ini petuah para tetua dulu. Segala tindakan memiliki tanggungjawab dan resiko. Senada dengan petuah itu, Ibuku pernah memberi nasehat. Jika ingin  menjadi pohon beringin, musti kuat menghadapi angin paling kencang.
Namun beringin tak langsung tumbuh besar. Pohon itu menyiapkan akar-akarnya yang kuat, agar tak tumbang. Jika tak siap. Silahkan jadirumput ilalang! Teduh di bawah pohon beringin yang rindang, aman dari terpaan angin kencang. Namun harus siap diinjak-injak orang!
Menurutku, Tak ada salahnya ajari anak untuk mencintai badai kehidupannya. Bukan lari dan menghindar. Seperti kisah yang ditulis dalam artikel di atas.
Sepakat? Hayuk salaman!
Curup, 16.02.2020
[ditulis untuk Kompasiana]